"Dalam semua hal yang aku ungkapkan, aku tahu kita tidak akan memenangkan perang ini. Kita berhadapan dengan dunia yang terlalu besar dan tinggi. Suatu peradaban yang melampaui orang-orang goa."
"Jadi untuk apa kamu mengijinkan kami menyusup masuk ke kota itu?"Guruh terlihat gusar.
"Karena aku ingin mengetahui kota itu setelah setahun hidup sebagai orang goa. Aku ingin tahu perkembangan system setelah aku dihilangkan. Aku akan memusnahkan kota itu. Juga memusnahkan diriku. Dunia di sana adalah kejahatan." Lelaki bersorban menunduk.
"Seharusnya kamu yang menyusup ke sana dan bukan kami. Kamu seharusnya membela kami saat kami dicurigai dan digeledah para kepala pasukan seratus."suara Guruh meninggi.
"Aku minta maaf. Tetapi kalian tahu yang sesungguhnya. Aku pasti tertangkap saat memasuki kota karena tubuhku mengandung partikel yang terlacak oleh system keamanan. Tentang pembelaan kalian pun demikian. Aku tahu bahwa penyadap dan pelacak tidak dikenal dalam referensi Babel. Semua orang secara otomatis terlacak surveillance camera."
Gusar hati. Guruh berdiri meninggalkan Lelaki bersorban dan Suami Menik di tepi jalan setapak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H