Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Muara (31)

7 Mei 2022   12:31 Diperbarui: 7 Mei 2022   12:31 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tanya. Selidik. Bertian kini kah laki-laki? Menunduk. Merintih. Berkacak namun mengaduh. Muka pucat pasi pun sakit mencekik.

 

Cahaya bulan jatuh di atas muara. Bayangnya menari ditingkah gelombang air yang dibentuk oleh lompatan ikan kecil. Teduh dan damai malam di sini. 

Teduh yang melupa pekik semangat para prajurit dan salakan senapan mesin. Damai yang menghapus perih tuna dan tangis putus asa mereka yang kalah dan tersisih.

Laki-laki bersorban yang dipanggil dengan sebutan Jenderal duduk bersama Guruh dan Suami Menik di tepi jalan setapak. Pandangan mereka mengarah ke depan. Memandang laut luas. Laut yang semula terhalang oleh jembatan penghubung.

Pertempuran hari ini, yang dimenangkan orang goa, telah menenggelamkan jembatan penghubung kedua kota.  

"Kamu bertemu seseorang di Yakin?" suara berat laki-laki bersorban membuka percakapan.

"Iya. Seorang perempuan." Guruh menjawab sambil melemparkan sebuah batu kecil ke tengah muara. Saat tenggelam, gelombang air yang ditimbulkannya menjadi panggung tarian nur rembulan.

"Apakah tangan kanannya mengeluarkan cahaya?" tanya laki-laki bersorban.

"Aku tidak memperhatikan. Tetapi sepertinya tidak." Guruh setengah pasti.

"Jika tangannya tidak mengeluarkan cahaya, berarti dia mesin atau program computer."

Guruh dan Suami Menik memandang laki-laki bersorban.

"Aku datang dari sana. Dan aku tahu seperti apa kota yang kita sebut Babel. Itu kota Dystopia. Kota dimana manusia, pseudo manusia, mesin dan program computer hidup dalam satu dunia. Orang Babel menyebutnya matriks."

"Perempuan itu juga mengatakannya." Guruh setengah berteriak.

"Aku tidak tahu alasan mengapa aku ditinggalkan pasukan saat kendaraanku terjebak lumpur dan menjadi tawanan orang goa di waktu lampau. Tetapi jika kalian berdua menjadi diriku, kekalahanku hari itu, juga kepahitanku, sesungguhnya anugrah dan impian untuk kalian. Semua manusia dan psudeo manusia yang ada di Babel terperangkap dalam dunia yang sangat mengerikan."

"Seperti apa?"

"Matriks itu membagi dunia atas tiga bagian. Manusia ada pada dunia bawah. Pseudo manusia pada dunia tengah. Mesin dan program komputer pada dunia atas. Persis seperti struktur Babel. Hanya mesin dan program komputer yang dapat menyeberangi semua matriks. Pseudo manusia memiliki akses terbatas. Manusia yang menghuni tingkat terbawah tidak memiliki akses ke dunia atas dan tundak pada aturan pemerintah tanpa syarat."

"Adakah pemerintah di dunia dystopia?"

"Pada tingkat tertinggi, semua system digerakan oleh korporasi yang saling bekerjasama. Dibawahnya terdapat pemerintah yang tunduk pada aturan korporasi. Tetapi itu terjadi hanya karena dunia dystopia sedang menuju kesempurnaan. Saat dunia itu benar-benar sempurna, hanya ada satu pemerintahan. Satu kekuasaan."

"Apa maksudmu dengan dunia yang mengerikan?"

"Tidak ada kata untuk melukiskannya dengan tepat.  Tetapi aku memberi pada kalian sebuah contoh. Apakah menurut kalian umur yang panjang itu suatu anugrah?"

"Tentu saja," Suami Menik dan Guruh kompak merespons.

Lelaki bersorban menarik nafasnya dalam-dalam. Ia berhenti sejenak. Kemudian membuka penjelasannya.

"Orang-orang Babel tidak saja berumur panjang. Mereka tidak dapat mati. Di dunia kita kematian dihindari dan manusia ingin berumur panjang. Dalam matriks seperti Babel, orang mencari kematian, tetapi kematian tidak ditemukan. Kamu berangkat tidur dan bangun besok pagi dalam waktu dan ruang yang sama dengan hari ini. Tidak ada kemarin. Tidak ada esok. Mereka menyebutnya keabadian."

Wajah Guruh dan Suami Menik menegang.

"Jadi apa prajurit dan pasukan yang kita hadapi dalam perang dan mati di jalan, pematang dan jembatan?" Suami Menik bertanya.

"Pseudo-manusia dan mesin. Tidak ada manusia yang menjadi prajurit. Manusia adalah budak dalam matriks Babel."

"Kamu juga pseudo manusia?" Suami Menik bertanya.

"Benar. Aku pseudo manusia. Generasi berikut yang lahir dari manusia pada awal masa dystopia. Manusia Nano. Manusia yang hanya membutuhkan 6 tahun pertumbuhan sejak lahir untuk memiliki kemampuan seperti sekarang ini."

"Kamu berusia 6 tahun?"

"Iya. Semua anak dalam generasiku tumbuh seperti ini. Para penggagas dunia dystopia menyebut kami Nephilim."

"Nephilim adalah nama ras manusia yang muncul pada periode sebelum Nuh dan anak-anaknya masuk ke dalam bahtera. Ras campuran. Ras yang tercipta dari perkawinan antara manusia dan para malaikat yang jatuh." Suami Menik menyela.

"Jadi kamu tidak bisa mati?" Guruh bertanya kepada laki-laki bersorban.

"Secara teknis aku mati jika programku dihapus. Atau seperti kasus para prajurit di jembatan, rusak oleh ledakan yang memutuskan sirkuit komputer dalam tubuh mereka. Tetapi sakit, penyakit, usia dan bencana tidak akan menghancurkanku."

"Jadi kamu tahu bahwa kami orang Goa tidak akan memenangi perang ini?" Guruh menyudutkan lelaki bersorban.

"Dalam semua hal yang aku ungkapkan, aku tahu kita tidak akan memenangkan perang ini. Kita berhadapan dengan dunia yang terlalu besar dan tinggi. Suatu peradaban yang melampaui orang-orang goa."

"Jadi untuk apa kamu mengijinkan kami menyusup masuk ke kota itu?"Guruh terlihat gusar.

"Karena aku ingin mengetahui kota itu setelah setahun hidup sebagai orang goa. Aku ingin tahu perkembangan system setelah aku dihilangkan. Aku akan memusnahkan kota itu. Juga memusnahkan diriku. Dunia di sana adalah kejahatan." Lelaki bersorban menunduk.

"Seharusnya kamu yang menyusup ke sana dan bukan kami. Kamu seharusnya membela kami saat kami dicurigai dan digeledah para kepala pasukan seratus."suara Guruh meninggi.

"Aku minta maaf. Tetapi kalian tahu yang sesungguhnya. Aku pasti tertangkap saat memasuki kota karena tubuhku mengandung partikel yang terlacak oleh system keamanan. Tentang pembelaan kalian pun demikian. Aku tahu bahwa penyadap dan pelacak tidak dikenal dalam referensi Babel. Semua orang secara otomatis terlacak surveillance camera."

Gusar hati. Guruh berdiri meninggalkan Lelaki bersorban dan Suami Menik di tepi jalan setapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun