"Sampeyan niku senengane mendramatisir", kata Giyat, " Jenenge musibah rasah dihubungke karo kepindahan angkringan"
Pakde Geyol mengkerut. Niatnya unjuk gigi malah diserang kanan kiri.Â
"Mulane rasah melu-melu, De"(makanya tidak usah ikut-ikut, De)Â
"Asu! ", ucap pakde Geyol lirih
" Sopo sing asu? "(Siapa yang asu)Â
"Kae lho asune Kiyat". Beruntung seekor anjing keluar dari gang. Lari-lari kecil dengan moncong diangguk-anggukkan. Dan itu benar anjingnya Kiyat.Â
Slamet, batin Pakde Geyol.Â
Sejak peristiwa sambaran petir, warung makan Sor Talok menutup diri. Bahkan di Google map tertulis: Tutup Permanen. Lokasi bekas meja pingpong menjadi kotor. Â Pakde Geyol segera tanggap akan situasi. Tanpa ba bi bu, mendorong gerobak angkringannya mengakusisi lokasi sambaran petir. Suara rodanya menjerit kepayahan. Senyum sinisnya melonjak pada derajat paling tinggi. Sekali lagi, Ia pun menang dalam perebutan wilayah yang paling hakiki.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H