Semenjak angkringan pakde Geyol pindah, bekas lokasinya menjadi melompong. Isu yang tersebar, tempatnya akan dijadikan parkiran motor buat pengunjung warung makan. Jadi selama ini, pakde Geyol tanpa ijin menggunakan lahan depan sebuah rumah kosong dijadikan landasan gerobak angkringan. Sampai suatu ketika pemiliknya datang dan meminta kembali haknya. Sebuah warung makan mau didirikan dirumah itu.Â
Benar rupanya, tukang-tukang bangunan berdatangan dengan segala atributnya merenovasi rumah tersebut. Termasuk lahan depan. Tukang las membuat teduhan atap dari baja ringan. Sungguh kokoh. Sekitar dua bulan kemudian, wajah baru tampak. Spanduk bertuliskan 'Warung Makan Sor Talok' dipasang dengan mentereng. Kenapa namanya 'Sor Talok'? Karena dirumah tersebut ada pohon Talok(krisan) yang sangat rindang. Walaupun tak jauh darinya, sebatang pohon pelem(mangga) juga tumbuh dengan sombong. Buahnya kerap sekali lebat. Bila masa berbunga tiba ranting-rantingnya dipenuhi warna putih. Berlanjut bulatan-bulatan hijau akan terbentuk sebelum akhirnya warna merah mendominasi. Buah talok sudah bisa dikonsumsi. Kalau telat tidak diunduh, mereka akan menjatuhkan diri. Hingga apapun yang tertimpa akan menjadi kotor.Â
Pengunjung warung berdatangan bila jam makan siang menunjuk. Lahan parkir penuh sampai kosong kembali menjelang sore. Karena baru awalan berdiri, gaung keberadaan warung itu kurang bersinar. Itu normal. Karyawan-karyawannya akan mendapati jam lesu di sore hari. Kegairahan menurun. Ini sebuah kondisi buruk. Harus ada aktivitas sampingan biar membakar semangat.Â
"Kenapa kita tidak memanfaatkan meja ping pong di gudang? ", tanya seorang karyawan. "Di waktu senggang bisa dimanfaatkan untuk menggairahkan jiwa dengan beradu tanding"
"Tidak semua bisa main"
"Nanti aku ajari"
Begitulah, suara ketukan-ketukan terdengar pelan. Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Keberadaan meja persegi panjang berwarna hijau tua bergaris pembatas berwarna putih dengan lebar 2 cm menarik perhatian orang-orang yang lewat. Kerumunan menyemut. Akibatnya, posisi pemain kerap diganti orang-orang luar. Pengunjung berdatangan, warung makan moncer. Imbasnya, makanan dan minuman terbeli silih berganti. Sang pemilik senang, "Idemu sangat brilian". Pujian disematkan pada karyawannya.Â
Tanpa mengenal waktu, suara benturan antara karet bet, meja kayu serta plastik bola menjadi harmoni kampung itu.Â
Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak!
" Sikat bleh! Jangan kasih point"
"Kalau mukul itu yang kuat"
"Skor sama kuat. Ojo nganti kalah, bos"
Keseruan bisa sampai tengah malam. Muka-muka asing bermunculan, ikut menampilkan kebolehan. Lingkaran waktu diterjang bahkan azan dinafikan.Â
"Mandek sik. Azan lho"(berhenti dulu. Azan lho)Â
"Ra masalah, aku ora sholat"
"Sing sholat ben sholat, sing pingpong ben pingpong"(yang sholat biar sholat, yang pingpong biar pingpong)Â
Bahkan ketika hujan datang, ping pong akan terus berjalan.Â
"Untung wae panggone di baja ringan. Dadi ora kudanan"(beruntung saja tempatnya di-kasih-baja ringan. Jadi tidak kehujanan)Â
Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak!
Ternyata ada yang kurang berkenan dengan kehadiran meja ping pong. Beberapa pemilik warung sekitar mengeluhkan turunnya omset.Â
"Padahal dulu ramai. Sekarang  terpotong hampir 50 porsen"
"Sor Talok sekarang kemaki. Iso ngece"
"Rejeki wes dicontongi dewe-dewe. Ora usah iri"(rejeki sudah di bungkusin sendiri-sendiri. Tidak usah iri)Â
"Ora ngono, iki kasunyatan wae. Sak durunge Sor Talok ono, warung ku kebak terus"(bukan begitu, ini kenyataan saja. Sebelum Sor Talok ada, warung ku penuh terus), kata si pesaing, " Bareng saiki midun kabeh"(sekarang turun semua)Â
Keguncangan itu tidak mempengaruhi keberadaan meja ping pong. Pertandingan terus diputar.Â
Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak!
Sampai seorang ustad lewat sembari berkata, "Berhenti dulu, mas. Itu azan sudah berkumandang"
"Sebentar, pak ustad. Tinggal dua point"
Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak!
Lama-lama keberadaan meja ping pong menjadi gunjingan warga kampung.Â
"Meja ping pong kuwi demit elek"
"Telingaku lama-lama perih kalau mendengar, "Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak! Tak..tuk..tak..tuk..tak..tuk..Tak!"Â
"Kita demo bagaimana?"
"Jangan! Nanti kelihatan kalau kita dengki"
Berkali-kali suara azan mendaki, para pemain ping pong tetap, "Sikat, bro! Hancurkan! "
"Hayyalah sholah..... Hayyalah sholaah"
Ajakan untuk menunaikan sholat tak digubris. Orang-orang masih semangat melihat ping pong.Â
"Lihat, mendung tergambar. Sudah yuk? '
" Halah, muk mendung. Siapa takut? "
Rintik pun turun. Jatuhnya cairan langit membuat pemain dan penonton kian erat. Lindungan dari atap gavalum meyakinkan mereka kalau gempuran hujan bukan halangan. Petir menggelegar hanyalah musik pelengkap.Â
Clereettt.... Duaarrr! Sinar terang menusuk kebumi. Cabikan petir mengagetkan jantung. Hening. Tak ada sorak sorai dari bibir penonton. Menit berlalu. Suara teriakan minta tolong merobek diantara kucuran air hujan.Â
Apa yang terjadi?Â
Tubuh-tubuh terjengkang dengan ragam posisi. Meja ping pong terbelah menyisakan bau daging serta kayu terbakar. 16 orang disambar petir. Kampung geger. Suasana kuyub membaluti wajah-wajah kepanikan.Â
"Telpon rumah sakit. Minta ambulance"
"Hubungi kantor polisi. Ini kejadian bencana"
"Wes tak kandani ngeyel. Ojo ping pong, mandeko dhisik"(sudah saya bilangin ngeyel. Jangan ping pong, berhenti dulu)Â
Secara keseluruhan, korban para pengunjung warung makan. Beberapa masih bernapas, walau kritis. Sisanya meninggal ditempat. Semua korban dibawa ke rumah sakit ketika mobil ambulance datang.Â
"Di elekke bola-bali, nek wektune maghrib mandek. Malah ndodro. Yo ngene akibate"(dibilangin berkali-kali, kalau waktunya maghrib berhenti. Malah lupa diri. Ya begini akibatnya)Â
Garis polisi dibentangkan. Warung untuk sementara tutup sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan. Beberapa  oknum masyarakat bersyukur.Â
"Alhamdulillah, dongaku dikabulkan Gusti Allah. Warung ku rame meneh"(alhamdulillah, doaku dikabulkan Gusti Allah. Warung ku ramai kembali)Â
"Untung ono bledek. Coba nek ora ono?"(beruntung ada petir. Coba kalau tidak ada)Â
"Ada hikmah dibalik semua peristiwa", ucap seseorang sok bijak. Lagaknya bak Socrates, padahal batinnya beda dengan ucapannya.Â
Pakde Geyol mencoba urun rembug, "Seandainya aku tidak disuruh angkat kaki, peristiwa ini tidak akan terjadi"
"Halah dicocok-cocokke. Rasah menumpangi musibah dengan argumenmu, De"Â
"Sampeyan niku senengane mendramatisir", kata Giyat, " Jenenge musibah rasah dihubungke karo kepindahan angkringan"
Pakde Geyol mengkerut. Niatnya unjuk gigi malah diserang kanan kiri.Â
"Mulane rasah melu-melu, De"(makanya tidak usah ikut-ikut, De)Â
"Asu! ", ucap pakde Geyol lirih
" Sopo sing asu? "(Siapa yang asu)Â
"Kae lho asune Kiyat". Beruntung seekor anjing keluar dari gang. Lari-lari kecil dengan moncong diangguk-anggukkan. Dan itu benar anjingnya Kiyat.Â
Slamet, batin Pakde Geyol.Â
Sejak peristiwa sambaran petir, warung makan Sor Talok menutup diri. Bahkan di Google map tertulis: Tutup Permanen. Lokasi bekas meja pingpong menjadi kotor. Â Pakde Geyol segera tanggap akan situasi. Tanpa ba bi bu, mendorong gerobak angkringannya mengakusisi lokasi sambaran petir. Suara rodanya menjerit kepayahan. Senyum sinisnya melonjak pada derajat paling tinggi. Sekali lagi, Ia pun menang dalam perebutan wilayah yang paling hakiki.[]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI