Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mbahmu Bajingan Terakhir

7 April 2022   23:13 Diperbarui: 8 April 2022   10:04 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Karena telah terjadi pergeseran makna". Jawabanku memaksa puluhan mata menikam.

"Dan kamu menggunakannya untuk memprovokasi. Ketidaktahuan lawan bicara kamu manfaatkan", kata kang Bani. Aku tersenyum sinis, karena memang begitu adanya.

"Simbah merupakan bajingan terakhir didesa ini". Kulit tubuh mbah Kabul belum menggelambir. Banyak yang tertipu oleh kebugaran tubuhnya.

"Sebenarnya, bapak sudah saya suruh berhenti jadi bajingan. Tapi masih belum mau", kata Prapto tiba-tiba nimbrung-anak ke tiga mbah Kabul. Ia baru selesai membereskan hasil kerjaannya. Menyambar rokok dan menyulutnya. "Pernah ada pengusaha resto mau membeli gerobak bapak seharga enam puluh juta. Katanya buat dipajang diresto itu, tapi bapak hanya menggelengkan kepala, belum mau dilepas".

"Gerobakke tok to? Ora kan sapine?"(gerobaknya saja to? Tidak sama sapinya?), tanya Tarman, "Nek aku tak kekke. Sewidak juta lho, mbah" (kalau saya aku berikan. Enam puluh juta lho, mbah)

Mbah Kabul tersenyum. Dia berpikir orang-orang yang tidak tahu sejarah gerobaknya akan menganjurkan pelepasan. Pikiran mereka hanya uang.  Padahal, alat transportasi dari kayu jati serta gribig(anyaman bambu) ini pernah menjadi saksi serta pelaku sejarah perang kemerdekaan kala jaman Jepang dan invasi Belanda ke negara ini. Beberapa itemnya: Tepong, klusut, payonan, dst, mengalami pergantian karena aus, atau kena terjangan peluru ketika terjebak pertempuran empat hari dikota Solo. Itu yang ia dengar dari bapaknya.

Pembicaraan mulai adem. Tidak seperti beberapa menit yang lalu. Mulut-mulut mengunyah kudapan yang disajikan. Gelas-gelas berdentingan terisi kopi dan teh.

"Ini juga bajingan", kataku sambil menyendok singkong berbalut gula merah.

"Yu! Mulutmu mbok diatur!", seru Margono, "Semua kamu sebut bajingan!"

"Ini memang bajingan". Potongan singkong mendekap disendok. Aku sorongkan kedepan.

"Bajingan ndasmu!", Sergap Margono. "Iki jenenge 'Ande-Ande Lumut', blok!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun