"Ngejak gelut piye!". Poleng naik pitam. Wajahnya bak kepiting rebus. Â "Sopo sing wedi!", Tantangku.
Baku hantam biasanya tidak berlangsung lama bila ada yang melerai. Namun karena sering, akhirnya warga malas melerai. "Biarkan saja. Kita lihat, sampai dimana kekuatan fisik mereka". Kami pernah kelelahan, sampai dibuat ndeprok. Badan ajur muka berantakan berbalut luka.
"Dilanjut opo mandek?". Karena jengkelnya, warga malah nglulu- memprovokasi.
***
Banyak warga menyesalkan kebiasaanku memuntahkan kata Bajingan kepada Poleng.
"Dijaga mulutmu, Yu", kata lik Tarjo.
"Salahku dimana, Lik?", Ucapku balik
"Kamu itu gimana, sih? Jelas kamu salah", kata Tarman menimpali
"Coba tunjukkan dibagian mana?". Aku dikeroyok.
"Kojur ki. Wong ngok ora sadar diri". Semua orang geleng-geleng kepala melihat kerasnya pendirianku. "Sebenarnya, kamu itu bodoh atau pura-pura bodoh?", Kata lik Tarjo. "Poleng sakit hati ketika kau sebut putu bajingan"
"Kenapa harus sakit hati kalau faktanya begitu". Aku tidak mau kalah. "Fakta adalah fakta"