"Lalu apa ya masalahnya?"
"Masyarakat merasa dirugikan karena jam kita yang terlampau tepat membuat mereka, si konsumen, si pemilik jam, menjadi...apa ya, menjadi terlalu tepat waktu juga. Mereka kan mengikuti petunjuk jam kita."
"Lalu, apa salahnya menjadi tepat waktu?"
"Anu, yang jadi masalah, teman mereka, atau selingkuhan, atau siapapun itu yang memiliki agenda yang sama dengan mereka, seperti bertemu, makan siang, bersetubuh, atau apapun itu, bagaimana ya...tidak terlalu tepat waktu. Waktu mereka terasa terbuang."
Beberapa direktur manggut-manggut. Pelik juga masalah ini pikir segelintir dari mereka. Yang lain hanya manggut-manggut supaya terlihat mengerti. Padahal di pikirannya adalah tubuh molek siswi SMA yang baru saja semalam mereka gilir.
Satu direktur yang benar-benar waras, dan paling tua, walaupun sudah mulai tercemar, mulai angkat bicara. Di antara para petinggi, dialah yang memang meniti karir dari nol, kalau bukan dari minus, sebagai orang kepercayaan pemilik TOKAI WATCH.
"Aku bukan pakar waktu. Apalagi pakar jam. Aku hanya tahu bagaimana menuruti bos, menjilat pantatnya, dan mengejar promosi."
"Tapi bukan hanya sekali aku merasa kalau pembagian waktu menjadi 12 jam pada arloji atau jam dinding, itu terlalu...spesifik. Terlalu akurat."
Yang lain manggut-manggut lagi. Girsang berusaha mengangguk lebih banyak, agar terlihat antusias.
"Produksi jam yang terlalu akurat, dengan pembagian jam yang terlalu spesifik, agaknya memang kurang cocok di lingkungan kita. Di kota kita. Di provinsi, atau bahkan di negara kita. Orang-orang di sini memang tahu waktu, melek waktu, tapi tidak menghargainya."
Direktur senior ini tampaknya belum akan berhenti untuk membuahi isi pikirannya yang bernas.