MEMASUKI pertengahan 2024, situasi politik dan keamanan di muka bumi ini kian memanas. Perang, invasi, aneksasi, hingga genosida kian menggila.
Khususnya, di Timur Tengah yang sangat panas akibat ulah Israel terhadap rakyat Palestina. Sejak 7 Oktober 2023, masyarakat di Kota Gaza dan sekitarnya tak henti mendapat gempuran dari kaum zionis.
Btw, bedakan ya antara Israel sebagai negara, Yahudi agama yang dianut, dan paham zionis. Ketiganya berlainan.
Banyak juga warga Israel yang beragama Yahudi sangat mengecam tindakan pemerintahnya. Untuk zionis ya, kalian pembaca blog ini tentu sudah tahu.
Oke, lanjut.
Imbas tindakan sewenang terhadap Palestina membuat masyarakat dunia pun mengecam Israel. Dari berbagai penjuru, melakukan demo dan boikot produk yang berafiliasi dengan negara yang seupil tapi tingkahnya tengil itu.
Termasuk, di Indonesja yang memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Baik dari sikap resmi pemerintah, pejabat, hingga rakyat jelata sangat mengecam invasi Israel.
Demo pun dilakukan segenap elemen masyarakat. Juga boikot terhadap produk, baik di dunia nyata maupun secara online.
Sebagai pribadi yang berusaha untuk memanusiakan manusia, sudah pasti saya sangat mendukung boikot tersebut. Tentu, asal tidak merugikan segenap rakyat Indonesia lainnya.
SIANG itu, cuaca sangat terik. Saya pun istirahat sejenak di emperan rumah toko (ruko) yang kosong di kawasan barat ibu kota sambil menunggu orderan selanjutnya.Â
Lumayan, buat nyender sekaligus melempengkan kaki sebelum kembali melanjutkan tugas sebagai ojek online (ojol). Termos mini berisi kopi hitam yang tak lagi panas pun jadi teman setia.
Ga ketinggalan asap kehidupan yang menambah suasana kian syahdu. Meski sejak pandemi mereknya jadi aneh.
Termasuk, yang saya hisap sekarang. Bukan merek terkenal dan bahkan brand-nya ga jelas saking murahnya.
Maklum, sebagai ahli hisap, yang penting bisa ngelepus. Beda saat masih kerja atau sebelum pandemi, ga pernah jauh dari produk premium keluaran Surabaya dan Kudus.
Ga lama, ada pria dengan perkiraan usia sedikit lebih muda menghampiri. Pakaiannya formal dan rapi.
Sepatunya tandas nan mengkilap. Saya pun mengangguk sebagai tanda menyambut.
"Sendirian, mas? Kayaknya cape banget nih."
"Iya, bro."
"Istirahat?"
"Yongkru, sambil nunggu orderan."
Saya kembali menyeruput kopi. Scroll hp pun lanjut untuk melihat berbagai info di portal berita.
Pada saat yang sama, pria tadi sudah di depan saya. Bahkan, melongok hp yang saya buka.
"Asyik nih mas. Liat apa?"
"Biasa bro. Berita aja."
"Israel laknat masih rame diberitain?"
"Iya, bro."
"Anjing itu ya, ga mau diazab itu negara. Saya berharap secepatnya Israel dihilangkan dari muka bumi."
"..."
"Iya kan mas?"
"Yoi bro."
"Menurut kamu gimana mas?"
"Kenape bro?"
"Soal Israel laknat?"
"Ya, ga gimana-gimana."
"Lho, kamu kan lagi baca berita?"
"Maksudnya?"
Berbagai pertanyaan pria tadi bikin mood saya berubah. Saya yang sedang istirahat dan baca berita hasil pertandingan olahraga semalam, jadi merasa keganggu.
"Kamu dukung boikot Israel dan produk yang terafiliasi seperti ***, ****, *****?"
"Iya bro."
"Udah dilakuin?"
"Maksud lo apa nih?"
"Iya, boikot ga pake produknya, makan, dan minum produk yang nyumbang dana untuk Israel? Sudah dilakuin belom? Atau tidak pernah?"
"Hubungannya sama gw ini apa ya?"
Tensi saya langsung naik ketika ada yang menyinggung privasi. Saya memang mendukung adanya boikot terhadap produk atau brand yang terafiliasi dengan Israel.
Namun, itu untuk konsumsi pribadi. Yang berhak tahu hanya saya dan Tuhan.
Lah, ini ada orang ga kenal udah sok asyik menyelidiki ranah pribadi. Bahkan, lancang nanya-nanya yang menyerempet privasi.
Ga heran jika saya sedikit terpancing. Tadinya sopan memanggil 'bro' jadi lo dan gw.
Pertanda saya udah ga nyaman dengan seseorang. Ditambah, situasi lagi terik dan saya sedang ingin istirahat setelah keliling mengurai macetnya jalanan.
"Mas, kamu kan ojol ya. Sering anter makanan dari resto ***, ****, dan *****?"
"Woi, lo apaan sih. Nanya-nanya ga jelas."
"Ga mas, kita kan simpati sama Palestina."
"Iya, sebagai manusia, gw juga simpati. Tapi, hubungannya pertanyaan lo itu apa?"
"Gini... Mas, sesama manusia, saya hanya mengingatkan. Jika dapat orderan ojol antarmakanan dari resto itu mending dicancel aja. Ga ada faedahnya. Kebanyakan mudarat."
"..."
"Kalo mas tetep anter, sama aja secara ga langsung mas nyumbang ke Israel untuk membantai warga Palestina. Tolakin aja orderan dari resto ***, ****, *****, dan lainnya ya mas. Demi kebaikan mas juga. Biar berkah."
Mendengar uraian pria itu membuat saya tersenyum. Saya pikir, ini orang ga waras.
Seharusnya, menghadapi manusia ga punya otak kayak gini, lebih baik ditinggal. Ga usah diladenin biar dia capek sendiri.
Di sisi lain, saya pikir kalo ini orang dibiarkan, bakal berabe. Seolah udah berasa maha benar.
Jadi, saya pun harus kasih pelajaran biar dia kapok. Supaya ini pria ga terlalu ikut campur urusan orang lain.
"Berarti lo ngelarang kalo gw ambil orderan dari resto yang diduga terafiliasi atau menyumbang pendanaan Israel itu?"
"Benar mas. Biar berkah."
"Bro... Ini gw kasih nasihat terbaik buat lo sekarang dan ke depannya ya. Jangan pernah sekali-kali dalam hidup lo untuk ganggu orang yang lagi ibadah, kerja, dan makan. Urusannya fatal."
"Kok gitu, mas? Ini kan cuma..."
"Ngebacot lagi, ini termos melayang ke kepala lo. Gw hitung sampe tiga, kalo lo ga enyah, siap-siap..."
"..."
Dengan terburu-buru, pria itu pun sipat kuping. Gw langsung menginjak puntung rokok yang tersisa setengah batang akibat belum sempat dihisap manusia ga jelas itu.
"Huff..."
* Â Â Â * Â Â Â *
SEPEMBAKARAN hio pun berlalu. Situasi dan tensi saya mereda usai kepergian pria tersebut.
Benar-benar manusia aneh. Niatnya sih mulia, tapi caranya sungguh salah.
Ngajak boikot sambil maksa orang kerja untuk menolak orderan itu sungguh terlalu. Apalagi, urusan dapur itu sensitif.
Hanya, ya sudah lah. Malas dibahas lagi.
Intinya, saya mendukung boikot atau kampanye anti Israel. Namun, jangan sampe merugikan bangsa sendiri.
Contoh, di media sosial ada video sekelompok orang yang teriak-teriak anti Israel di resto cepat saji. Bahkan, ada yang merusak properti dan membuat keresahan warga sekitarnya.
Padahal, yang berada di lokasi itu kan karyawan yang justru tidak tahu apa-apa. Mereka sedang bekerja demi sesuap nasi untuk keluarganya.
Memangnya, kalo sampe para karyawan dipecat, para pemboikot dan pendemo mau tanggung jawab? Hello!
Inget ya, zaman sekarang cari kerja sulitnya minta ampun. Jadi, ga usah terlalu goblok dengan menyusahkan orang lain.
Ditambah dengan berbagai kebijakan aneh pemerintah yang kian menyulitkan rakyatnya. Duh...
Pada saat yang sama, ada menteri korupsi yang tertangkap basah. Duitnya, ternyata dipake untuk sunatan cucu, minum wine, beli aksesoris mobil anak, hingga bayar biduan.
Ya... Tuhan!
Udah pemerintahnya ga peka dengan bikin kebijakan yang aneh-aneh, menterinya korup, pejabatnya kalo lewat jalan macet pake pengawalan yang minta diutamain sambil bunyi ngiung-ngiung tet-tot-tet-tot.Â
Eh, ditambah sekelompok orang yang kampanyekan anti Israel tapi merugikan sesama saudaranya se-Indonesia. Hipokrit.
* Â Â Â * Â Â Â *
-Â Jakarta, 6 Juni 2024
* Â Â Â * Â Â Â *
Artikel terkait:
- https://www.roelly87.com/2023/04/lawan-arogansi-di-jalanan-jangan-pernah.html
- https://www.kompasiana.com/roelly87/65322151c8351241ab7ce042/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing
....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H