Pelecehan seksual bukanlah hal yang baru, di Indonesia pelecehan seksual masih menjadi masalah yang serius. Akhir-akhir ini kasus pelecehan seksual semakin marak terjadi. Komnas perempuan mencatat pelecehan seksual, selama 12 tahun (2001-2012). sedikitnya ada 35 perempuan menjadi korban pelecehan seksual setiap hari. Kementerian Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sejak tanggal 1 Januari 2021 hingga 16 Maret 2021, terdapat 426 kasus kekerasan seksual dari total 1.008 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut studi Value Champion, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara yang paling berbahaya untuk perepuan di wilayah Asia Pasifik. Kasus pelecehan seksual ini menjadi hal yang tabu di masyarakat.
Kasus pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada laki-laki yang melecehkan perempuan, karena perempuan juga dapat melakukan pelecehan seksual pada laki-laki, ada juga yang laki-laki melecehkan laki-laki atau perempuan melecehkan perempuan. Namun kebanyakan yang menjadi korban pelecehan seksual adalah perempuan yang dilecehkan laki-laki.
Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja baik di tempat umum seperti bis, kereta api, pasar, sekolah, kantor, maupun di tempat pribadi seperti di rumah. Pelaku pelecehan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin umur, pendidikan, warga negara, latar belakang maupun status sosial.
Kasus pelecehan seksual sesama jenis biasanya sering terjadi di pondok pesantren, penyebab hal ini terjadi karena seseorang yang tinggal di pesantren akan dipisah antara laki-laki dan perempuan. Mereka tidak pernah bertemu dengan lawan jenis dalam waktu yang lama, bisa sampai berbulan-bulan. Hal ini biasanya dilakukan oleh senior kepada juniornya.
Dalam kejadian pelecehan seksual biasanya terdiri dari 10 persen kata-kata pelecehan, 10 persen intonasi yang menunjukkan pelecehan dan 80 persen non verbal. Pelecehan seksual memiliki berbagai bentuk, seperti bentuk kekerasan fisik dan bentuk lain yang lebih luas seperti memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Dapat juga berbentuk lisan seperti "lelucon" bernada seksual (yang tidak diinginkan), atau rayuan yang bersifat seksual yang tidak diinginkan.
Pelecehan seksual juga bisa terjadi kepada anak-anak. Pelecehan seksual terhadap anak merupakan suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.Â
Bentuk pelecehan seksual terhadap anak termasuk meminta anak untuk melakukan aktivitas seksual, memberikan paparan tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, dan kontak fisik dengan alat kelamin.
Kasus pelecehan seksual terhadap anak mengalami peningkatan sejak tahun 2013 dan membuat banyak orang khawatir akan dampak terhadap korban. Sebagian besar pelaku pelecehan seksual terhadap anak adalah orang-orang yang dikenal korban, diantaranya yaitu 30% adalah keluarga korban seperti saudara laki-laki, ayah paman atau sepupu, 60% adalah kenalan lainya seperti 'teman' dari keluarga, pengasuh dan tetangga serta sekitar 10% adalah orang asing.
 Pelecehan seksual kepada anak-anak sebelum masa puber disebut pedofil.  Kasus pelecehan seksual terhadap anak sangat memerlukan perhatian orang tua. Terkadang anak-anak tidak mau bercerita karena merasa bimbang, misalnya saja yang melakukan adalah keluarganya sendiri. Maka anak akan berfikir dia adalah keluarga jadi tidak masalah kalau diperlakukan seperti itu.
Komnas perempuan menyebutkan bahwa setiap dua jam, setidaknya tiga perempuan di Indonesia mengalami pelecahan seksual. Namun di saat yang sama, pengetahuan masyarakat mengenai pelecehan seksual masih tergolong rendah. Menurut psikolog dewasa, Tiara Puspita, M.Psi., pelecehan seksual mempunyai beberapa jenis, yaitu:
a. Pelecehan gender
Hal ini dilakukan seperti memberikan komentar cabul atau humor tentang seks dari gender tertentu kepada gender lainnya.
b. Perilaku menggoda
Bisa berupa kalimat atau ajakan berkonten seksual, termasuk ajakan kencan terus menerus dilakukan meskipun sudah ditolak.
c. Penyuapan seksual
Adanya iming-iming imbalan agar calon korban tertarik atau mau melakukan ajakan pelaku. Penyuapan seksual bisa terjadiÂ
dilingkungan-lingkungan yang tidak terduga, khususnya ketika ada perbedaan atau kekuatan antara korban dan pelaku
seperti  guru dengan murid atau atasan kepada bawahan. Dalam jenis ini pelaku menggunakan kekuasaan untuk memanipulasi        korban sehingga korban mau atau terpaksa menuruti  keinginan pelaku.
d. Pemaksaan seksual
Hal ini terjadi ketika pelaku telah memaksa korban utuk melakukan tindakan seksual namun ditolak, kemudian pelaku mengancam   korban dengan suatu tindakan yang dapat merugikan korban
e. Pelanggaran seksual
   Menyentuh, meraba, memegang bagian tubuh korban secara paksa, pelanggaran seksual juga disebut dengan penyerangan seksual.
Faktor penyebab adanya pelecehan seksual sebagian kecilnya yaitu kurangnya  pengetahuan dan ketidaktahuan dari pelaku bahwa yang sedang ia perbuat termasuk tindak kejahatan, karena yang dilakukan adalah hal sepele seperti, seperti bersiul, ungkapan sexist, ajakan untuk berbuat seksual dan hal-hal yang bersifat verbal lainnya.Â
Adapun faktor penyebab lainnya seperti : hasrat seks pelaku yang tidak bisa disalurkan, mempunyai riwayat kekerasan seksual saat masih kecil sehingga membuat pelaku trauma yang kemudian ingin membalas dendam  kepada orang lain, pernah menyaksikan kekerasan seksual kepada keluarganya, pelaku memiliki otoritas atas korban seperti atasan kepada bawahannya, ketergantungan obat-obat terlarang, sering membaca atau menonton konten purno, tidak dekat secara emosional dengan keluarga, dan faktor kemisinan.Â
Semua penyebab pelaku melakukan pelecehan seksual juga didukung dengan sebagian besar korban pelecehan seksual cenderung diam dan tidak melaporkan kejahatan pelaku pelecehan seksual kepada kerabat dekat maupun pihak berwajib, lantas apa yang menyebabkan korban pelecehan cenderung diam ? adapun beberapa alasan yang membuat mereka diam adalah :
1. Korban pelecehan diam karena respon otak
Saat seseorang menghadapi ancaman atau ketakutan, maka salah satu respon yang muncul adalah sikap freeze alias membatu. Dalam pelecehan seksual ada 2 macam freeze yang dialami ada yang frezee lama dan frezee yang hanya berlangsung singkat. Seseorang yang mengalami frezee singkat akan cepat sadar dan langsung kabur begitu mendapat kesempatan. Namun jika seseoranrang memiliki frezee lama dia akan cenderung diam dan hal ini yang dimanfaatkan pelaku. Meski tubuhnya kaku dan tak mampu mengeluarkan suara, namun umumnya air mata dapat berfungsi dengan baik dan bisa meneteskan air mata.
2. Korban pelecehan tak berani melapor karena stigma
Korban pelecehan tak berani melapor bukan karena mereka malas, namun karena mereka takut mendapatkan penilaian-penilaian buruk dari masyarakat sekitar. Banyak orang-orang yang justru berkomentar seperti memang korban yang 'memancing' pelaku, korban menggunakan pakaian yang 'mengundang', Â bahkan ada yang berkomentar bahwa korban pasti menikmati.
Jadi dari pada mereka mendapatkan komentar yang buruk maka mereka labih memilih diam dan tidak mau bercerita atau melapor kepada orang lain. Padahal hawa nafsu tidak sebatas pada pakaian, saat ini sudah banyak perempuan yang memakai pakaian tertutup tapi masih menjadi korban pelecehan seksual.
3. Rasa trauma menahan untuk membicarakan
Trauma yang mendalam bagi korban pelecehan seksual yang mendalam membuat mereka enggan membahas dan menutup rapat-rapat karena takut teringat kembali kepada momen itu. Namun jika kondisi membaik, korban bisa menceritakan kepada keluarga, sahabat. Bila perlu mencari bantuan kepada komunitas, atau lembaga perlindungan.
4. Pelaku berkuasa untuk bertindak lebih buruk
Jika pelecehan terjadi di tempat kerja, sekolah, kampus, korban bisa saja enggan melapor karena adanya kesenjangan kekuasaan antara koban dan pelaku. Pada umumnya pelaku mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari korban, sehingga pelaku bisa mengancam korban dengan hal-hal yang lebih buruk.
5. Kekurangan bukti untuk melapor
Jika kasus pelecehan seksual terjadi dilingkungan yang mempunyai CCTV yang aktif, pelaku bisa ditangkap dengan mudah, begitu juga jika tidak ada CCTV namun ada saksi mata. Tapi jika pelecehan seksul terjadi ditempat yang sepi, tertutup dan tidak ada saksi mata tidak ada bukti yang kuat untuk melaporkan pelaku sehingga membuat korban stress.
Menurut Co Director organisasi nirlaba untuk mencegah pelecehan seksua bisa menggunakan cara langsung dan tidak langsung.
Di desa kasus pelecehan seksual masih sering diremehkan, seperti di tempat keramaian khususnya di pasar kejahatan pelecehan seksual sering dijumpai. Sering kali ibu-ibu yang sering ke pasar akan akrab dengan para pedagang yang ada di sana, dan dari interaksi tersebut sering kali para pedagang laki-laki mencoba menggoda ibu-ibu yang sering mereka temui dengan kata-kata yang lebih menjurus kepada fisik. Namun anehnya ibu-ibu tersebut menanggapi dengan biasa saja, seakan hal tersebut merupakan guyonan. Hal ini bisa terjadi mungkin karena mereka kurang mendapatkan wawasan mengenai pelecehan seksual.
Berita pelecehan seksual di desa tidak terlalu diperhatikan dan memang hampir tidak pernah terdengar munkin karena kurangnya pengetahuan. Pelecehan seksual terhadap anak-anak rawan terjadi ketika anak-anak sedang main dan mandi di sungai, saat-saat tersebut sering dimanfaatkan pelaku untuk melakukan aksinya karena jauh dari rumah dan pengawasan orang tua.
Pelecehan seksual menimbulkan dampak yang sangat besar bagi korbannya, namun masih banyak masyarakat luas yang tidak memperdulikan masalah ini. Mirisnya kejahatan pelecehan seksual terkadang juga dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Padahal tindakan pelecehan seksual memberikan dampak buruk yang sangat luar biasa bagi korbanya. Pelecehan seksual dapat mengubah kehidupan korban secara drastis karena berpengaruh terhadap kesehatan korban, baik secara fisik maupun psikis. Berikut beberapa dampaknya :
a. Stres yang kemudian menjadi depresi
Hal pertama yang dirasakan korban pelecehan seksual adalah merasa malu bahkan jijik terhadap dirinya sendiri. Mereka ingin melaporkan kejadian tersebut, tapi ada rasa takut dan keraguan yang muncul. Entah takut masalah semakin besar, dihujat masyarakat sekitar, mendapat ancaman, atau bahkan takut direndahkan.
b. Trauma
Pelecehan seksual juga akan membuat korbanya mengalami trauma atau  post-traumatic stress disorder (PTSD) yang empat kali lebih parah dari orang yang mengalami kejadian traumatis lain. Mereka akan menghindari semua yang berkaitan dan mengingatkan mereka dengan hal tersebut, bukan hanya orang saja, melainkan juga benda seperti baju yang ia pakai dan lain-lain.
c. Tekanan darah meningkat
Pelecehan seksual tidak hanya mempengaruhi psikologis, kejadian tersebut juga mempengaruhi tubuh secara fisik. Fenomena ini disebut sebagai psikomatik, diman kondisi psikis berdampak buruk pada kesehatan fisik. Salah satu dampaknya adalah tekanan darah, hal ini terjadi karena hasil reaksi psikologis dan stres yang dirasakan.
d. Penyakit jantung
Dampak dari pelecehan seksual tidak dapat berhenti meski korban sudah mendapat penanganan. Kejadian tidak diinginkan bisa berpengaruh jangka panjang, salah satunya adalah peningkatan risiko penyakit jantung. Selain itu korban pelecehan seksual juga bisa terkena penyakit pada otot hingga masalah gula rendah.
e. Â Bunuh diri
Melansir dari LiveScience, sekitar 23 persen orang yang pernah mengalami pelecehan seksual dengan bentuk sentuhan, ancaman atau bahkan penetrasi memiliki kecenderungan bunuh diri. Baik telah mencoba melakukan atau terpikir untuk melakukan.
Kasus pelecehan seksual di Indonesia dalam KUHP dikenal dengan istilah perbuatan cabul, yang secara umum diatur dalam pasal 289, yang berbunyi : " Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-lamanya sembilan tahun." Â Perbuatan cabul diatur dalam pasal 289 sampai pasal 296 KUHP.
Sedangkan dalam pasal 290 KUHP menyatakan: "Dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun : 1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya. 2. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin. 3. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain."
Sedangkan bagi seseorang yang melakukan pelecehan kesual terhadap anak-anak termasuk anak kandung, maka akan dijerat dengan beberapa hukum diantaranya :
a. Pasal 76D Undang-Undang nomor 35 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa : "Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain."
b. Pasal 81 Perpu nomor 1 tahun 2016 yang menyatakan bahwa : " Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H