Resa menanyakan botol kecil yang ada di kantong Rio. Ia menanyakan itu karena penasaran---menonjol  di kantong jin Rio.
Rio menjawab bahwa itu adalah minyak wangi. Minyak wangi untuk salat. Resa kaget. Baru tahu ada minyak wangi ada yang berbentuk itu dan untuk salat.
Resa tak percaya kalau itu minyak wangi. Non alkohol pula. Berbeda dengan yang ia punya: beralkohol. Rio menegaskan bahwa itu memang minyak wangi, untuk salat.
Rio merasa heran, "Kok bisa-bisanya ia tidak pernah melihat minyak wangi seperti ini?" tanya Rio di dalam hati.
Padahal ia tinggal di Ibu Kota Jakarta. Kota yang barang apa pun dicari bisa dikatakan ada. Canda Rio.
Keheranan Rio selanjutnya kepada Resa adalah, ia tidak pernah tahu di mana keberadaan masjid dekat rumahnya. Rio menanyakan itu karena ia ingin pergi salat.
"Kamu sebetulnya tinggal di sini udah berapa lama, sih?" tanya Rio mendesak.
Resa menjawab dari kecil. Rio tak percaya. Bagaimana bisa tinggal di pusat kota dari kecil tetapi tidak tahu keberadaan masjid di sekitar sini. Minimal, pernah mendengar.
Rio mulai bertanya-tanya dalam hati, "Bagaimana pergaulan dia?"
Tak berapa lama, ada mobil yang berhenti persis di depan rumah Resa. Ada tiga orang. Dua laki-laki, satu perempuan.
Dua laki-laki menyamperi Resa dengan gayanya yang modis. Rokok di tangan kanan dan parfum yang menusuk hidung siapa pun yang dekat dengannya. Sedangkan seorang perempuan, yang juga mengenal Resa, menunggu di dalam mobil.
Tiba-tiba Rio kaget, saat dua laki-laki itu menyamperi Resa. Keduanya cipika cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri). Kaget karena ia baru pertama kali melihatnya. Langsung. Di depan mata dia.
Selama ia memiliki teman wanita, belum pernah ia memperlakukan temannya seperti teman Resa perlakukan. Rio, coba menganggapnya biasa, walau sebetulnya sangat tidak biasa. Dan memajang wajah yang biasa.
Ketiganya tidak lama di rumah Resa.
Tadinya mereka ingin mengajak Resa untuk hangout. Tapi tidak jadi, setelah tahu Resa sedang ada tamu. Pun dengan Resa yang enggan diajak, karena ada Rio.
Rio tersanjung. Resa menghormati tamu. Nilai plus untuk Resa dari Rio.
Resa dan Tio melanjutkan obrolan. Sekira pukul 9 malam, Rio pamit pulang.
***
Rio dan Resa baru kenal. Kenal di salah satu mal besar di Jakarta, saat keduanya sedang menjalani psikotes untuk masuk kerja di resto cepat saji. Kenal begitu saja.
Saat itu, Resa meledek Rio, karena mengerjakan psikotes cepat sekali. Sampai-sampai Resa mengatakan, "Lu enggak mikir ya ngerjain soal-soalnya?"
Rio hanya senyum---tertawa saat pengawas psikotes berlalu---keluar resto.
Di antara yang lain, Rio memang yang pertama menyelesaikan psikotes. Waktu normal setengah jam untuk menyelesaikan. Tapi Rio mampu menyelesaikan hanya 17 menit.
Pengawas sempat bingung. Tapi Rio "masak bodo". Pikirnya, yang penting hasil.
Benar saja, Rio dinyatakan lolos psikotes kerja di resto makan cepat saji itu. Resa, tidak. Rio menertawakannya.
"Parah lu! Bukannya sedih malah seneng!" kata Resa, yang disambut tawa Rio.
Manajemen meminta Rio untuk datang besok. Rio besok sudah bisa mulai masuk. Dia ditempatkan di cabang, daerah Jakarta Utara.
Resa mendukungnya. Ikut senang.
***
Rio sudah mulai masuk kerja di restoran cepat saji. Rio ditempatkan sebagai pelayan. Padahal Rio tidak melamar untuk itu. Sesekali dia di dapur. Bantu koki.
Rio nyawan kerja di sana. Senior-seniornya juga baik kepadanya. Tak segan-segan mengajari Rio untuk bisa semua, selain menjadi pelayan.
Pun dengan atasan Rio. Baik kepadanya. Sering mengobrol tanpa ada batas, layaknya atasan dan bawahan, yang didramatisir mesti kaku dan gila hormat. Kayak di sinetron-sinetron.
Begitu sehari-harinya, sampai Rio akhirnya mengajukan resign. Atasan dan teman-temannya terkejut. Tak habis pikir mengapa Rio tiba-tiba mengajukan resign.
Padahal, ia baru bekerja kurang dari satu bulan. Rio bersikeras untuk resign.
Alasan Rio resign karena ia ingin meneruskan pendidikannya. Kuliah. Atasan Rio, mau tidak mau mengizinkannya, walau serasa berat.
Rio dianggap orang yang asyik. Mudah bergaul, tidak hanya di lingkungan kerjanya, melainkan juga di tempat lain. Rio juga dianggap rajin ibadah.
Rio meneruskan kuliah karena perintah ayahnya. Sebetulnya ia tidak ingin mengikuti perintah ayahnya itu, karena ia tahu bagaimana keadaan finansial ayahnya itu. Ia khawatir kalau nanti berhenti di tengah jalan.
Namun, Rio akhirnya mengikutinya. Mulai mencari tempat kuliah. Dapat, di Jakarta Selatan. Ia mengambil Jurusan Humas.
Saat itu, pelanggan cukup ramai. Sebab hari itu, hari weekend (Jumat-Minggu).
Rio pamit.
***
Resa dan Rio terus melakukan komunikasi.
Rio coba menyelami kepribadian Resa. Hari ke hari, hingga bulan ke bulan, Rio akhirnya menemukannya (kepribadian Resa). Pergaulannya cukup luas. Sama seperti Rio. Berbeda hanya lingkungannya saja. Rio tak mengapa. Ia paham. Tidak ada masalah.
Resa dan Rio terus menjalani pertemanan, hingga pada akhirnya kedua tampak memiliki gelagat rasa suka. Itu ditunjukkan keduanya saat keluar bersama---ke mal besar yang ada di Jakarta.
Resa memegang erat tangan Rio. Itu pengalaman barunya. Dianggapnya tak biasa.
Tubuh Rio serasa bergetar. Hampir berkeringat seperti orang yang habis lari. Tangannya terus dipegang. Mulai dari turun kendaraan hingga masuk ke dalam mal.
"Kamu kenapa? Kok diam saja?" tanya Resa, yang hanya dijawab 'enggak apa-apa'.
Memang itu pengalaman pertama Rio. Sepanjang pergaulan, Rio belum satu kali pun diberlakukan seperti itu oleh seorang wanita---mengwalinya. Tapi Rio menganggap itu tak masalah, asalkan Resa senang dan suka.
Rio pun demikian. Merasa senang dan suka.
Di mal mereka tak lama. Hanya makan dan menonton. Setelah itu, keduanya pulang.
Sesampaianya mengantar Resa ke rumahnya, Rio bertanya polos tentang tadi (memegang tangannya). Rio merasa perlu bertanya karena mengganggap itu tidak biasa. Sebaliknya, Resa justru menganggapnya hal itu biasa. Rio terkejut. Wajahnya seketika berubah.
Resa mengaku melakukan itu kepada siapa saja teman laki-lakinya. Biar terlihat akrab, kataya. Termasuk cipika cipiki kepada teman laki-lakinya.
Hal itu kata dia juga tidak menandakan apa-apa, termasuk ada rasa lebih.
Rio pamit pulang. Resa ingin cipika cipiki. Rio menolak. Ia belum siap untuk itu, seperti teman laki-lakinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H