Mohon tunggu...
Robi Firnando
Robi Firnando Mohon Tunggu... Penulis - Man Jadda Wajada

Tidak ada balasan kebaikan selain kebaikan pula (Ar-Rahman: 60)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semut Merah di Dinding Sekolah

18 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 18 Juli 2022   08:05 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bahagia X Broadcasting-Dokumen pribadi

     Hai, perkenalkan nama ku Aldo, tapi kesehariannya biasa di panggil Al. Dulu aku pernah menjadi seorang siswa yang cukup dikenal dengan keramahanya, sekedar informasi saja kalau aku orangnya juga cukup ganteng dengan memiliki wajah yang sejuk dipandang dan yah kurang lebih beda-beda tipislah dengan Rizky Aditya, bukannya sombong, tapi memang saat itu aku cukup jadi idaman bagi beberapa kalangan wanita disekolah, ya sebut saja mereka-mereka yang mengidolakan ku itu namanya bunga, mawar, angrek dan masih banyak lagi nama samaran mereka lainnya.

     Semasa sekolah aku tidak terlalu pintar dan juga tidak terlalu bodoh, walaupun awal-awal dulu aku pernah salah ketika diminta menulis kedepan oleh salah satu guruku yang mana kala itu aku diminta untuk menulis angka nominal satu juta rupiah, bodohnya aku angka yang ditulis nol nya kurang, aku tak ingat pasti berapa banyak nol nya yang kurang, tapi yang pasti dihadapan teman-temanku yang kurang lebih jumlah satu kelasnya ada sekitaran tiga puluhan orang dan alhasil tak terhelakan tawaan dan ejekan dari mereka termasuk guru ku yang hanya tersenyum saat menyaksikan kebagongan ku saat itu. Wkwkwk.

Melihat tingkah ku yang cukup polos, spotan guruku langsung bertanya.

“Kamu tidak bisa nulis angka sejuta ya?”. Ucap guruku.

Maklum saja aku ini anak yang berasal dari desa pergi merantau ke kota untuk mengeyam pendidikan yang lebih baik demi membanggakan orangtua dan keluarga serta mewujudkan mimpi dan cita-cita mulia.

Lalu kemudian dengan polosnya juga aku menjawab.

“Maaf pak, belum pernah pegang duit segitu”. Ucapku sambil senyum dan tertunduk malu sekali.

Suana kelas kembali riuh dan gemuruh, serasa berada dalam stadion megah saja saat itu. Sayangnya bila di stadion riuh gemuruhnya ialah untuk mendukung, tapi riuh gemuruh yang saat itu ku rasakan ialah ejekan dan candaan yang bila diambil hati bisa-bisa aku jadi down, tapi untungnya aku legowo dan mengakui kalau aku memang salah dan memang harus banyak belajar lagi, namanya juga kalau mau sukses memang harus gagal dahulu. Hihi

     Oh iya kembali ke awal cerita, kini posisi ku berada di sekolah yang mana aku dulu pernah jadi siswanya. Tapi bedanya, kehadiran ku kini statusnya bukan sebagai siswa, tapi sebagai orang tua. Yah sebut saja aku guru Agama. Jangan tanyakan kenapa aku bisa jadi guru, karena sungguh ini jauh dari prediksiku. Tapi dari kejadian ini, aku sadar bahwa sebagai manusia biasa aku hanya bisa merencanakan, hasilnya Tuhan yang tentukan. Menarik bukan? Begitulah hidup ini, kadang kita meminta sesuai dengan apa yang kita inginkan, padahal Tuhan yang Maha mengatur. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. So sweattt.

     Terhitung sejak tanggal tiga belas Juli dua ribu dua puluh sampai dengan sekarang aku berstatus aktif mengajar di sekolah, sekolah yang lain tidak bukan ialah sekolah ku dahulu yang mana sekolah ini cukup banyak cerita suka maupun duka yang memang pantas untuk ku ceritakan. Kini aku merasakan bahwa untuk menjadi seorang yang pantas di gugu dan di tiru tidaklah semudah membalikan telapak tangan atau semudah mengucapkan kata-kata indah. No! Everything must be done sincerely and without expacting a favor.

    Tepat di bulan Juli dua ribu dua puluh satu, aku diamanahkan untuk menjadi wali kelas. Kalian tahu apa saja tugas-tugas sebagai seorang wali kelas? Baik, aku akan coba ceritakan sedikit apa saja tugas-tugasnya. Oh iya, jangan lupa aku menyarankan untuk siapkan kopi atau minuman beserta cemilan kesukaan kalian ya, karena cerita yang akan ku bagikan ini, cukup menarik dan rumit, namun maaf tidak serumit cerita antara kamu dan dia, yang sampai dengan saat ini belum jelas mau dibawa kemana sih ceritanya. Eh, maaf lupa kalau ini bacaan publik. Hihihi.

     Setelah cukup sekian lama sekolah dilakukan dengan sistem online atau tidak tatap muka, akhirnya tibalah waktu yang sudah dinanti-nantikan, akhirnya sekolah kembali diperbolehkan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka namun dengan catatan tetap memperhatikan dan melaksanakan protokol kesehatan. Lantas kondisi ini membuat sekolah mengizinkan anak-anak dan guru untuk dapat melaksanakan pembelajaranya saecara langsung atau tatap muka. Tentu dalam hal ini wali kelas mendapatkan arahan untuk segera bisa mengadakan pertemuan secara langsung dengan kelasnya masing-masing sebagai awal perkenalan. Tidak terkecuali aku dalam hal ini.

Oh iya, sebagai informasi aku ditunjuk sebagai wali kelas sepuluh Broadcasting dan Perfilman atau bisa di singkat dengan BCF. Jurusan ini hanya satu kelas untuk kelas sepuluhya, ketua jurusannya kalian tahu? Ibunya cantik, tidak sombong, ramah orangnya lagi baik hatinya. Insyaallah. Namanya ibu Nikmah Fauziah Adinna, tapi aku sering memanggilnya dengan panggilan ibu Nina. Sebenarnya semasa sekolah aku tidak tidak begitu kenal dekat dengan beliau, tapi aku tahu kalau beliau guru di sekolahku. Entah kebetulan atau memang sudah ketentuanNya aku juga tidak tahu mengapa dengan cepatnya aku bisa kenal baik dan akrab dengan ibu Nina atau jangan-jangan aku nya saja yang sok asik kali ya, tapi bodoh amat mau bilang apa terserah. Terlepas tugasnya beliau sebagai ketua jurusan, kadang-kadang jujur saja beliau juga cukup iseng orangnya, kok begitu pak Al? “Iya, beliau itu kadang suka kepo sama pasangku siapa”. Terus kalau aku lagi buat snap WA nih sama anak-anak kecil, terus beliau balas deh tu. “Ibunya mana om??”. Apakah masih ada lagi keisengannya beliau pak?, oh tentu masih ada. Cuman disini singkat aja ya dulu. Nanti beliau tahu, terus tambah jadi isengnya. Hihihi.

Kembali ke cerita……

     Tibalah hari dimana aku bertemu secara langsung dengan anak-anak kelas ku di dalam ruangan aula sekolah. Setelah selesai dipanggil satu persatu nama mereka sesuai dengan jurusan yang telah mereka pilih kemudian aku diarahkan oleh wakil kesiswaan untuk segera membawa anak-anak kelas ku ke ruangan yang sudah ditentukan. Tanpa berlama-lama setelah semua sudah dipanggil aku langsung membawa mereka ke kelas yang sudah di tentukan. Disinilah cerita dan kisah di mulai.

Dengan penampilan ku yang rapih berbaju batik lengan panjang, rambut rapih mode ke kanan, memakai jam tangan dan senyum manis khas yang bila dilihat maka akan sulit untuk dilupakan serta sepatu hitam yang dikenakan aku langsung memperkenalkan diri serta menjelaskan dengan singkat beberapa aturan-aturan yang perlu mereka taati selama menjadi siswa di sekolah.

Setelah selesai memperkenalkan diri dan menjelaskan dengan singkat aturan yang ada di sekolah aku mempersilahkan mereka satu persatu secara bergantian untuk memperkenalkan diri mereka dengan singkat dengan menyebutkan nama, asal sekolah dan tinggalnya dimana. Singkat cerita, dari ketiga puluh sembilan mereka dengan beragam latar belakang serta tentu berbeda-beda pula karakternya aku berpositif thinking rasa-rasanya tidak ada yang sulit kedepan untuk bisa mendidik mereka dengan baik. Eh ternyata rasa-rasaku salah. Arghhh.

     Dari ketiga puluh sembilan mereka tentu tidak semuanya ingin dan mau untuk ku atur, atau mungkin sebagian mereka hanya belum ingin saja untuk bisa diatur, aku yakin dari mereka yang belum atau yang berpura-pura ingin diatur itu kelak akan mengerti, bahwa bila kita ingin jadi pemimpin syarat terkecilnya ialah harus bisa di pimpin. Itu sudah menjadi hukum alamnya. Lantas apakah aku menyerah dalam menghadapi mereka? Tentu saja tidak, masih banyak caraku untuk bisa membuat mereka terpesona, dalam hal ini aku lebih menekan kan kepada mereka untuk lebih mengutama dan mendahulukan adab daripada ilmu, karena ilmu tanpa adab bak berkelana tanpa tahu arah tujuan kemana. Terlebih lagi aku sebagai seorang guru Agama, jadi tak aneh rasanya bila ku sampaikan pesan begitu.

Cara sederhana ku membuat mereka terpesona ialah dengan bisa menghafal nama-nama mereka, karena dengan hafal dan tahu siapa mereka itu merupakan suatu kebaganggan tersendiri bagi mereka, ini sudah kurasakan sendiri saat masih menjadi siswa dahulu di sekolah. Sulitkah? Tidak juga, hanya memang kadang suka lupa dan tak jarang juga panggil nama siapa tapi orang yang ditunjuk siapa. Hihi. Memang hafal siapa-siapa mereka? Oh tentu saja, baik aku sebutkan ya satu persatu nama-nama mereka, mohon maaf bila ada kesamaan nama dengan pembaca sadarilah ini hanya cerita dan kisah dari Semut Merah yang diangkat dari kisah nyata dan tak lupa dengan bumbu-bumbu sandiwaranya. Hihihi.

Oh iya, dari ketiga puluh sembilan anak-anak kelas ku itu laki-laki berjumlah empat belas orang dan perempuanya berjumlah dua puluh lima orang. Kok lebih banyak perempuan pak dibandingkan laki-laki? Maaf, aku juga tidak tahu, mungkin ini salah satu tanda-tanda akhir zaman kali ya. Hihi. Baik aku mulai dari ke empat belas anak laki-laki yang ganteng-ganteng terlebih dahulu, dimulai dari, Adam, Alung, Dimas, Hasbi, Iqbal, Rafi, Fa’i, Adit, Iwan, Bana, Vinson, Wahyu Fariel. Bagaimana, sampai disini sudah yakin belum? Oh, belum ya. Baik aku yakin kan lagi ya.

Nah selanjutnya aku akan tuliskan dua puluh lima nama-nama yang perempuannya, perhatikan baik-baik ya siapa tahu ada diantara nama-nama mereka ada yang sama dengan nama mantan mu, eh maaf. Maksudku sama dengan nama kamu. Wkwkwk.

Baik, aku mulai dari Aulia, Icha, Asih, Cristhine, Chika, Citra, Dita, Eka, Fildzah, Fitri, Helda, Lina, Intan, Lisa, Melani Putria Meme, Nafisa, Naomi, Nazwa, Octa, Ayu, Rabiah, Rani, Rasyikha, Ridmar, Bila. Bagaimana sampai disini sudah yakin belum bahwa aku benar-benar wali kelas yang peduli? Sebenarnya tidak penting juga sih mau dijawab sekarang atau nanti, yang paling penting ialah, bila kita ingin dikenal kita juga harus belajar mengenal orang sama dengan halnya bila kita ingin dihargai orang lain kita juga harus bisa menghargai orang lain. Hehe, kurang lebih pesan bijaknya begitulah.

Seiring berjalan waktu bergantinya hari demi hari dan bulan ke bulan kondisi dikelas ku tak lepas dari pantauan diantaranya yang paling sering ku hadapkan ialah dihadapkan dengan beberapa persoalan, khususnya anak-anak yang jarang masuk sekolah sebut saja dia Alfa atau Zakit atu Zizin, da nada yang tidak mengerjakan PR serta tidak hadir langsung saat praktik dengan beberapa mata pelajaran yang menggunakan alat peraga langsung dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan tak jarang juga guru mata pelajaran yang bersangkutan menghubungi ku langsung, menanyakan bagaimana kabar anak-anak tersebut. Apakah baik-baik saja? Atau sudah mendua. Ckckck.

     Selama ini ku kira ana-anak semuanya baik-baik saja, namun sayang ternyata beberapa dari mereka dibelakangku bermain sandiwara. Marahkah aku? Tidak, karena aku sadar, aku bukan siapa-siapa hanya diberikan mandat sekolah khususnya Jurusan untuk membantu mendidik serta mengarahkan mereka untuk tidak terlena hingga lari jauh dari jalur semestinya. Mulia tugasnya, namun harus kuat imanya. Penasaran dalam hati ku bertanya, kira-kira apa ini sebabnya. Pasrahkah aku dengan keadaan? Tidak!.

Walaupun terkadang hujan turun
Dan air mata juga mengalir
Di hari yang tak berjalan dengan mulus
Besok pun tetap semangat

Di dalam mimpiku selalu
Terlihat ada diriku sendiri
Yang dengan bebasnya melakukan semua
Hal yang ingin aku lakukan

Hidup bagaikan pesawat kertas
Terbang dan pergi membawa impian
Sekuat tenaga dengan hembusan angin
Terus melaju terbang

 Jangan bandingkan jarak terbangnya
Tapi bagaimana dan apa yang dilalui
Karena itulah satu hal yg penting
S'lalu sesuai kata hati

Di atas tersebut adalah penggalan dari sebagian lirik lagu Pesawat Kertas. Apa hubungannya dengan cerita ini? Tentu saja ada atuh neng dan aa’. Apa? Terjemahkan aja sendiri ya. Hihi. Pokoknya ada, coba deh baca sekali lagi lirik nya sambil resapi dengan kondisi hatinya. Eaakk. Mudah-mudahan faham lah ya. Masak gak faham. Hihihi.

Nah, lanjut ke cerita…

Dikelas ku ada empat orang inti yang menjadi perangkat kelas, keempat mereka adalah Intan sebagai ketua kelas, Hasbi sebagai wakil ketua kelas, Icha sebagai sekertaris dan Rabiah sebagai bendahara kelas. Mereka inilah yang rajin dan sering ku hubungi bila ada apa-apa dikelas. Yang paling rajin ku tanyakan ialah, terkait dengan kehadiran teman-teman mereka dikelas, tugas-tugas dengan guru mata pelajaran dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah.

Ada beberapa anak yang memang sudah ku tandai, khususnya berkaitan dengan kehadiran dan tugas-tugasnya di sekolah. Diantara nama-nama tersebut, sebut saja sih Alung. Masya Allah, ini anak luar biasa, potensinya potensial sekali, hingga kadang tak jarang dibuat germes sama dia. Bagaimana aku tidak germes. Lihat saja tingkahnya saat ku tanya.

“Alung, kamu kenapa akhir-akhir ini jarang masuk?” tanyaku padanya.

“Kami kadang tidak ada yang antar pak sekolahnya.” jawab dia dengan muka melasnya.

“Loh, terus kamu selama ini sekolahnya siapa yang antar?” tanyaku kembali, dengan agak serius.

“Kami lebih banyak naik maxim pak kalau ke skolah.” jawab dia lagi dengan kembali melas.

“Waduh, berarti lumayan ya biaya Alung sekolah? Artinya Alung harus bener-bener sekolahnya ya.” nasehat ku padanya.

“Iya pak.” jawab singkat darinya.

“Iya sudah, kembali duduk sana.” pintaku.

Nah, selain Alung, ada Aulia yang juga rajin menghiasi kotak masuk WhatssApp ku, yak betul sekali karena beberapa guru juga menyakan dia. “Kemana ya Aulia ini pak Al? kadang dia tidak masuk dengan mata pelajaran saya.” cerita beberapa guru padaku.

“Aulia, sini dulu kedepan”. Panggilku padanya saat dikelas

“Iya pak?”. Jawabnya dengan raut yang agak polos

“Duduk Aulia, beberapa hari ini kamu tidak masuk sekolah kemana?”. Tanyaku padanya dengan sedikit sinis,

“Iya pak, maaf kadang kami tu kesiangan pak”. Jawabnya kembali

“Allahu Akbar, Aulia…” tanggap ku sambil geleng-geleng kepala.

“Hee, maaf pak besok-bseok ndak lagi”. responya seperti tidak ada dosa sambil senyum-senyum.

Selain itu masih adakah pak nama-nama lain? Masih ada, cuman yang keseringan itu ya mereka berdua. Tapi dibalik itu semua aku yakin mereka berdua tersebut anak yang baik, bahkan potensi yang ada pada masing-masing mereka itu kelak bisa mereka kelola dengan baik dan bijak sebagai dasar mereka untuk merahi mimpi dan cita-cita mereka. InsyaAllah.

     Sebenarnya cerita pendek ini belum bisa mewakili semua apa yang menjadi suka dan duka ku dikelas ini, bagaimana tidak, hampir satu tahun aku diminta untuk membimbing dan bersama mereka baik dikelas maupun diluar kelas ataupun secara langsung maupun tidak langsung, sungguh pengalaman hebat dan sulit untuk ku lupakan, suka dan duka ku rasakan canda tawa kadang sepintas terlihat biasa, namun dibalik itu semua terselip makna tersirat yang belum mampu untuk tersurat. Ada bahagia juga tentu ada sedihnya, namun inila realita hidup dunia sebenarnya.

Nah, singkat cerita kini mereka semua sudah kian beranjak semakin dewasa, satu sama lain diantara mereka sudah mulai saling memahami kondisi mereka masing-masing, bagaimana mereka harus bisa dan pandai-pandai membawa diri dalam bergaul. Hal ini dibuktikan dengan adanya gap-gap antara mereka, yahh namanya juga mereka anak-anak yang masih perlu bimbingan dan pengawasan. Tapi walaupun adanya gap-gap diantara mereka yang mana kadang temenya itu-itu aja, ada juga yang temenya anak kelas lain, ada juga yang temenya rombongan satu dan rombongan dua dan kemana aja dia ini bisa membawa diri, Alhamdulillah beragamlah karakter mereka ini.

Dan mereka kini siap untuk naik ke kelas XI, Alhamdulillah setelah melalui banyak lika-liku perjalanan kini mereka sudah siap untuk ku bawakan kepada gerbang pintu kelas XI, dalam hal ini aku sangat berterima kasih sekali kepada guru-guru di kelas yang telah mendidik dan membantu mereka dalam menuntut ilmu dengan baik, sungguh jasa seorang guru itu tak terbalas, karena kenapa? Guru di sekolah adalah orangtua mereka, layaknya orang tua mereka dirumah, guru juga memberikan yang terbaik kepada mereka agar berhasil dan kelak lebih hebat dari gurunya. Sungguh mulia sekali perjuangan dan pengorbanan seorang guru, insyaAllah mudah-mudahan anak-anak kelas ku tidak melupakan jasa para guru-gurunya. Aamiin.

     Satu minggu sebelum pembagian raport di kelas, aku dihadapkan dengan beberapa PR yakni ada beberapa anak-anak yang nilainya masih bermasalah dan hal tersebut harus segera dibereskan dengan beberapa guru mata pelajaran yang ada, tentu dalam hal ini aku sebagai wali kelas harus bisa semaksimal mungkin untuk bisa membantu dan membimbing anak-anak yang masih bermasalah tersebut agar segera menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum.

Sampailah akhirnya tinggal beberapa nama-nama saja yang masih belum juga menyelesaikan, dan hal ini cukup membuat ku sedikit merasa geram. Bagaimana tidak, tinggal beberapa hari lagi pembagian raport kok mereka masih belum juga menyelesaikan tugas-tugasnya. Bahkan dari  beberapa nama-nama tersebut ada yang orangtuanya ku hubungi dan bahkan ada yang sampai harus di panggil ke sekolah, mengingat akan pentingnya hal ini.

Singkat saja ingin ku ceritakan dari kejadian ini, masyaAllah ini benar-benar di luar dugaan ku. Saat diakhir-akhir menjelang rapat kenaikan kelas dan pembagian raport aku benar-benar dibuat seolah seperti begitu mendalami peran sebagai orangtua yang mempunyai anak yang sayang dan sangat peduli kepada anak-anaknya, masyaAllah. Alhamdulillah banyak hikmah yang kudapat dari kejadian ini. Ucapku dalam hati. Hihi

     Diakhir cerita ini, aku mengibaratkan cerita ini seperti semut merah yang sedang berbaris di dinding sekolah. Mengapa semut? Dan mengapa harus dia yang Merah? Mengapa tidak hewan lain? Mengapa tidak semut yang berwarna lain? Mengapa dalam cerita ini di umpakan dengan dia yang Merah? Merah tentu melambangkan jiwa pantang menyerah yang semngatnya berapi-api. Tentu masih ada banyak lagi kiasan-kiasan yang dapat di umpamakan. Mengapa semut pak? Khususnya dalam Islam, Islam menggolongkan semut sebagai hewan yang istimewa. Serangga kecil ini bahkan diabadikan menjadi nama dalam surat Alquran yaitu An-Naml yang berarti semut.

Aku sadar, aku takkan mungkin untuk terus dan selalu membersamai mereka, aku dan mereka hanya kesempatan yang mungkin takkan datang kedua kalinya. Walaupun kelak aku dan mereka kan berpisah dipisahkan dengan waktu ataupun jarak, aku yakin kelak ada diantara mereka yang kembali mengingat masa-masa indah ini, ada diantara mereka yang kan masih ingat, ada diantara mereka yang kan mendo’akan kebaikan da nada diantara mereka yang kan jadi lebih hebat dan baik dari ku. Aku sadar, apa yang ku beri hari ini itulah kelak yang kan ku terima. Bagaimana bila semua tidak sesuai dengan apa yang bapak katakana? Sungguh Allah lebih tau dari apa-apa yang tidak aku ketahui.

Kelas ini dan mereka semua bagiku adalah aset yang sangat berharga, pada masing-masing mereka tersimpan harapan-harapan besar, mimpi-mimpi besar yang kelak akan terwujud dengan cara merka masing-masing. Di kelas ini dan bersama mereka jugalah aku sadar bahwa ilmu ku belum seberapa dan pengabdianku juga belum ada apa-apa bila dibandingka dengan guru-guru seniorku yang sudah lama menjalani dan merasakan lika-liku kehidupan sebagai seorang guru, sungguh aku belum ada apa-apanya.

Namun dari kelas ini dan mereka jugalah aku yakin, bahwa satu orang dapat kembali menghidupkan suatu bangsa. Maksudnya adalah, semut mengajarkan bahwa seseorang tidak boleh terlepas dari usaha pribadinya. Kemudian mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Ya, inilah yang dilakukan semut saat menghadapi masalah. Misalnya, kaki dan langkah manusia tentu menjadi ancaman berbahaya bagi semut karena bisa mati terinjak. Lalu kemudian akhirnya menikmati proses dan tidak mengharapkan hasil. Semut telah memberi contoh tentang nikmatnya berfokus pada proses, bukan pada hasil. Mereka punya energi atau kekuatan untuk mengerahkan segala upaya, maka kekuatan ini sebetulnya merupakan anugerah yang harusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bila merasa tidak puas pada hasilnya, maka ada kekurangan pada proses ikhtiar.

Terima kasih sekolah, jurusan dan kelas ini yang sudah menjadi inspirasi kebaikkan ku selama ini. Sungguh aku akan sangat merindukan kalian. Salam teruntuk semut merah yang ada di dinding sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun