Mohon tunggu...
Robi Firnando
Robi Firnando Mohon Tunggu... Penulis - Man Jadda Wajada

Tidak ada balasan kebaikan selain kebaikan pula (Ar-Rahman: 60)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semut Merah di Dinding Sekolah

18 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 18 Juli 2022   08:05 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bahagia X Broadcasting-Dokumen pribadi

     Setelah cukup sekian lama sekolah dilakukan dengan sistem online atau tidak tatap muka, akhirnya tibalah waktu yang sudah dinanti-nantikan, akhirnya sekolah kembali diperbolehkan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka namun dengan catatan tetap memperhatikan dan melaksanakan protokol kesehatan. Lantas kondisi ini membuat sekolah mengizinkan anak-anak dan guru untuk dapat melaksanakan pembelajaranya saecara langsung atau tatap muka. Tentu dalam hal ini wali kelas mendapatkan arahan untuk segera bisa mengadakan pertemuan secara langsung dengan kelasnya masing-masing sebagai awal perkenalan. Tidak terkecuali aku dalam hal ini.

Oh iya, sebagai informasi aku ditunjuk sebagai wali kelas sepuluh Broadcasting dan Perfilman atau bisa di singkat dengan BCF. Jurusan ini hanya satu kelas untuk kelas sepuluhya, ketua jurusannya kalian tahu? Ibunya cantik, tidak sombong, ramah orangnya lagi baik hatinya. Insyaallah. Namanya ibu Nikmah Fauziah Adinna, tapi aku sering memanggilnya dengan panggilan ibu Nina. Sebenarnya semasa sekolah aku tidak tidak begitu kenal dekat dengan beliau, tapi aku tahu kalau beliau guru di sekolahku. Entah kebetulan atau memang sudah ketentuanNya aku juga tidak tahu mengapa dengan cepatnya aku bisa kenal baik dan akrab dengan ibu Nina atau jangan-jangan aku nya saja yang sok asik kali ya, tapi bodoh amat mau bilang apa terserah. Terlepas tugasnya beliau sebagai ketua jurusan, kadang-kadang jujur saja beliau juga cukup iseng orangnya, kok begitu pak Al? “Iya, beliau itu kadang suka kepo sama pasangku siapa”. Terus kalau aku lagi buat snap WA nih sama anak-anak kecil, terus beliau balas deh tu. “Ibunya mana om??”. Apakah masih ada lagi keisengannya beliau pak?, oh tentu masih ada. Cuman disini singkat aja ya dulu. Nanti beliau tahu, terus tambah jadi isengnya. Hihihi.

Kembali ke cerita……

     Tibalah hari dimana aku bertemu secara langsung dengan anak-anak kelas ku di dalam ruangan aula sekolah. Setelah selesai dipanggil satu persatu nama mereka sesuai dengan jurusan yang telah mereka pilih kemudian aku diarahkan oleh wakil kesiswaan untuk segera membawa anak-anak kelas ku ke ruangan yang sudah ditentukan. Tanpa berlama-lama setelah semua sudah dipanggil aku langsung membawa mereka ke kelas yang sudah di tentukan. Disinilah cerita dan kisah di mulai.

Dengan penampilan ku yang rapih berbaju batik lengan panjang, rambut rapih mode ke kanan, memakai jam tangan dan senyum manis khas yang bila dilihat maka akan sulit untuk dilupakan serta sepatu hitam yang dikenakan aku langsung memperkenalkan diri serta menjelaskan dengan singkat beberapa aturan-aturan yang perlu mereka taati selama menjadi siswa di sekolah.

Setelah selesai memperkenalkan diri dan menjelaskan dengan singkat aturan yang ada di sekolah aku mempersilahkan mereka satu persatu secara bergantian untuk memperkenalkan diri mereka dengan singkat dengan menyebutkan nama, asal sekolah dan tinggalnya dimana. Singkat cerita, dari ketiga puluh sembilan mereka dengan beragam latar belakang serta tentu berbeda-beda pula karakternya aku berpositif thinking rasa-rasanya tidak ada yang sulit kedepan untuk bisa mendidik mereka dengan baik. Eh ternyata rasa-rasaku salah. Arghhh.

     Dari ketiga puluh sembilan mereka tentu tidak semuanya ingin dan mau untuk ku atur, atau mungkin sebagian mereka hanya belum ingin saja untuk bisa diatur, aku yakin dari mereka yang belum atau yang berpura-pura ingin diatur itu kelak akan mengerti, bahwa bila kita ingin jadi pemimpin syarat terkecilnya ialah harus bisa di pimpin. Itu sudah menjadi hukum alamnya. Lantas apakah aku menyerah dalam menghadapi mereka? Tentu saja tidak, masih banyak caraku untuk bisa membuat mereka terpesona, dalam hal ini aku lebih menekan kan kepada mereka untuk lebih mengutama dan mendahulukan adab daripada ilmu, karena ilmu tanpa adab bak berkelana tanpa tahu arah tujuan kemana. Terlebih lagi aku sebagai seorang guru Agama, jadi tak aneh rasanya bila ku sampaikan pesan begitu.

Cara sederhana ku membuat mereka terpesona ialah dengan bisa menghafal nama-nama mereka, karena dengan hafal dan tahu siapa mereka itu merupakan suatu kebaganggan tersendiri bagi mereka, ini sudah kurasakan sendiri saat masih menjadi siswa dahulu di sekolah. Sulitkah? Tidak juga, hanya memang kadang suka lupa dan tak jarang juga panggil nama siapa tapi orang yang ditunjuk siapa. Hihi. Memang hafal siapa-siapa mereka? Oh tentu saja, baik aku sebutkan ya satu persatu nama-nama mereka, mohon maaf bila ada kesamaan nama dengan pembaca sadarilah ini hanya cerita dan kisah dari Semut Merah yang diangkat dari kisah nyata dan tak lupa dengan bumbu-bumbu sandiwaranya. Hihihi.

Oh iya, dari ketiga puluh sembilan anak-anak kelas ku itu laki-laki berjumlah empat belas orang dan perempuanya berjumlah dua puluh lima orang. Kok lebih banyak perempuan pak dibandingkan laki-laki? Maaf, aku juga tidak tahu, mungkin ini salah satu tanda-tanda akhir zaman kali ya. Hihi. Baik aku mulai dari ke empat belas anak laki-laki yang ganteng-ganteng terlebih dahulu, dimulai dari, Adam, Alung, Dimas, Hasbi, Iqbal, Rafi, Fa’i, Adit, Iwan, Bana, Vinson, Wahyu Fariel. Bagaimana, sampai disini sudah yakin belum? Oh, belum ya. Baik aku yakin kan lagi ya.

Nah selanjutnya aku akan tuliskan dua puluh lima nama-nama yang perempuannya, perhatikan baik-baik ya siapa tahu ada diantara nama-nama mereka ada yang sama dengan nama mantan mu, eh maaf. Maksudku sama dengan nama kamu. Wkwkwk.

Baik, aku mulai dari Aulia, Icha, Asih, Cristhine, Chika, Citra, Dita, Eka, Fildzah, Fitri, Helda, Lina, Intan, Lisa, Melani Putria Meme, Nafisa, Naomi, Nazwa, Octa, Ayu, Rabiah, Rani, Rasyikha, Ridmar, Bila. Bagaimana sampai disini sudah yakin belum bahwa aku benar-benar wali kelas yang peduli? Sebenarnya tidak penting juga sih mau dijawab sekarang atau nanti, yang paling penting ialah, bila kita ingin dikenal kita juga harus belajar mengenal orang sama dengan halnya bila kita ingin dihargai orang lain kita juga harus bisa menghargai orang lain. Hehe, kurang lebih pesan bijaknya begitulah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun