"Masuk, Teh," ucap Debi seraya melepas genggaman pada tangan Rus. Gadis itu buru-buru masuk, sementara Rus mengikutinya dengan takzim.
Setelah Debi mengeluarkan perangkat laptop miliknya dari kamar, keduanya mendeprok di ruang Tengah. Rus memperhatikan bagaimana tangan gadis yang sedang menempuh tinggi itu bergerak dengan lincah di papan ketik. Rus terkesiap saat Debi meminta menyebutkan alamat surel dan kata sandi yang terhubung pada ponselnya yang hilang. Masih dengan agak terbata, Rus melafalkan apa yang diminta.
"Terakhir dua puluh menit yang lalu, ada di pasar Kebon Lonceng, Teh. Mungkin yang nyolong mau jual hapenya di konter," ucap Debi tanpa berpaling dari layar laptop.
"Debi, yang penting itu foto Aji. Semuanya ada di situ," ucap Rus lemah. Saking pelannya suara itu keluar, Debi merasa perempuan di sampinga itu malah seperti sedang berbisik.
Debi berpaling dari laptop melihat mata tetangganya yang sudah dibanjiri air.
"Ada apa, Rus?" Titi, orang tua perempuan Debi, dari dapur berjalan menghampiri keduanya. Begitu melihat Rus sedang menangis, perempuan paruh baya itu lekas berjongkok, dan memegang bahu Rus. "Kenapa ini, Debi?" katanya.
"Hape Teh Rus dicolong orang," sahut Debi.
"Lho, kok bisa? Teledor kalik, naruhnya."
"Ma...." Debi lekas memutus ucapan ibunya selagi tidak tambah ke mana-mana. Dia tahu betul tabiat orang tuanya itu.
"Yang penting itu, foto Aji. Kalau hapenya mau diambil, enggak apa-apa, ambil aja," ucap Rus diiringi air matanya yang tambah deras.
"Debi salin dulu, terus manasin motor. Teh Rus bisa salin atau nunggu dulu. Kita harus cepat ke Pasar. Siapa tahu masih bisa ditemuin."