"Lalu?"
Calvin terlihat berpikir sejenak, beberapa detik kemudian mulai bicara. "Aku datang ke sini untuk menemani kakakku yang terbaring koma," katanya.
"Koma?" tanya perempuan itu tidak percaya.
"Iya, dia koma karena kecelakaan sekitar dua bulan lalu," jawab Calvin. Setelah itu dia menceritakan semuanya. Semuanya! Termasuk tentang kebohongan Himori dan juga ayah dan ibunya yang juga sudah tiada. Entah mengapa, anak itu begitu lancar bercerita pada orang yang bahkan baru hari ini dikenalnya secara resmi. Berbicara dengan perempuan tersebut membuatnya damai, sama seperti ketika Calvin bercerita pada ibunya. Perempuan itu selalu membuatnya merasa dihargai, tidak seperti orang-orang dewasa yang mengenalnya. Pengecualian untuk Himori dan Axel, mereka tahu siapa Calvin adanya.
"Jadi kamu mengirim lukisan-lukisan ini untuk panti asuhan?" tanya Calvin seperti tidak percaya saat mendengarkan cerita perempuan itu.
"Iya, aku memang selalu mengirimnya ke sana. Orang tuaku tidak ingin aku melukis lagi sebenarnya."
"Kalau begitu, kamu dapat semua alat lukis ini dari mana?"
"Aku menyuruh perawat untuk membelinya. Dengan uang yang kumiliki, aku bisa melakukan apa pun. Lagipula, di sini aku tidak akan ketahuan jika ternyata aku melukis lagi," ucapnya sambil tersenyum getir.
Calvin mengamati senyuman itu, senyuman yang menyiratkan kekesalan. "Wah, orang dewasa dengan uang banyak sangat menyenangkan ternyata. Perawat pun bisa dibeli," ucap Calvin sambil tertawa.
Perempuan itu ikut tertawa, "kau ini ... bicaramu itu tidak sopan, tahu!"
"Oh, ya? Maaf kalau begitu."