"Aku hanya bercanda, Calvin ... sungguh!" Bianca mencoba memperbaiki ucapannya. "Lalu apa alasanmu menanyakan itu?" kali ini Bianca bertanya dengan raut lebih serius. Pelukis itu menghentikan sejenak sapuan kuasnya.
Calvin kembali menghentikan gerakan tangannya, dia memilih untuk memikirkan kata yang tepat untuk dia ucapkan untuk menjawab pertanyaan Bianca. "Si pemalas itu ...," ucap Calvin, menggantung.
"Kenapa?" tanya Bianca sambil mengerutkan keningnya.
"Iya ... dia selalu saja malas. Dia tidak pernah menjawab atau merespon semua pembicaraanku," keluh Calvin. "Dan kau tahu? Aku mulai bosan dengan tingkahnya itu."
Mendengar itu, Â Bianca tersenyum. Sambil tetap melukis, dia mencoba menanggapi sisi anak-anak Calvin yang mulai muncul, Bosan. "Kamu tahu kan, kalau Himori itu mengetahui Axel koma jauh lebih lama sebelum kamu?"
Calvin menggangguk.
"Bayangkan betapa bosannya dia. Tapi, dia tahu. Ada harapan yang akan menjadi nyata. Mungkin karena itu jugalah, yang pada akhirnya membuat Himori memberiahumu kalau Axel koma. Ya ... kamu harapan itu, Calvin. Kamu harus lebih tegar daripada Himori. tunjukkan pada Axel kalau kamu menantinya. Sangat menantinya," ucap Bianca, menguatkan.
"Aku sudah melakukannya, Bianca! Aku menginginkan dia bangun dan merespon semua harapanku. Tapi nyatanya ... dia terlampau malas. Dan aku mulai kesal. Dan kalau melihat keadaanku yang seperti ini, yang gampang sekali bosan, Aku terlihat seperti anak-anak. Sangat payah, bukan?"
Bianca tersenyum. Kamu memang anak-anak, Calvin. Dan itulah yang membuatmu merasa cepat bosan, batinnya. Kemudian Bianca mengusap bahu Calvin, "Kamu harus terus mengajaknya bicara! Kamu harus kuat, dan kamu harus yakin kalau Axel akan bangun."
"Tapi aku bosan!" potong Calvin cepat. "Bayangkan Bianca, ini sudah hari kesembilan puluh dan dia belum bangun juga!" katanya lagi.
"Baiklah, begini saja Calvin. Aku akan mengajakmu berlomba!" kata Bianca.