"Nanti, kalau urusanku sudah selesai, aku kembali untuk makan," jawab Calvin. Anak itu kemudian berlalu, meninggalkan raut heran di wajah Himori.
Lagkah kaki membawanya kembali pada kebiasaan. Kebiasaan untuk menengok si pelukis. Sejak pertama kali Calvin bertemu dan tertarik dengan apa yang sedang dikerjakan perempuan itu, Calvin jadi semakin tertarik dan terus ingin mengunjunginya. Melihatnya menyapukan cat minyak dengan kuas di permukaan kanvas membuat Calvin senang.Â
Dan lucunya, sampai saat ini Calvin belum berani untuk sekadar menyapa. Anak itu lebih memilih untuk tetap mengamati tanpa pelu bertanya, walaupun sebenarnya hatinya berkata lain.
Calvin kembali duduk di kursi biasa, memandang si pelukis dari jarak itu.
Begitu Calvin duduk, sebenarnya perempuan itu sudah menyadari keberadaan si bocah. Dan sesaat setelah Calvin duduk, perempuan tersebut sudah mengulum senyum. Kali ini Calvin balas ternyenyum, dia tidak pergi saat si perempuan memergokinya, memilih untuk diam di tempat, tetap pemperhatikan saat si pelukis menyapukan cat.
"Apa aku harus menyapanya?" Calvin bergumam. "Tapi aku malu. Lalu bagaimana jika dia tidak ingin diganggu? Akh, rasanya tidak mungin. Mana bisa dia terganggu hanya karena seorang anak kecil? Lagi pula dia tersenyum lagi padaku.Â
Axel, pemalas ... andai kau ada di sini, aku pasti sudah meminta saranmu. Tapi sialnya kamu terlampau malas untuk itu. Kau pemalas yang kurang ajar!" umpat Calvin kesal. Entah apa yang sebenarnya dipikirkan anak umur delapan tahun itu.
Calvin berdiri dari posisi duduknya, kakinya melangkah maju, jantungnya berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Matanya menatap lurus ke orang yang memang sedari tadi diperhatikannya, dia melangkah mantap. Tapi, ketika orang itu menatapnya heran, Calvin langsung mengarahkan kakinya ke sisi kanan. Dia hendak pergi dan mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih dekat kepada si pelukis.
"Hey!" teriak perempuan itu.
Teriakan yang membuat Calvin menghentikan langkahnya, dia berpaling ke sumber suara. "K-kau memanggilku?" tanya Calvin sedikit kikuk.
Perempuan muda itu tersenyum. Lalu berkata, "Siapa lagi memangnya?"