"Memang pemalas yang ulung, kau ini!" ucap Calvin saat sudah menaruh benda yang diminta dari perempuan pelukis itu ke dalam tas. Calvin kini menarik kursi di sebelah Axel. Dia kembali duduk di sampingnya. "Hey, pemalas! Apa kau tidak bosan terus berbaring seperti itu?" Calvin menggenggam tangan kiri kakaknya yang terpasang selang infus.
**
Setelah perkenalan resmi itu, Calvin menjadi sangat bersemangat untuk datang ke rumah sakit. Tiap datang, anak itu akan bercerita pada Axel yang terbaring, tentang sekolahnya, kemudian bercerita juga  tentang perempuan pelukis, yang ternyata bernama Bianca. Calvin semakin dekat dengan perempuan itu, dia begitu baik dan perhatian. Bianca juga tidak pelit saat membagi ilmu lukisnya pada Calvin.
Mereka akan terlihat bersama saat senja tiba, bercerita segala sesuatu yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak bahkan sedih seketika. Semuanya terulang terus setiap hari, tapi tidak pernah bosan.
"Bianca, pernahkah kau merasa bosan?" tanya Calvin tiba-tiba. Bocah itu menghentikan gerak tangannya yang sedang menyapukan kuas pada kanvas kosong.
Bianca menatapnya, "Tentu saja pernah."
"Lalu apa yang kau lakukan supaya rasa bosan itu hilang?" tanya Calvin lagi.
"Aku berbicara denganmu," jawab Bianca cepat.
"Sebelum mengenalku?"
"Aku melukis. Hanya itu yang kulakukan. Tapi percayalah, ketika kita melakukan sesuatu yang kita senangi, maka rasa bosan biasanya menguap begitu saja," katanya. "Eh, apa kamu mengeti maksudku?" tanya Bianca kemudian. Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan oleh Calvin. "Aku tidak perlu menanyakan itu seharusnya," kata Bianca, lagi.
Segaris senyum masam terbentuk dari bibir Calvin. Kemudian bocah itu melanjutkan aktivitas melukisnya. Dia menggoreskan warna hitam pekat pada pinggiran kanvas. Dengan hati-hati, dia lalu menyapukan warna lainnya.