Ketika sudah dibeli oleh "oknum-oknum tertentu", tentu tidak bisa ditebak apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Bisa saja, data bocor yang dijual itu untuk target promosi "situs-situs terang" atau "situs-situs gelap".
Atau malah digunakan "oknum-oknum yang membeli" itu ke hal-hal menjurus ke kejahatan siber.
Dari sisi internal, KPU harus memastikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cakap di Bidang Informasi dan Teknologi (IT). SDM handal ini untuk meminimalisir "kesalahan dan kelalaian" yang bisa saja dilakukan oleh pihak KPU sendiri. Petugas-petugas KPU harus paham batasan-batasan apa saja yang boleh dilakukan terhadap data-data DPT Pemilu.
KPU juga harus rajin membangun komunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Satuan Siber Tentara Nasional Indonesia dan Badan Intelejen Negara (BIN).
Langkah kolaboratif harus berjalan secara terorganisir untuk merumuskan strategi mencegah kebocoran data. Samakan persepsi agar tidak ada ego sektoral.
Jika melihat banyaknya jumlah penduduk, saya percaya Indonesia tidak kekurangan SDM ahli-ahli di bidang teknologi. Ini untuk meminimkan biaya-biaya besar jika melibatkan ahli IT luar negeri.
Bangun sistem security pengendali data secara teknikal yang lebih memadai. Update dan upgrade teknologi secara rutin, lengkapi sertifikasi keandalan sistem.
Selain itu, keterlibatan pihak-pihak lain dari unsur masyarakat yang punya fokus terhadap mencegah kejahatan siber juga harus dirangkul oleh KPU.Â
Ini agar timbul kesadaran semua masyarakat tentang pentingnya menjaga keamanan data privasi di era digital.
Satu lagi, KPU harus menentukan batasan-batasan ketersedian data tersebut. Semisal, siapa-siapa saja yang bisa mengakses data. Lalu, data-data apa saja yang dapat diakses oleh orang-orang tersebut.