Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU Kelautan diatur bahwa Pemerintah mengoordinasikan pengelolaan sumber daya ikan serta memfasilitasi terwujudnya industri perikanan. Ayat (2) mengatur bahwa dalam memfasilitasi terwujudnya industri perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah bertanggung jawab untuk: (a). menjaga kelestarian sumber daya ikan; (b). menjamin iklim usaha yang kondusif bagi pembangunan perikanan; (c). melakukan perluasan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan.
Potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 7,3 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Dari seluruh potensi ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,8 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari, dan baru dimanfaatkan sebesar 5,4 juta ton pada tahun 2013 atau baru 93% dari JTB sementara total produksi perikanan tangkap (di laut dan danau) adalah 5,863 juta ton[12].
Pemanfaatan potensi sumber daya perikanan mendorong peningkatan kegiatan perdagangan produk kelautan dan perikanan antar negara maupun antara area di dalam wilayah NKRI.
Sumber daya perikanan, status perikanan tidak terisolasi dari sumber daya perikanan dunia. Keadaan, kondisi, status perikanan Indonesia saling mempengaruhi, tergantung dan meniadakan dengan sumber daya perikanan dunia. Secara global, perairan laut adalah wadah suatu kesatuan.
Sebagai wadah bersama, sumber daya perikanan memiliki sifat interkonesitas, indivisibilitas, dan substraktibilitas. Sifat interkoneksitas adalah sumber daya perikanan memiliki saling keterkaitan antara suatu komponen. Sifat indivisibilitas adalah sumber daya perikanan tidak mudah dibagi-bagi menjadi bagian atau wilayah perairan tertentu. Sifat indivisibiltas muncul karena ikan melakukan migrasi antara wilayah dan tidak bisa dibatasi pergerakannya dalam suatu ekosistem alam. Sifat substraktabilitas artinya bahwa sumber daya ikan bila diambil oleh orang tertentu pada waktu tertentu akan mempengaruhi keberadaan dan ketersediaan ikan bagi orang lain di waktu yang lain. Secara umum, sifat sumber daya ikan adalah open accessdan common property yang mengandung arti bahwa dari pemanfaatannya bersifat terbuka, oleh siapa saja, dan kepemilikannya bersifat umum[13].
Pengelolaan sumber daya perikanan berarti bahwa upaya penangkapan atau pemanfaatan sumber daya harus ditetapkan atau dikendalikan pada tingka tertentu. Pada dasarnya, pemanfaatan sumber daya hayati wilayah lautan dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pemanfaatan langsung dimaksudkan sebagai pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan fisik manusia, seperti pangan, sandang, papan, dan kebutuhan religio-kultural, serta rekreasi. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung berkaitan dengan fungsi sumber daya yang bersangkutan dengan ekosistem, misalnya sebagai pelindung pantai, penghasil zat organik, dan tempat asuhan anakan biota[14].
- Pengembangan Kelautan
Berdasarkan Pasal 34 UU Kelautan diatur bahwa pengembangan kelautan meliputi:
Pengembangan sumber daya manusia;
Berdasarkan Pasal 36 ayat (2) diatur bahwa kebijakan pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui: (a). peningkatan jasa di bidang kelautan yang diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja; (b). pengembangan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang keluatan; (c). peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem informasi kelautan; (d). peningkatan gizi masyarakat kelautan; (e). peningkatan perlindungan ketenagakerjaan.
Riset ilmu pengetahuan dan teknologi;
Berdasarkan Pasal 37 ayat (2) diatur bahwa dalam mengembangkan sistem penelitian, Pemerintah memfasilitasi pendanaan, pengadaan, perbaikan, penambahan sarana dan prasarana, serta perizinan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, baik secara mandiri maupun kerjasama antar linta sektor dan antar negara.