Dengan senyum ramah Pak Hendru orang tua Putra bertanya kepada Pak Arif saat di mengunjunginya di kantor.
"Sayapun tak sabar Pak, namun belum dapat persetujuannya. Saya tak bisa memaksanya karena yang menjalani dia. Tak ingin ada penyesalan di akhir. Jikapun dia belum mau kita sabar saja dulu ya Pak."
"Sejak kepulangan mereka kemarin dari kampung, Putra itu jadi semakin rajin di rumah, semakin perhatian terhadap saya dan ibunya. Biasanya cuek dan jarang mau di rumah. Makanya ibunya pun sudah tak sabar Pak."
"Nanti saya coba bicara lagi dengan dia Pak."
"Okelah Pak, saya permisi dulu ya. Assalamualaikum."Â
"Waalaikumsalam." Pak Hendru segera keluar dari ruangan kerja Pak Arif.
***
"Ibu bilang kamu belum bisa nerima Putra, kenapa Nak. Beri bapak alasan akurat biar bapak tidak memberi harapan pada orang tuanya Putra." Sisi dan Bapak duduk di ruang tamu. Sisi belum mampu menjawab bapak. Sisi bingung. Separuh hatinya ingin melihat senyum mereka, separuh hatinya penuh senyum bang Surya.Â
"Si, bicara saja, bapak gak akan marah. Kamu jangan takut Nak."
"Sisi bingung Pak. Maafin Sisi ya Pak."
"Kamu tak salah Nak. Bapak hanya ingin tahu isi hati kamu."