Mohon tunggu...
A Rita
A Rita Mohon Tunggu... -

Seorang sekretaris yang nggak seksi,\r\ningin nampang dan terkenal tapi minder,\r\ningin tenar tapi nggak lovable enough,\r\nseorang pemimpi sejati yang terus mencari jalan untuk meraih mimpinya,\r\n\r\ndan seorang Putri yang menginginkan cinta sejati,\r\n\r\nsekaligus spesialis cerita sedih dan mellow\r\n\r\nread my stories in\r\nkaryacinta-rita.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Di Penghujung Senja #1

30 Mei 2015   13:41 Diperbarui: 9 November 2015   17:20 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yakin dengan cintanya, Nazia meninggalkan rumah karena tak ada juga pengertian dari sang ayah. Ibu dengan tangisnya yang tiada henti pernah memohon pada Nazia untuk memikirkannya sekali lagi. Menikah beda agama adalah dosa besar. Jangankan manusia, Tuhan pun tak akan merestuinya. Tapi, Nazia sudah bulat dengan keputusan itu walaupun dengan jujur ia mengakui sangat berat untuk pergi. Namun, ini takdirnya. Meskipun ia harus meninggalkan adik yang begitu disayanginya.

“Uni mau pergi ke mana?" Aku merengek di depan pintu saat Nazia tengah mengemasi semua baju-bajunya ke dalam tas. "Jangan pergi…”

Betapa terakut hatinya melihat Aku menangis. Adik lucunya yang terpaksa harus ia tinggalkan juga. Usianya masihlah kecil saat itu. Sembilan tahun. Ia masih belum mengerti apa-apa. Ia masih belum mengerti bahwa ayah terlalu keras padanya dan jika di usia seperti ini ayah masih saja memaksakan kehendaknya, satu persatu orang di rumah ini akan pergi.

“Uni hanya pergi sebentar, Dik…," ujarnya, sambil membelai rambut lurus Aku yang berponi.

Mata anak itu sudah merah sekali. Suaranya pun parau karena tak bisa diam.

Nazia mulai menyeret kopernya keluar kamar melewati Aku yang masih menangis di ambang pintu. Terngiang rengekannya saat ia berlari mengejar Nazia hingga ke pintu namun ibu menariknya menjauh agar membiarkan Nazia pergi. Hari itu, Nazia tak bisa melupakannya. Malahan sekarang malah bangkit menjadi rasa bersalah tak terbayar terlebih ketika ia tahu bahwa selepas kepergiannya dari rumah, aku adalah pengemban misi sang ayah yang telah ia gagalkan.

Aku telah tumbuh menjadi gadis yang pendiam. Yang menjadikan belajar adalah nafasnya untuk bisa hidup dalam impian ayah. Harapan ayah yang terlalu besar terhadapnya menjadikannya tidak berpendirian sendiri. Sesungguhnya, Nazia sangat kasihan padanya, namun apa boleh buat. Aku adalah boneka kesayangan ayah, bukan seorang putri baginya. Ayah terlalu keras. Tidak ada seorang pun yang boleh berhubungan dengan Nazia, bahkan menyebut namanya saja begitu diharamkan. Maka, dengan sekuat tenaga ia bertahan hanya agar tidak perlu pulang menemui keluarganya karena sudah pasti ia tak diakui. Bertahun-tahun setelah itu pun, masih enggan bagi Nazia untuk pulang bahkan untuk sekedar memberi kabar.

Dan sekarang, aku sudah sangat terlambat untuk bermimpi –mengejar  mimpinya di dunia nyata. Ia sudah tak punya banyak waktu.

Tuhan, apakah doa seorang yang seperti hamba ini masih dapat Engkau kabulkan? Bukanlah keinginanku untuk melepaskan pertalian darah yang abadi itu. Bukan pula keinginanku, menjadi sebatang kara bilamana kau renggut ia dariku… Maafkan hamba-Mu yang telah begitu salah dan gegabah dalam hidup. Jika keajaiban-Mu itu ada, selamatkanlah dia…

“Uni?" dr. Nira terlihat dari kejauhan dan tentu tengah menuju kemari. Mungkin saja ia ingin memastikan apakah Aku kembali melanggar aturannya dengan tetap menulis di malam hari.

Nazia segera menyeka air mata sedihnya. Namun, betapapun ia tersenyum, dr. Nira tentu sadar bahwa untuk ke sekian kalinya, wanita ini menangisi adik keakugannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun