Mohon tunggu...
A Rita
A Rita Mohon Tunggu... -

Seorang sekretaris yang nggak seksi,\r\ningin nampang dan terkenal tapi minder,\r\ningin tenar tapi nggak lovable enough,\r\nseorang pemimpi sejati yang terus mencari jalan untuk meraih mimpinya,\r\n\r\ndan seorang Putri yang menginginkan cinta sejati,\r\n\r\nsekaligus spesialis cerita sedih dan mellow\r\n\r\nread my stories in\r\nkaryacinta-rita.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Di Penghujung Senja #1

30 Mei 2015   13:41 Diperbarui: 9 November 2015   17:20 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang dokter terpana menatapnya. "Ya, aku lupa kamu memang suka sekali dengan kupu-kupu…," katanya dan Aku pun tersenyum lagi. Lalu dokter itu berdiri, teringat bahwa sudah saatnya bagi pasien untuk beristirahat.

Matahari telah pergi memenuhi kerinduan belahan dunia lain kepadanya untuk kembali esok hari. Ia tak bisa tinggal lebih lama karena tak ditakdirkan untuk pilih kasih. Seperti Tuhan menakdirkan sepasang hati yang harus meninggalkan begitu masanya habis. Tapi, berterima kasihlah kepada matahari yang bisa kembali. Tetapi cinta, ia tidak kembali, ia hanya tertinggal namun dalam bentuk yang lain –kenangan.

Aku terdiam, menyaksikan langkah dokter itu sambil berharap ia akan kembali membuka pintu itu dan mendengarkan semua ceritanya hingga usai. Setiap hari hanya menulislah penghibur satu-satunya yang ada di tempat bagai penjara ini. Sesekali ada perawat berbaju putih yang tak terlalu ramah menemaninya berkeliling untuk melihat lebih banyak lagi orang-orang tak berdaya melebihi dirinya. Mereka semua menunggu, entah keajaiban atau kematian di mana kematian adalah sebuah kepastian. Akan tetapi, aku tidak ingin menunggu dengan putus asa, memandang keluar jendela, menyaksikan daun-daun pepohononan di halaman rumah sakit tepat di depan jendela kamarnya berguguran tak dapat melawan angin.

Dedaunan itu mengingatkannya kepada kodrat manusia sebenarnya, ia tak dapat menentang, hanya menjalani. Apakah manusia hidup hanya untuk mati seperti dedaunan itu? Yang melewati satu masa kehidupan, lahir, tumbuh, dan mati di dalam tanah?

***

Ada satu berkas di atas meja. Dibandingkan dengan berkas-berkas bersampul biru dan merah yang lainnya, berkas itu tampak  istimewa. Ia terpisah dari tumpukan itu dalam keadaan terbuka. Ada banyak lembaran hasil diagnosa yang dikumpulkan di dalamnya. Sampul depan berkas berwarna kuning itu, bertuliskan satu nama, aku. Gadis itu tidak punya nama panjang. Hanya nama sang ayah tertera di belakang namanya, Sharif.

Berdasarkan berkas itu, bisa diketahui bahwa Aku sudah dirawat sejak empat bulan yang lalu dengan diagnosa brain symptomps. Dia datang ke rumah sakit dalam keadaan pingsan setelah muntah-muntah dan sempat tidak sadarkan diri selama beberapa hari. Sekarang, ia berada di ruang khusus perawatan penyakit dalam dan tidak sembarangan orang yang bisa membesuk.

Dari beberapa data yang ada di berkas itu juga, tercatat ada sanak keluarga yang mengurusnya. Seorang kakak perempuan bernama Nazia. Tidak ada ayah atau ibu, yang menurut kabarnya meninggal beberapa waktu yang lalu dalam kejadian naas 30 September 2009. Aku tercatat sebagai lulusan cum laude perguruan tinggi negeri jurusan Sastra Bahasa Inggris. Namun begitu, ia belum pernah mempunyai pekerjaan. Dan sekarang entah bagaimana pula ia akan memiliki sebuah pekerjaan sementara mungkin sisa hidupnya akan ia habiskan di tempat pesakitan ini?

Gadis yang malang…

***

 “Menulis terus," tegur Nazia ketika malam hampir larut sementara Aku masih bergelut dengan pulpen dan buku catatannya. "Waktunya istirahat”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun