Aku baca dengan detail kertas itu. Oh, tidak! Ini laporan hasil Pra UN-ku sewaktu SMP. Aku penasaran, apa benar nilaiku 42,05? Telunjukku menyisir perlahan nilai-nilai yang tertera di kertas itu. Total nilai 47,19. Hah?! Â Jadi nilaiku bukan 42,05? Jadi aku bukan yang terbodoh di kelas? Tapi kenapa bapak membohongiku?
Aku tertegun. Lama aku berpikir, untuk apa bapak sengaja membohongiku? Aku berusaha berprasangka baik, aku mulai menerima. Air mukaku melunak. Aku tersenyum.Â
Terima kasih bapak karena telah membohongi anakmu ini. Bohongnya bapak telah memecut semangatku lebih tinggi lagi, sampai akhirnya nilaiku bisa lebih baik dari sebelumnya. Bahkan cukup untuk masuk ke sekolah favorit.Â
Kebohongan bapak sudah membuatku mudah masuk sekolah negeri manapun yang kumau. Tak ada yang mampu kuucapkan selain mendoakanmu selalu dalam kebaikan dan penjagaan Allah Ta'ala. Bohongilah aku lagi, jika itu bisa membuatku lebih baik.Â
Kali ini, giliranku yang menyembunyikan temuanku. Aku tidak bohong, aku hanya tidak memberitahukan.Â