Ah, aku malas mendengarnya. Aku kecewa. Nilaiku hanya 42,05. Aku yang paling bodoh di kelas ini.Â
"Hei Echi, kamu dah lihat nilainya? Dapat berapa? "
"48. Kamu berapa, Emi?"Â
"Sama. 48 juga. Eh, komanya berapa? "
Haisssshhh....!! Ku tutup telingaku. Dan aku mulai mengutuki diriku sendiri. Aku yang paling bodoh di kelas ini! Titik!
Dan setelah ini, jangan ada yang menanyai nilaiku!!
***
"Jadi, hierarkinya begini..Â
Mahasiswa takut dosen,
Dosen takut dekan,
Dekan takut rektor,
Rektor takut menteri,
Menteri takut presiden,
Presiden takut mahasiswa."
Aku memerhatikan dengan serius penjelasan Bu Wina, guru PPKn di kelasku. Aku tak tahu kalau perkataan Bu Wina itu mengutip puisi Bapak Taufiq Ismail yang berjudul "Takut 66, Takut 98".Â
Aku duduk di depan. Pandangaku fokus ke wajah Bu Wina. Aku berusaha memusatkan perhatianku pada penjelasan Bu Wina. Aku tak peduli gincu warna apa yang sedang menghiasi bibir Bu Wina. Fokusku hanyalah: jangan ada satu pun materi yang tidak aku pahami! Nilai UN nanti, nilaiku harus tinggi!
"Ning, serius amat mukanya? Santai aja, ga usah tegang begitu. Belajar itu harus sersan ya anak-anak.. Serius tapi santai.. "
Ah, Bu Wina. Ternyata beliau memerhatikanku. Aku malu, aku tersenyum, lalu menjatuhkan wajahku ke tangan yang sejak tadi sedekap di atas meja. Lalu ku angkat kembali kepalaku sambil berusaha tetap tersenyum, fokus lagi, tapi kali ini berusaha lebih santai.Â