Risma
12011224821@students.uin-suska.ac.id
Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau
Abstrak
Kemajuan teknologi semakin hari semakin maju, dan justru pada saat ini, manusia dituntut untuk lebih peka terhadap lingkungannya dalam bentuk kematangan teknologi. Salah satu cara masyarakat telah menyebabkan kemajuan teknologi ini adalah melalui komunikasi. Komunikasi sangat erat kaitannya dengan bahasa, sehingga sulit bagi orang yang memiliki hambatan bahasa untuk memasuki era ini. Artikel ini membahas (1) bagaimana anak autis berbicara, (2) bagaimana anak autis berkomunikasi dengan masyarakat sekitarnya, dan (3) perkembangan bahasa pada anak autis.
Hal ini disebabkan karena anak autis memiliki gangguan pada sistem saraf pusat (SSP). Pengaruh bahasa komunikatif dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fonetik, sintaksis, dan semantik. Anak autis memiliki hambatan internal komunikatif, yaitu sering mengulang apa yang dikatakan orang lain, tetapi anak tidak autisme tidak mengerti, sering mendengus dan beo, ini karena masalah Broca pada otak anak autis.Â
Broca adalah tempat kata-kata disimpan di otak, dan jika Broca terganggu, si anak ini akan menjadi kemampuan untuk menghasilkan bahasa. jadi dalam hal ini orang tua memainkan peran penting dalam mengembangkan bahasa pada anak-anak cacat autisme, yaitu melalui terapi wicara. Terapi wicara ini meminimalkan dan pendampingan kebutuhan individu anak autis, terutama kebutuhan lisan atau bahasa nonverbal.
Kata kunci : Autis, Komunikasi,Produksi Bahasa, Pemahaman Bahasa
Pendahuluan
Di zaman yang semakin modern ini, pembaharuan teknologi menciptakan masyarakat yang bekerja dengan kematangan teknologi menjadi lebih maju dan tercetak masyarakat yang berkualitas.Â
Salah satu kualitas komunitas adalah memiliki kemampuan bahasa. Gangguan bahasa pada anak autis merupakan isu penting, sehingga anak autis harus meningkatkan kemampuan bahasanya agar dapat memasuki era teknologi 5.0. Ciri sosial era 5.0 adalah integritas dan kemandirian. Apalagi masyarakat sekarang adalah masyarakat yang memiliki keutamaan pada karakter integritas dan mandiri.Â
Karakter integritas dan mandiri inilah yang akan dapat mempersatukan keselerasian menuju kepada tujuan yang sama yaitu unggul dalam segala bidang dalam masyarakat industri, oleh karena itu dalam mencapai karakter integritas dan mandiri maka, kita perlu menanamkan dan memperkuat pola komunikasi dan perilaku pada anak usia dini agar terciptanya generasi yang unggul dan berkualitas. Â
Dan pada dasarnya, terutama anak-- anak memiliki kemampuan yang berbeda dalam menguasai dan memahami bahasa. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan ( intelligence ), kehidupan sosial, faktor keluarga,budaya dll.Â
Perkembangan bahasa komunikasi anak dinilai sangat penting (Aprilia, 2014), mengatakan dengan menjalin komunikasi yang baik bahasa pertama adalah bahasa ibu, sehingga penerimaan bahasa pertama berjalan dengan baik dan lancar maka bahasa kedua, ketiga atau bahkan keempat akan diterima bagus untuk anak-anak.Â
Setiap ayah atau ibu ingin memiliki bayi dengan kondisi bawaane stapi kenyataannya kelahiran bayi tidak seperti yang diharapkan para orang tua, kondisinya sangat bervariasi. Salah satunya adalah autisme. Anak autis memiliki keadaan khusus (Sicilliya, 2013) mengatakan bahwa Orang dengan gangguan perilaku atau orang dengan autisme tertarik pada hal-hal yang Anda sukai, perubahan suasana hati dibandingkan dengan anak normal.
Menurut safaria ( 2005:1) autisme itu merupakan ketidakmampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dikarenakan adanya ganggu berbahasa yang ditujukan pada keterlambatan dalam penguasaan bahasa, ecocalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat dan adanya keinginan obsesif dalam mempertahankan keteraturan dalam lingkungan nya.Â
Akan tetapi, Kemajuan teknologi pada era society 5.0 ini sangat berkaitan dengan komunikasi pada setiap individu, sehingga dalam hal ini pula bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pola komunikasi yang baik dan benar. Hal ini sangat berkaitan dengan anak yang menyandang status gangguan berbahasa seperti autis. Anak yang penyandang autisme pun dapat bergabung ke dalam dunia teknologi society 5.0 dengan mengembangkan kompetensi, salah satunya adalah dalam berbahasa. Ada beberapa faktor penyandang autisme, itu dikarenakan adanya asuhan orang tuanya ataupun keluarga nya dan terdapat kesalahan atau gangguan organik.Â
Seperti yang dikatakan (Aprilia, 2014) ia mengatakan bahwa anak penyandang autisme ini diakibatkan karena salah satu pola asuh yang dilakukan orang tua atau keluarga yang membuat anak penyandang autisme ini memiliki masalah atau gangguan terhadap saraf yang terdapat pada otak atau dapat kita kenal sebagai susunan saraf pusat ( SSP ). Gejala - gejala SSP ini dapat timbul pada anak dan bisa juga terjadi pada saat sang anak berada dalam kandungan ibunya ataupun ketika sang anak masih berusia sekitar empat sampai enam bulan.Â
Oleh karena itulah, dengan adanya gangguan sistem organik yang berada di dalam otak atau gangguan pada susunan saraf pusat yang membuat anak penyandang autisme mengalami kesulitan dalam berbahasa baik yang bersifat komprehensif dalam aspek semantis, fonologis, dan juga dari aspek sintaksisnya.
Pembahasan
A.Autisme
Autisme adalah gangguan perilaku yang terjadi pada saat perkembangan anak -- anak. Anak yang memiliki status penyandang autisme akan memiliki perilaku yang dominan menyukai aktivitas dari mental nya sendiri dan mereka akan lebih suka berhalusinasi dan melamun.Â
Autisme ini juga merupakan gangguan perkembangan yang sangat berat bagi seorang anak, itu dikarenakan dapat mempengaruhi cara interaksi sosial, cara berbahasa atau komunikasi, dan pengulangan tingkah laku mereka. Hal yang menyebabkan autisme ini terjadi masih menjadi suatu misteri di dalam dunia kedokteran. Adapun yang mengatakan bahwa penyebab autisme ini adalah adanya gangguan pada sistem saraf pusat ( SSP ).Â
Kelainan sistem saraf ini merupakan perkembangan dan pertumbuhan saraf otak yang tidak sempurna. Hal ini bisa terjadi pada saat umur kehamilan yang masih muda dan pada saat sel -- sel otak dalam proses pembentukan seperti yang dikatakan oleh ( Widiastuti, 2014 ) ia mengatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan alat khusus yaitu Magnestic Resonance Imaging ( MRI ) menampilkan bahwa adanya kerusakan pada otak yang disebut sebagai limbik sistem atau pusat sistem yang mengatur Terjadi nya suatu emosi pada sang anak.
Bahkan scovel ( 1998:26 ) mengatakan bahwa seseorang dapat melewati empat tahap dalam memproduksi suatu bahasa yaitu, konseptualisasi, formulasi, artikulasi dan pemantauan diri. Berikut adalah penjelasan dari keempat tahapan tersebut :
1. Konseptualisasi ( Conceptualizatio )
Menurut Scovel ( 1998:27 ), konseptualisasi ini adalah tahap seseorang dalam merencanakan yang ada di dalam otak mengenai unsur sintaksis ( syntactic thinking ) dan secara bersamaan akan membayangkan apa yang ingin di ucapkan ( imaginative thinking).
2. Formulasi ( Formulation )
Pada tahap kedua ini sang anak akan mulai menyusun suatu bunyi mulai dari kata, frasa, kalusa dan kalimat dalam mengekspresikan suatu makna bahasa. Contoh :
Guru : Itu contohnya. Contoh.... Perhatikan dulu ! Wildan ! Wildan ! Yang kedua kita catat apa? Penulisnya adalah siapa yang buat buku ini. Siapa yang menulis ? Penulis. Nah, siapa penulisnya ? Perhatikan !! Yang di maksud penulis itu siapa ? Orang yang menulis buku. Wildan, perhatikan Bu Iffah dulu, nulisnya nanti ! Sudah, Wildan ! Wildan, perhatikan, nulisnya nanti !
Wildan : Penulis ( tetap menulis )
Dari contoh di atas kita dapat melihat bahwa Wildan memang tidak mampu dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh gurunya dengan tepat, akan tetapi Wildan sudah dapat memproduksi suatu kata dalam sebuah bahasa yang baik. Wildan hanya menangkap inti dari perintah gurunya yaitu, "menulis buku" yang berarti "Penulis"
3. Artikulasi ( Articulation )
Pada tahapan ketiga ini bentuk pembicara yang ada di dalam otak yang diucapkan dalam sebuah bunyi yang jelas dan mudah di pahami. Organ tubuh yang di pakai dalam hal ini adalah mulut, bibir, pangkal tenggorokan, paru -- paru dan lidah.
Contohnya:
Guru : Judul bukunya apa tadi ?
Wildan : Teka -- teki si tanduk tunggal.
Guru : Penerbit nya siapa ?
Wildan : CV Selaka ( membenarkan tulisannya dan mengucapkan karena merasa apa yang telah diucapkan sebelumnya salah )
Guru : CV Selaka Publishing
Wildan : Publishing
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa Wildan mengetahui bahwa apa yang diucapkan nya adalah salah. Namun, ia enggan untuk membenarkan apa yang sudah ia katakan karena ia merasa lawan bicaranya ini sudah tau bagaimana cara pengucapan yang benar.Â
Kemudian, ketika guru menanyakan kembali tentang judul buku yang telah dibahas, Wildan dapat menjawabnya dengan benar. Namun, dalam pertanyaan mengenai penerbit sebuah buku Wildan dapat mengetahui bahwa jawaban tentang penerbit buku tersebut adalah apa yang diucapkan sebelumnya salah. Maka, ia pun membenarkan dan mengucapkannya kembali.
4. Pemantauan Diri ( Self-Monitoring )
Pemantauan diri ini adalah tahapan komunikasi bahwa si pembicara akan sensitif terhadap bahasa yang diproduksi lalu, dapat mengetahui kesalahan yang di ucapkan dan membenarkannya. Pada tahapan terakhir ini hampir sama dengan artikulasi. Kita bisa melihat pada contoh artikulasi tadi bahwa si Wildan mampu mengontrol atau mengoreksi kesalahan dalam pengucapan bunyi bahasa. Pemantauan diri ini akan terjadi tidak hanya dapat dilakukan oleh lawan biacar saja, tetapi dapat juga dilakukan oleh diri sendiri ketika kita mengetahui bahwa pengucapan bahasa yang diproduksi itu salah.
B. Cara Berbahasa Anak Penyandang Autisme
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan pada saat kita melakukan interaksi dengan seseorang. Bahasa juga terdiri dari bahasa verbal dan bahasa non verbal, bahasa dapat kita kembangkan sejak usia dini namun, jika mengalami gangguan pada sistem saraf pusat ( SSP ) yang terdapat pada bagian otak, maka ada beberapa penghambat perkembangan pada bahasa. Dan anak yang menyandang autisme akan mengalami gangguan yang terdapat pada limbik sistemnya yang terdapat pada bagian otak. Hal tersebut selain berdampak pada pencernaan anak akan berdampak juga pada aspek komunikasi, interaksi, perilaku dan emosi. Adapun beberapa dampak yang terdapat pada aspek komunikasi sebagai berikut.
1)Terlambat untuk memproduksi bicara,tanpa ekspresi dan gerak
2)Pengulangan kalimat yang diucapkan
3)Kalimat yang dikeluarkan tidak dapat dipahami oleh orang lain ataupun dirinya sendiri
4)Hanya bisa meniru kalimat yang diucapkan orang lain tanpa mengerti maksud nya atau pengertian nya
5)Menciptakan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
6)Jika anak penyandang autisme tidak berbicara maka ia akan menarik tangan orang lain untuk meminta sesuatu
Kesulitan dalam berbahasa akan dapat menggangu struktur sintaksis,semantis, dan juga fonologisnya. Jika diantara ketiga aspek tersebut terganggu maka, tidak akan dapat menghasilkan kalimat ataupun ujaran yang baik dan bersifat komprehensif. Masa anak -- anak dalam memproduksi bahasa sudah ditakdirkan ketika mereka masih berada di dalam kandungan. Itupun tergantung bagaimana cara mereka mengembangkan bahasa itu sendiri. Maka dari itu, perab orang tua dalam membantu mengembangkan bahasa pada anak. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa bahasa ibu atau mother language jika, bahasa pertama anak sudah dapat direspon dengan baik, maka untuk bahasa kedua,ketiga ataupun keempat anak akan lancar dan menerima bahasa tersebut dengan komprehensif. Seperti yang dikatakan ( Widiastuti,2014) bahwa peranan orang tua dalam aspek mengembangkan bahasa sangat diperlukan untuk anak yang menyandang autisme.
Pada dasarnya dalam proses berbahasa adalah sebuah perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan kemampuan untuk berpikir, berbicara, bersuara dll. Dalam berbahasa itu sendiri terdapat du proses yaitu proses produktif dan proses reseptif. Proses Produktif adalah ketika kita berbicara akan menghasilkan sebuah kode -- kode bahasa yang memiliki makna dan berguna, sedangkan Proses Reseptif adalah ketika lawan bicara mendengarkan kita bicara dan menerima kode -- kode bahasa yang bermakna dan berguna yang dapat disampaikan oleh si pembicara melalui artikulasi atau artikulatir dan diterima melalui alat -- alat pendengar.
Pada proses produksi bahasa atau dapat disebut dengan enkode, sedangkan proses penerimaan, perekaman dan pemahaman disebut proses dekode. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh ( Indah, 2016 ) proses rancangan berbahasa produktif dapat dimulai dari enkode semantik. Proses enkode semantik memiliki pengertian penyusunan konsep, ide, maksud dari kalimat atau kode gang akan disampaikan pembicara. Proses selanjyadalag dengan enkode gramatika. Enkode gramatikal adalah susunan konsep yang telah dibuat dengan enkode semantik dengan memperhatikan tata bahasa yang baik dan benar. Proses selanjutnya adalah enkode fonologi, setelah melalui tahap penyusunan konsep dengan enkode semantik lalu dilanjutkan dengan susunan konsep dengan enkode gramatikal, selanjutnya dengan susunan unsur-unsur bunyi dari kode tersebut. Proses -- Proses enkode ini terdapat pada otak pembicara kecuali dengan mengutarakan enkode fonologinga diutarakan melalui mulut dan dilakukan oleh alat-alat bicara atau alat artikulasi.
Anak autisme memiliki gangguan pada enkode terhadap kode-kode yang akan disampaikan kepada orang yang berada disekitarnya untuk mengajak berinteraksi atau berkomunikasi hal ini terkait dengan yang dijelaskan oleh (Indah, 2016) untuk menghasilkan kode-kode bahasa yang berguna dan bermakna, ada tiga enkode atau proses dalam produksi bahasa yaitu enkode semantik, enkode gramtikal, enkode fonologi. Apabila salah satu dari enkode tersebut mengalami gangguan maka kode yang akan disampaikan atau yang akan diproduksi akan bermasalah dan tidak akan diproses didalam otak pembicara.
C.Mengembangkan Bahasa Anak Autisme
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang paling penting dalam berinteraksi. Oleh karenanya mengembangakan bahasa sangatlah penting untuk mengembangkan bahasa pada anak yang menyandang autisme diperlukan kesabaran yang tinggi. Peran orangtua dalam mengembangkan bahasa pada anak penyandang autisme sangat tinggi. Keluarga merupakan lingkungan yang menjadi tempat belajar anak. Oleh dari itu, orangtua perlu bekerjasama satu dengan lainnya untuk mendorong atau mendukung anak yang memiliki gangguan autisme. Jangan melarang anak autisme untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya oleh karena itu hal tersebut dapat mengembangkan kepribadian anak autisme, seperti yang dikatakan oleh Sicillya (Boham, 2013) Salah satu cara untuk mengembangkan kebutuhan anak menyandang autisme secara pribadi adalah dengan terapi wicara. Terapi wicara merupakan salah satu cara untuk mengembangkan bahasa pada anak penyandnag autisme, sehingga memproduksi bahasa sangatlah penting.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat simpulkan bahwa Autisme adalah penyakit yang menyerang struktur otak sistem saraf pusat ( SSP ) Gangguan pada anak autis ini berimplikasi pada pola gaya komunikasi yang tidak dapat diterima oleh pendengar. Suatu pola komunikasi dikatakan sempurna jika terdapat aspek pendengar, aspek pembicara, dan aspek pembahasan atau topik dalam komunikasi tersebut. Pola komunikasi berupa bahasa produktif, yang selanjutnya akan disampaikan melalui ujaran-ujaran berupa bunyi-bunyian yang terkandung dalam ujaran lisan, dan melalui pengucapan. Proses bahasa pada anak autis mengalami hambatan dalam enkode dan Kode tersebut nantinya akan dikomunikasikan dalam bentuk kalimat. Pola komunikasi yang berbentuk bahasa produktif, yang nantinya akan di sampaikan melalui ujaran berupa bunyi-bunyi yang terdapat pada artikulasi yang ada didalam mulut, dan dilakukan oleh alat-alat artikulasi.
Proses bahasa pada anak penyandang autisme ini, mengalami gangguan pada enkode yang nantinya akan menyampaikan kode dalam bentuk kalimat. Enkode ini terdiri dari tiga enkode, yaitu enkode fonologi, enkode gramtikal, dan enkode semantik. Apabila salah satu dari enkode tersebut trganggu atau mengalami gangguan maka proses untuk menyampaikan kalimat yang berupa bahasa akan tidak dapat tersampaikan dengan baik oleh otak. Hal ini yang merupakan menjadi hambatan bagi anak penyandang autisme untuk melakukan komunikasi pada orang yang berada disekitarnya.
Daftar Pustaka
Fimawati,Yuli.,dkk. 2017. Kemampuan Berbahasa Anak Autis Tipe PDDNOS di SLB Muhamadiyah Sidayu Gresik: Kajian Psikolinguistik. Linguistika, 24(47), 203-220.
Oktaviasari, Della Rahma Fadillah.2019. Analisis Cara Berbahasa Anak Penyandang Autisme. Jurnal Seminar Nasional Bahasa dan Sastra, 3(2), 200 -208.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H