Mohon tunggu...
Risma Klaudia
Risma Klaudia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNDIKSHA

Saya memiliki hobi menyanyi dan berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Panca Sradha dalam Konsep Hindu Dharma

17 Mei 2023   14:43 Diperbarui: 17 Mei 2023   14:53 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGENAL PANCA SRADHA DALAM KONSEP HINDU DHARMA
(Risma Klaudia)

Om Swastyastu
Om Anobadrah Kratevo Yantu Visvatah
"Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru"

Salam Harmoni

Weda sebagai kitab suci umat Hindu merupakan simbol kepercayaan terhadap adanya Hyang Widhi Wasa. Di dalamnya, memuat ilmu-ilmu yang sebagian besar mudah untuk ditafsirkan. Tetapi setelah penafsirannya, umat Hindu sering melakukan penyelewengan terhadap interpretasi ilmu yang telah didapatkan. Kesalahan ini menimbulkan berbagai penyimpangan terhadap Agama Hindu. Salah satunya menghasilkan rasa "ketidakpercayaan" terhadap adanya dan kekuatan Tuhan. 

Jika umat Sedharma kurang percaya terhadap adanya Hyang Widhi Wasa, maka memungkinkan setiap individunya sulit untuk menemukan Dharma. Dalam kitab suci Sarasamuscaya menyebutkan bahwa tujuan umat Hindu disebut "Moksartam Jagathita Ya Ca Iti Dharma", ialah Moksha sebagai Tujuan umat Hindu dalam memperoleh kesejahteraan hidup.

Dalam mencapai Moksha, manusia perlu menjalankan ajaran Dharma. Penafsiran ini sulit untuk diarahkan ke segala penjuru, sehingga perlu meningkatkan ekspansi terhadap Panca Sradha untuk mencapai Dharma kepada setiap umat Hindu di dunia. Mengutip pembelajaran terkait Panca Sradha, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu terkait apa itu Panca Sradha, bagian-bagian Panca Sradha, mengapa Panca Sradha memiliki hubungan yang erat terhadap Dharma, serta bagaimana ekspansi Dharma dalam mewujudkan interpretasi Panca Sradha oleh umat Hindu. Untuk pembahasan tersebut, akan dipaparkan dalam isi artikel berikut.

"Om Awighnam Astu Namo Siddham"

A. PENGERTIAN PANCA SRADHA

Istilah Panca Sradha seharusnya tidak asing didengar oleh umat Hindu Dharma. Panca Sradha menjadi salah satu ilmu dasar terkait munculnya kepercayaan Agama Hindu terhadap kehidupan dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Perlu diketahui bahwa ilmu ini, sangat mempengaruhi setiap kehidupan kita karena di dalamnya mengandung bagian-bagian kecil baik dari bentuk tubuh, perbuatan, serta kepercayaan atas masa depan kita sebagai manusia yang dikaruniai Idep (pemikiran).

 Panca Sradha berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Panca dan Sradha. Panca berarti 5 (lima), sedangkan Sradha berarti percaya atau yakin. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Panca Sradha ialah lima dasar kepercayaan atau keyakinan di dalam Agama Hindu. Dengan adanya Panca Sradha, dapat menimbulkan beberapa asumsi yang akan dikaitkan terhadap kehidupan umat manusia.

B. KONSEPTUAL DHARMA

Secara sederhana, Dharma adalah suatu kebaikan. Dharma berasal dari bahasa Sanskerta, ialah kata "Dhr" yang berarti menjinjing, memelihara, dan melakukan kebaikan. Kaitan Dharma dengan Panca Sradha ialah mempercayai bahwa segala tindakan baik akan membantu kita menuju moksha. Panca Sradha sebagai konsep kepercayaan, akan menimbulkan berbagai asumsi umat Hindu. Namun, pada saat inilah ketakwaan kita diuji dan sebagai umat Dharma, harus mampu menahan segala ego untuk tujuan hidup yang lebih damai.

     Adapun Sloka yang memuat tentang Dharma terdapat dalam Kita Suci Weda Sarasamuscaya, Sloka 14 dan berbunyi;

"Ikang Dharma Ngaranya, Henuning Mara Ring Svarga Ika, Jadi Gatining Perahu, An Henuning Banyak Nentasing Tasik".

Artinya: Dharma adalah suatu jalan menuju sorga, seperti perahu sebagai alat para pedagang untuk mengarungi lautan.

     Kebaikan di dalam Dharma dapat berbentuk hasil atau aktivitas yang dipengaruhi oleh Tri Kaya Parisudha. Apa itu Tri Kaya Parisudha? Tri Kaya Parisudha merupakan tiga perilaku yang dimuliakan oleh umat Hindu, yang terdiri dari:
1) Manacika adalah pikiran yang baik,
2) Wacika adalah pengucapan atau perkataan yang baik, dan
3) Kayika adalah tingkah laku yang baik.
Ketiga bagian ini akan merujuk pada penerapan Dharma.

C. BAGIAN-BAGIAN PANCA SRADHA
Adapun beberapa bagian dari Panca Sradha diantaranya:
1) Brahman,
2) Atman,
3) Karma Phala,
4) Punarbhawa,
5) Moksha.

1) BRAHMAN
     Brahman berasal dari kata Brahma yaitu pencipta (di dalam Dewa Brahma) dan/atau Guru dalam pengenalan Kitab Suci Weda kepada umat Hindu. Brahman adalah tingkatkan Brahma tertinggi. Dengan ini, Brahman merupakan sebutan lain dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Terdapat sloka yang menerakan terkait hubungan Brahman dengan Hyang Widhi Wasa seperti dimuat dalam Kitab Suci Upanisad Chandogya, Bab IV Sloka 2, dan berbunyi;

''Ekam Eva Adwityam Brahman"

Artinya, Tuhan atau Sang Hyang Widhi hanya satu (Brahman), tidak ada duanya.
Selain itu, terdapat dalam Kitab Suci Rg Weda Rg Veda, Bab I, Sloka 164 berbunyi;

"Ekam Sad Viprah Bahudha Vadhantyagnim Yamam Matarisvanam Ahuh."

Artinya, Tuhan itu satu dan sang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan.

     Dengan sloka ini, menghasilkan dua cara pandang terhadap konsep Brahman yakni Saguna Brahman dan Nirguna Brahman. Saguna Brahman adalah sifat Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diberi berbagai nama atau sebutan, bentuk atau gambara, dan atribut atau sarana. Untuk Nirguna Brahman adalah pandangan terhadap Sang Hyang Widhi yang merupakan jiwa suci dan tidak berwujud.

     Lalu apa hubungan Dharma dengan Brahman? Kita sebagai umat beragama percaya terhadap keberadaan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Interpretasi Dharma di dalam konsep Brahman ialah menjalankan kewajiban sebagai umat beragama dan menjaga segala bentuk ciptaan Tuhan. Secara langsung, jika Dhama yang kita lakukan berupa perbuatan baik dan pikiran yang baik terhadap kepercayaan pada Tuhan. 

Hubungan lebih intensnya, jika seseorang percaya dengan Tuhan, percaya akan Tuhan yang menciptakan segalanya, percaya Tuhan adalah tertinggi di atas segala-galanya, menghormati Tuhan, dan menyayangi Tuhan seperti menyayangi sesama. Maka, dia akan sadar bahwa dia sedang melaksanakan Dharma untuk memperoleh tujuan hidup ke jalan yang benar dengan cara berdoa dan menyembah Tuhan (Brahman).

2) ATMAN
     Atman adalah percikan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang memberikan kehidupan kepada setiap ciptaannya (Sarwa Prani). Atman biasanya sebutan untuk roh atau badan halus dan biasanya di dalam bahasa Indonesia penggunaannya disebut Atma. Atman yang tertinggi ialah "Parama Atman" atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sedangkan, Atman yang ada di setiap tubuh manusia disebut "Jiwatman". Hal ini tertuang di dalam Sloka Bhagavadgita yang berbunyi;

 "Brahman Atma Aikyam"

Artinya, brahman dan atman adalah tunggal.

Tertera juga di dalam Kitab Suci Bhagawadgita, Bab X Sloka 20, berbunyi;

"Aham Atma Gudakeca Sarvabhutacayasthitah, Aham Adic Ca Mashyam Ca, Bhutanam Anta Eva Ca"

Artinya: Wahai Arjuna, Aku adalah Atma, yang bersemayam di dalam hati semua mahluk, dan Aku awal mula, pertengahan dan akhir mahluk itu.

     Hal ini menjadi awal mula pembentukan sifat-sifat Atman diantaranya:
a) Adahya artinya tidak terbakar oleh api,
b) Achedya artinya tidak terlukai oleh senjata,
c) Acesya artinya tidak terbasahkan oleh air,
d) Akledya artinya tidak terkeringkan oleh angin,
e) Nitya artinya selalu abadi,
f) Sanatana artinya kekal dan selalu sama,
g) Achintya artinya tidak terpikirkan,
h) Awyakta artinya tidak dilahirkan,
i) Awikara artinya tidak berubah-ubah,
j) Sathanu artinya berpindah-pindah,
k) Acala artinya tidak bergerak,
l) Sarwagatah artinyaada di mana-mana atau "Wyapi Wyapaka, di dalam konsep sifat Ketuhanan".

     Bagaimana hubungan antara Atman dan Dharma? Pada awalnya, Atman berupa percikan suci Tuhan dan sebagai wujud dari Dharma (kebaikan). Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, Atman akan terpengaruh oleh sifat-sifat keduniawian dan biasanya disebut dengan Roh atau Jiwa. Secara teoritis, Dharma yang terkandung dalam sifat Atman dan biasanya menjadi patokan kepada Yoganis atau Petapa untuk menyatukan diri kepada Tuhan dalam bentuk badan suci (Jiwatman). Dengan ini, hubungan Dharma sangat erat terhadap konsep Atman pada Panca Sradha.

3) KARMA PHALA
     Secara etimologi, Karma Phala berasal dari bahasa Sanskerta. Karma artinya suatu aksi atau perbuatan, dan Phala berarti hasil atau buah (buah Pala). Jadi, Karma Phala adalah hasil perbuatan yang telah kita lakukan baik di kehidupan yang sedang dijalani atau di kehidupan masa lalu. Salah satu Sloka yang memuat tentang Karma Phala, terdapat pada Kitab Suci Bhagawadgita, Bab III Sloka 9 yang berbunyi;

 "Lokha Yam Karma Bandhanah"

Artinya: Dunia dan kehidupan terikat dengan hukum Karma.

     Terdapat beberapa jenis Karma Phala diantaranya:
a) Prarabda Karma Phala adalah hasil perbuatan baik atau buruk yang diterima setelah tindakan atau saat ini,
b) Kriyamana Karma Phala adalah hasil perbuatan sebelumnya yang diterima saat meninggal atau tiada,
c) Sancita Karma Phala adalah hasil dari perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sebelumnya dan diterima setelah reinkarnasi atau di kehidupan selanjutnya.

     Perlu diketahui bahwa konsep Panca Sradha masuk ke dalam Tattwa yaitu salah satu bagian Tiga Kerangka Umat Hindu (Tattwa, Susila, dan Upakara). Namun, pada Karma Phala juga berkaitan terhadap konsep Susila yang dipercaya sebagai bentuk perbuatan manusia dan penerimaan hasilnya. Sehingga, penyebab Karma Phala dapat berhubungan dengan Dharma yang dilakukan seseorang secara menyimpang atau tidak. Masyarakat Hindu khususnya di Bali mempercayai adanya jenis-jenis Karma Phala yang dikaitkan dengan kematian seseorang. Beberapa istilah kematian atau "Pati" dalam umat Hindu di Bali yaitu:

a) Salah Pati adalah kematian yang dipercaya karena terkena racun atau ilmu hitam.

b) Ulah Pati adalah istilah jika seseorang melakukan tindakan bunuh diri atau meracuni diri sendiri, sehingga roh menjadi tidak tenang.

     Mengutip tentang perbuatan, Karma Phala memiliki kaitan yang erat terhadap ajaran Dharma. Karena setiap kita Berpikir, Berbicara, ataupun Berbuat untuk tujuan yang buruk dan tidak disertai doa yang positif, maka Karma yang akan didapat akan sesuai dengan yang kita implementasikan. Dharma digunakan sebagai landasan utama setiap umat untuk memperoleh Karma yang baik.

4) PUNARBHAWA
     Dharma sebagai Kerangka Dasar di dalam Tattwa, meyakini dan mempercayai keberadaan istilah Punarbhawa. Kata "phur" di dalam istilah Punarbhawa berarti lagi atau berulang-ulang dan "bhawa" artinya menjelma atau turun atau lahir. Sehingga, dikatakan dalam Sansekerta bahwa Punarbhawa adalah suatu kepercayaan tentang kelahiran kembali ke bumi sesuai dengan karmanya. Hal ini tercantum pada Kitab Suci Bhagawadgita, Bab VII Sloka 27 dan berbunyi;

"Iccha Dvecasamutthena Dvandvamohena Bharata, Sarvabhutani Sammoham Sarge Yanti Parantapa"

Artinya: Wahai Bharata, semua makhluk lahir dalam keadaan tertipu, mereka terlahir disebabkan oleh kedua sifat yang timbul dari keinginan dan kemarahan, Wahai penakluk musuh.
Selanjutnya dalam Bab VII Sloka 28 berbunyi;

"Yesam Tvantugatam Papam Jananam Punyakarmanam, Te Dvandva Moha Nirmukta Bhajante Mam Drdha Vratah"

Artinya: Akan tetapi, bagi mereka yang salah, yang dosanya sudah bebas dari tipuan kedua sifat tadi, maka mereka menyembah Aku dengan penuh ketekunan dan keyakinan.

     Penerapan Dharma sebelum mengalami Punarbhawa dan berhubungan dengan Karma Phala, dapat dikaitkan dengan konsep:

a) Tri Kaya Parisudha yaitu 3 perbuatan yang mampu memperoleh kebahagiaan dalam bentuk Dharma seperti Manacika (berpikir yang baik), Wacika (berbicara yang baik), dan Kayika (berbuat yang baik).
b) Tri Guna yaitu Satwam (bijaksana dan mulia), Rajas (ambisius dan agresif), serta Tamas (pemalas).
c) Tri Sakti yaitu tiga sifat di dalam Tri Guna, Iccha Sakti (keinginan tanpa henti), Jnana Sakti (pengetahuan tentang segala sesuatu di dunia), dan Kriya Sakti (kehendak dan kemauan).

     Dengan ini, salah satu cara dalam memperoleh Punarbhawa yang baik dengan menjalankan Subha Karma atau perbuatan Dharma dan menjalankan atau menerima Karma yang diberikan. Dalam menjalankan Subha Karma, terdapat upaya dalam peningkatan kualitas diri dengan menjalankan Panca Maya Kosa atau lima lapisan tubuh secara spiritual yang membungkus badan manusia, namun dalam hal ini dapat ditafsirkan sebagai berikut:

a) Annamaya Kosa atau lapisan yang terbuat dari makanan dan minuman,
b) Pranayama Kosa adalah lapisan yang terbuat dari energi,
c) Manomaya Kosa adalah lapisan yang terbuat dari pikiran,
d) Wijnanamaya Kosa adalah lapisam yang terbuat dari pengetahuan. (Biasanya Wijnanamaya Kosa dengan Manomaya Kosa hampir setara),
e) Anandamaya Kosa adalah lapisan terkahir yaitu terbuat dari rasa bahagia atau pencapaian terhadap moksha.
Jika manusia mampu meningkatkan Dharma melalui pengendalian terhadap 5 lapisan tersebut, maka akan mempermudah seseorang untuk menjalankan Punarbhawa.

5) MOKSHA
     Moksha adalah tujuan hidup manusia. Tujuan tersebut adalah memperoleh kebahagiaan. Moksha adalah kebahagiaan sejati di dunia maupun di akhirat. Moksha berasal dari kata "Muc" yang berarti kebebasan atau melepaskan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Moksha adalah titik pelepasan badan kasar (Stula Sarira) dengan badan halus (Suksma Sarira), serta Jiwatman sudah menyatu dengan Parama Atman. Adapun sloka yang menyebutkan terkait Moksha dalam Kitab Bhagawadgita Bab XVIII dan berbunyi;

"Sarva Dharmaan Parityajya Maamekam Sharanam Vraja Aham Twaa Sarvapaapebhyo Mokshayishyaami Maa Shuchah"

Artinya: Meninggalkan semua Dharma (dari tubuh, pikiran dan intelek), berlindung hanya kepada-Ku; Aku akan membebaskanmu dari segala dosa, jangan bersedih.
Dengan ini, Dharma diibaratkan sebagai media atau cara seseorang dalam menuju Moksha dan mempermudah untuk melepaskan diri dari keduniawian.

     Adapun 4 (empat) tingkatan dalam Moksha diantaranya:
a) Samipya ialah tingkatan  kebebasan saat di masa kehidupannya telah melaksanakan meditasi atau samadhi untuk memperoleh ketenangan Jiwatman dan terlepas dari unsur maya atau duniawi. Biasanya, tingkatan ini sering dikatakan mirip dengan sifat Ketuhanan.
b) Sarupya ialah tingkatan kebebasan yang didapat oleh seseorang di dunia karena kelahiran.
c) Salokya ialah tingkatan kebebasan yang dicapai oleh Atman dan memiliki kesadaran yang sama dengan Tuhan. Hal ini juga dikatakan sebagai penyatuan atman setara dengan Dewa.
d) Sayujya atau Purna Mukti ialah tingkatan kebebasa tertinggi karena Atman telah bersatu dengan Brahman.
Sehingga, dapat dikatakan jika Jiwatman seseorang telah memperoleh moksa, maka akan tinggal di Braman Loka.

     Umat Se-dharma yang berbahagia, perlu untuk diketahui bahwa dalam sebelum pencapaian Moksha terdapat 4 (empat) jalan utama harus dilalui (termasuk Moksha) dan disebut dengan Catur Purusa Artha. Bagian-bagian dari Catur Purusa Artha ialah;


a) Dharma merupakan materi terpenting di dalam Panca Sradha dan digunakan sebagai pemandu kebaikan. Terdapat Dharma Kriya (kedamaian terhadap keluarga dan perkerjaan), Dharma Santosa (kedamaiam lahir batin), Dharma Jati (kedamaian atas mementingkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi), dan Dharma Putus (kedamaian terhadap tanggung jawab,  keikhlasan, dan hidup sosial).

b) Artha merupakan harta atau kekayaan atau kepemilikan kita. Dalam memperoleh Moksha, Artha yang dimiliki harus digunakan sebaik mungkin dan mampu untuk mengendalikan ego. Dalam Artha terdapat "Sadhana ri Kasiddhan in Dharma" yaitu digunakan dalam melakukan Dharma, "Sadhana ri Kasiddhan in Kama" yaitu digunakan untuk pemenuhan Kama atau aktivitas positif, dan "Sadhana ri Kasiddhan in Artha" atau digunakan untuk memperoleh harta dengan jalan yang baik.

c) Kama merupakan jalan terkahir sebelum mencapai Moksha. Kama berarti nafsu, ego, dan/atau keinginan. Dalam hal ini terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam Caksvindriya (melihat), Srotendriya (mendengarkan), Wagindriya (berkata), Jihvendriya (mengecap), Ghranendriya (mencium), Panindriya (memegang), Padendriya (berjalan), Tvagendriya (merasakan sentuhan), Payvindriya (membuang kotoran), dan Upasthendriya (menikmati kenikmatan seksualitas).

d) M0ksha sebagai tujuan yang terakhir.

      Jika ingin mencapai Moksha, sebagai umat Dharma harus dapat memenuhi pengendalian terhadap aspek-aspek di atas seperti di dalam Dharma, Artha, dan Kama. Dengan ini, akan mempermudah memperoleh kedamaian secara jasmani dan rohani. Dari sekian pembahasan yang telah dipaparkan, maka peran Dharma sangat penting di setiap aspek sebagai pemenuhan bimbingan yang baik dan mampu mempermudah jiwatman menuju proses kedamaian atau kebahagiaan (Mokshartam Jagadhita Ya Ca Itu Dharma).

D. EKSPANSI DHARMA DALAM KONSEP PANCA SRADHA
     Setiap umat yang ingin melaksanakan Dharma, pasti sesuai dengan konsep Panca Sradha. Saat ini, kepercayaan terhadap Tuhan atau Panca Sradha semakin menurun akibat masuknya era globalisasi. Untuk itu terdapat Ekspansi atau gerakan - gerakan yang dapat dilakukan oleh umat Hindu dalam mempertahankan budaya kita. Beberapa contohnya sebagai berikut;

1. Dalam Diri Sendiri

Dharma dapat ditumbuhkan melalui diri sendiri dengan cara:
a) Sadar terhadap adanya Karma Phala.
b) Menambah pengetahuan tentang keagamaan dan kepercayaan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
c) Memanfaatkan informasi terkait Panca Sradha dari media teknologi saat ini seperti penggunaan Gadget yang baik.
d) Mencari tahu bagaiman caranya agar umat sedharma mampu memperoleh Moksha baik dengan cara mendekatkan diri dengan Brahma dan Brahman.
e) Melaksanakan kegiatan Yoga, Meditasi, dan Samadhi.
f) Di era globalisasi, sempatkan diri untuk mendengarkan Dharma Wacana ataupun sosialisasi kegamaan.
g) Jika kita melakukan banyak aktivitas, ada baiknya di hari luang untuk mengunjungi tempat-tempat suci dan peninggalan leluhur umat Hindu.

2. Dalam Lingkungan Berkeluarga

a) Setelah mengetahui informasi tentang Panca Sradha, coba melakukan sharing atau berbagi pengetahuan kepada keluarga.
b) Sering melakukan pendekatan diri kepada Tuhan, bersama dengan Keluarga.
c) Saling membantu satu sama lain untuk memperoleh Karma Phala yang baik.
d) Selalu akur atau damai dengan keluarga untuk mengurangi potensi timbulnya Adharma.
e) Melakukan upacara keagamaan yang sesuai dengan keikhlasan dan berdasarkan kemampuan bersama.

3. Dalam Lingkungan Bermasyarakat dan Bernegara

a) Harus selalu mengingat Pancasila dan isi dari Pembukaan UUD 1945 tentang kepercayaan kepada Tuhan.
b) Mengikuti atau berpartisipasi dalam organisasi keagamaan seperti mengikuti Seka Truna Truni di balai Desa, mengikuti organisasi keagamaan di sekolah, dan ikut serta Ngayah atau membantu dalam upacara keagamaan.
c) Melaksanakan sifat "Tatwam Asi" terhadap sesama dan negara yaitu "Aku adalah kamu, kamu adalah Aku". Jika seseorang melakukan karma baik seperti menolong, menghormati, dan menyayangi satu sama lain, maka "Niscaya" Karma baik akan datang pada kita.
d) Sebagai seorang yang sudah Dewasa, ada baiknya melaksanakan Dharma Wacana, Dharma Gita, dan aspek-aspek kehinduan yang mampu menambahkan kepercayaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa di kalangan masyarakat.
e) Mengajak sesama untuk saling mendukung terhadap menegaskan atau menebalkan kepercayaan terhadap Tuhan. Misalnya membuat kegiatan Desa yang mengajak ibu-ibu sebagai guru generasi bangsa untuk mengembangkan Budaya Hindu yang berbaur Panca Sradha.
f) Menyebarluaskan keindahan, informasi, dan makna dari Panca Sradha dengan interaksi secara langsung atau melalui media masa.

     Sekian artikel yang dapat saya buat, apabila terdapat kesalahan kata ataupun kekurangan lainnya mohon dimaafkan. Terima Kasih atas waktunya.

"Astungkara Dumogi Polih Kerahayuan Sareng Sami"

Om Santih, Santih, Santih Om

Salam Harmoni

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun