Mohon tunggu...
Riskawati
Riskawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Baca Novel Traveling Nonton

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Berdarah

26 Oktober 2023   13:50 Diperbarui: 26 Oktober 2023   14:02 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teng,,teng,, teng.... (Bunyi bel sekolah)

Semua murid kelas XII IPS SMA Tristya berlarian ke kelas dan uduk di kursi masing-masing. Tak lama kemudian, guru seni budaya yang biasa dipanggil Pak Rizal tampak di depan pintu dan memasuki kelas.

"Selamat pagi, anak-anak" ucap guru seni budaya dengan wajah yang begitu semangat.

"Pagi, pak" jawab murid-murid dengan serentak dan lantang.

"Sepertinya, hari ini kalian sangat semangat" ucap pak Rizal.

"Iya dong, pak", sorak semua murid.

"Sebelum kita belajar, bapak ingin menyampaikan kabar gembira untuk kalian".

Suasana kelas berubah jadi tenang. Terlihat semua murid penasaran dengan kabar gembira apa yang akan disampaikan pak Rizal.

"Sutt..sutt.." bisik Andi pada kedua temannya yang duduk di depan.

"Apasih Di, ganggu aja deh. Lagi serius tau" kesal Roni merasa terganggu oleh Andi.

"Kira-kira yang ingin Bapak sampaikan, apa ya?" tanya Andi.

"Ihhh... inikan lagi nunggu juga Di, Ya Allah Ya Rabbi" jawab Roni kesal.

"Hehe.. iya iya, maaf" Andi mencolek Roni.

 "Jadi, bapak mau menyampaikan kepada kalian semua bahwa SMA Medika mengadakan lomba lukis kelompok antar sekolah tanggal 09 Februari 2022. Bapak harap dari sekolah kita ini setidaknya ada yang bisa mewakili lomba itu. Diantara kalian, ada yang mau?" tanya pak Rizal pada semua murid.

Sontak Andi, Roni, dan Diyon menjawab bersamaan "Pak, kita pak..."

Setelah beberapa menit pembicaraan mengenai lomba itu berlangsung, pembelajaran pun dimulai. Tak terasa 2 jam berlalu, bel istirahat berbunyi. Teng,,teng,,teng....

Andi, Roni, dan Diyon menuju kantin sekolah. Sambil menikmati makanan, mereka melanjutkan pembahasan mengenai lomba lukis itu.

"Aku yakin, kita bakal menang", ujar Andi.

"Hmm... oke. Kita coba aja dulu", Diyon menyaut.

"Kalian udah kepikiran belum, bagusnya kita lukis apa ya?", sambung Diyon.

"Gimana kalau kita lukis aktivitas yang kita temui secara langsung? Nah, kita bisa foto aktivitas masyarakat di pasar dan itulah yang kita lukis nanti. Menurut kalian gimana?", jelas Roni.

"Ide menarik", jawab Andi.

"Kalau gitu, kita harus siapkan alat dan bahannya secepatnya", sambung Andi.

"Sip", jawab Roni dan Diyon bersamaan.

Jam pulang sekolah pun tiba dan mereka pulang ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah, Roni menghubungi kedua sahabatnya itu, Andi dan Diyon.

"Halo gais, udah pada sampai rumah belum? Kita ke toko perlengkapan lukis pukul 7 malam aja yah", tanya Roni.

"Okey, bro", sahut Andi.

"Boleh, Ron. Oo iya, kita langsung ketemu di toko aja yah, gak usah kumpul dulu", ucap Diyon.

Tepat pukul 7 malam, tiga bersahabat itu sudah berada di toko perlengkapan lukis. Sembari mencari alat dan bahan yang dibutuhkan, tiba-tiba Diyon mendengar suara aneh dibalik rak cat yang berada tepat di belakangnya. Karena penasaran, Diyon pun menghampiri rak itu dan mencari tahu suara apa sebenarnya yang ia dengar. Beberapa menit kemudian, Dion tak lagi mendengar suara apapun.

"Tadi aku mendengar suara perempuan yang tertawa. Ah, sudahlah. Mungkin perasaanku saja", gumam Diyon dalam hati.

"Sepertinya sudah lengkap gais. Gimana, masih ada yang kurang gak?", tanya Roni kepada kedua sahabatnya.

"Udah nih. Cat, kuas, palet, pensil...", jawab Andi.

Setelah membeli perlengkapan lukis, mereka pun bergegas ke pasar untuk mengambil foto masyarakat yang berlalu lalang sebagai gambar yang akan mereka lukis. Tak lama kemudian, mereka pulang ke rumah Diyon. Tiba di rumah Diyon, mereka langsung mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Proses melukis pun dimulai.

"Udah larut malam nih, besok kita lanjutkan lagi", ucap Roni.

"Iya, benar. Yaudah, aku dan Roni pulang dulu yah", ucap  Andi pada Diyon.

Setelah Andi dan Roni pulang, Diyon pun bergegas ke kamar untuk istirahat. Baru saja memejamkan mata, ia mendengar suara itu lagi. Suara yang sama ia dengar saat di toko perlengkapan lukis. Diyon merasa ketakutan, namun ia mencoba tetap tenang dengan menggenggam kuat selimutnya. Ia pun tertidur pulas.

***

(Suara pintu terbuka)

"Nak, mama duluan yah ke kantor. Mama ada meeting dengan klien jam 7. Jangan lupa sarapan. Mama udah siapin roti dan susu di meja", ucap Mama Diyon.

"Iya, Ma", jawab Diyon.

Andi, Diyon, dan Roni bertemu di depan gerbang sekolah. Sembari berjalan ke kelas, Andi dan Roni sedang membicarakan lomba lukis itu. Namun, Diyon hanya terdiam. Ia masih memikirkan suara aneh itu.

"Diyon, kamu kenapa sih? tumben diam aja, biasanya juga paling semangat", tegur Roni kepada Diyon sambil memukul pundaknya.

"Aa.. anu.. itu", jawab Dion sedikit kaget dan terlihat bingung.

"Anu, anu. Anu apa sih Yon..." sahut Andi.

"Oke. Jam istirahat aku mau cerita sesuatu ke kalian", kata Diyon.

Andi dan Roni hanya terdiam dan penasaran dengan ucapan Diyon. Sampai di kelas, pelajaran pun dimulai.

Teng,,teng,,teng... (bunyi bel istirahat)

Tiga bersahabat itu duduk di taman sekolah yang tidak jauh dari kelas mereka.

"Diyon, kamu mau cerita apaan sih? Awas aja kalau gak penting", Tanya Andi yang sedikit kesal karena sebenarnya ia kelaparan dan takut kehabisan sosis bakar di kantin.

"Serius Di. Jadi gini, sewaktu kita di toko perlengkapan lukis itu, aku mendengar suara aneh seperti suara perempuan yang tertawa. Aku dengar dari rak cat pas di belakang aku. Nah, karena aku penasaran aku langsung samperin rak itu. Tapi, gak ada suara lagi. Aku berpikir itu hanya perasaan dan halusinasi aku aja. Tap,,"

Tiba-tiba Andi memotong pembicaraan Diyon yang belum selesai.

"Ih, gak penting ini mah, mending kita ke kantin aja, ntar gue kehabisan sosis bakar. Palingan itu halusinasi kamu aja", kata Andi yang tidak peduli.

"Andiiiii. Aku belum selesai ngomong, dengerin dulu", tegas Diyon.

"Udah Yon, lanjut aja", sambung Roni.

"Nah, setelah kalian berdua pulang dari rumah aku semalam, saat aku udah mau tidur aku dengar suara itu lagi. Suaranya sama yang aku dengar di toko itu, Ron, Di", jelas Diyon dengan wajah sedikit ketakutan. Ia merasa ada yang aneh di Toko itu.

"Hmm.. ada apa yah?", ujar Andi.

"Huuuuuuhhhhh...", sorak Diyon dan Roni pada Andi karena ternyata ia juga ikut penasaran dengan kejadian itu.

***

Pukul 5 sore, mereka pun melanjutkan membuat lukisan itu hingga larut malam di Rumah Diyon. Mereka mulai membubuhkan warna demi warna yang sesuai dengan foto yang mereka gambar. Cat merah adalah warna yang paling banyak digunakan. Saat pembubuhan cat merah tiba-tiba Roni merinding.

"Di, Yon. Kok, aku merinding yah", ucap Roni.

"Kenapa, Ron?", Tanya Diyon.

"Ini loh, waktu aku mewarnai pakai cat merah ini, aku merasa ada yang mengintai aku", jelas Roni.

"Ada yang gak beres", sahut Diyon.

Setelah beberapa jam membuat lukisan itu, akhirnya selesai. Roni dan Andi segera pulang. Diyon pun istirahat.

***

Malam minggu adalah malam puncak perlombaan, telah tiba. Tepat pukul 8 malam, Roni, Diyon, dan Andi sudah berada di Aula SMA Medika. Beberapa guru dan temannya pun ikut meramaikan dan mendukung mereka.

"Acara selanjutnya, pengumuman lukisan terbaik dari 3 sekolah yaitu SMA Medika, SMA Tunas Harapan, dan SMA Trisatya...", suara lantang oleh pemandu acara.

Suasana semakin tegang dan kian memanas. Sorakan dari para pendukung ketiga SMA saling adu keras.

"Juara 1 jatuh kepadaaaaaa.... SMA Tristya", ucap pemandu acara dengan penuh semangat.

(Suara tepukan dan teriakan hore terdengar di aula itu).

Saatnya pemberian hadiah berupa uang tunai dan piala kepada para juara 1, 2, dan 3. Tak lupa Andi, Diyon, dan Roni berfoto dengan para guru dan teman-temannya.

"Selamat yah kalian bertiga", ucap seluruh teman dan guru-gurunya kepada tiga bersahabat itu.

Malam sudah menunjukkan pukul 11.00. Akhirnya, mereka pulang ke rumah masing-masing. Piala lomba dibawa pulang oleh Diyon. Sesampainya di rumah, ia meletakkan piala itu di atas meja belajarnya. Tak lama kemudian, ia mematikan lampu kamar dan tidur. Tepat pukul 02.00 dini hari, Diyon seketika terbangun karena terkejut dengan suara tangisan. Sejenak ia memperhatikan jendela kamarnya seperti ada bayangan orang yang lalu lalang dan ia membaca tulisan "darah ibuku" di jendela kamarnya itu. Matanya pun tertuju ke piala yang ada di meja belajarnya. Sontak ia berlari ketakutan ke kamar ibunya.

"Ma, Mama. Buka pintunya Maaaa...", teriak Diyon ketakutan.

"Ada apa, Nak. Kenapa kamu bangun dan teriak histeris seperti ini, di jam segini?", tanya ibu Diyon heran.

"Diyon tidur di kamar Mama, yah", bujuk Diyon gemetar.

                                                                                          ***

Keesokan harinya, setelah upacara, Andi, Diyon, dan Roni bergegas ke kelas. Sembari menunggu guru datang, Diyon memberitahu kepada sahabatnya bahwa ia mengalami kejadian yang begitu misterius. "Jadi, semalam itu..", cerita Diyon terpotong karena guru sudah masuk di kelas.

"Jam istirahat nanti, aku ceritain lagi. Oke", ucap Diyon.

"Sipp", sahut Andi dan Roni.

Jam istirahat pun tiba dan mereka menuju kantin. Diyon menceritakan kejadian yang dialami semalam. Andi dan Roni pun terkejut mendengarnya sehingga mereka ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka pun membicarakan rencana yang akan dijalankan. Mereka merasa, kejadian-kejadian aneh itu ada sangkut pautnya dengan cat merah yang mereka pakai.

Tiga sahabat itu pergi ke toko tempat mereka membeli cat lukis dan beberapa perlengkapan lainnya untuk mecari tahu hal aneh itu.  Tepat di depan rak cat, tak sengaja mereka menemukan sebuah flashdisk yang terselip di beberapa cat yang tersusun rapih. Tanpa berlama-lama, mereka segera keluar dari toko itu dan mengecek apa isi flashdisk itu. Terdapat sebuah video berdurasi kurang lebih 7 menit yang direkam pada tanggal 06 Februari 2022. Setelah video itu diputar, ketiga sahabat itu merasa sedih.

Dalam video itu menayangkan seorang remaja perempuan yang menceritakan kisah tragisnya sebelum ia bunuh diri. Ia bernama Riri. Riri adalah anak tunggal dan broken home. Ia tak pernah mendapatkan kasih sayang orangtuanya. Tiada hari tanpa mendengar suara pertikaian ayah dan ibunya. Hingga suatu hari, ketika pulang sekolah ia menemukan ibunya tergeletak di lantai dapur dalam keadaan tak bernyawa yang berlumuran darah. Ia tak tahu kemana ayahnya pergi. Tiga hari setelah kejadian itu, ia merasa semakin tak berdaya. Tak ada lagi yang menemaninya. Sejak saat itu ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sebelum ia tiada, ia merekam dirinya yang sedang melukis satu kejadian yang belum pernah ia temukan dalam hidupnya yaitu kematian ibunya secara tragis sembari bercerita.

***

Dalam video tersebut, ia mengatakan bahwa warna merah yang ia gunakan dalam lukisannya adalah darah ibunya sendiri. Kemudian, lukisan itu ia berikan cuma-cuma ke pemilik sebuah toko yang menjual lukisan dan perlengkapan lukis agar semua orang tahu bahwa menjadi anak broken home itu menyakitkan. Pemilik toko sangat kagum melihat lukisan itu karena warnanya yang begitu kontras dan ia pun menanyakan cat apa yang Riri pakai.

"(Riri Tersenyum) Jika bapak mau pewarna yang saya pakai, besok saya akan kemari dan membawanya", Riri menawari.

"Wah. Tentu saja, Nak. Terima kasih", ucap bapak itu sedikit heran.

(Keesokan harinya)

Setelah Riri sampai di toko, akhirnya botol berisikan darah itu diberikan kepada pemilik toko. Tanpa berlama-lama pemilik toko berjalan menuju gudang, tempat pengolahan cat lukis. Riri pun mengikuti pemilik toko itu secara diam-diam. Dengan jelas, ia melihat pemilik toko menuang cat merah alias darah itu ke dalam kaleng cat dan menaruhnya di rak cat dengan harga yang cukup mahal dari cat-cat lainnya. Setelah itu, ia pulang dan membuat rekaman dengan kata penutupnya "Sebelum aku mengakhiri hidupku, Aku akan menyimpan rekamanku ini dalam falshdisk dan menaruhnya disela-sela cat yang tersusun di rak termasuk darah ibuku. Ucapan selamat untuk mu yang bisa menggunakan darah ini sebagai cat lukisanmu. Aku yakin, lukisan mu begitu indah. Aku harap, aku bisa ikhlas melihat kebahagianmu atas lukisan mu yang mungkin mendapat banyak pujian dari orang-orang yang menyayangimu. Jika aku ikhlas, maka aku tidak akan datang kepadamu. Jika aku datang, itu artinya aku tak rela kamu menggunakan darah ibuku (terlihat wajah Riri sedih di video itu). Namun, aku akan mencoba ikhlas. Selamat tinggal".

***

Mereka bertiga merasa bahwa yang mengganggu mereka 2 malam terakhir adalah Riri, karena ia tak rela melihat kebahagiaan ketiga sahabat itu atas kemenangannya dalam lomba lukis yang mereka ikuti. Mereka pun turut prihatin atas kejadian tragis Riri. Tanpa berpikir panjang, Andi, Roni, dan Diyon segera mengambil piala mereka kemudian membawanya ke tanah lapang dan menguburnya. Mereka berharap, Riri sudah bisa tenang di alam sana.

"Riri, kami tak mengenal mu. Kami bangga bisa mendapatkan piala ini. Tapi, piala ini lebih pantas untuk kamu dapatkan. Selamat tinggal Riri dan Ibunya. Semoga kalian bahagia di alam sana", ucap Diyon dan diaminkan oleh Roni dan Andi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun