Mohon tunggu...
Nur Adfina Shebrin
Nur Adfina Shebrin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Saya seorang mahasiswa aktif yang senang mengambil foto untuk mengabadikan keindahan dunia ini dalam satu momen yang tak tergantikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tantangan dan Peluang di Era Digital bagi Negara dalam Demokrasi

27 Juni 2024   22:17 Diperbarui: 7 Juli 2024   18:01 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber : Canva.com

Nama :Nur Adfina Shebrin

Npm   : 202210415057

Kelas  : 4A3

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik

Dosen Pengampu : Saeful Mujab, S.Sos, M.I.Kom


ABSTRAK

Demokrasi di era digital menghadirkan berbagai peluang dan tantangan baru. Di satu sisi, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas, akuntabilitas pemerintah yang lebih besar, dan transparansi informasi yang lebih baik. Di sisi lain, TIK juga dapat menyebabkan misinformasi, polarisasi politik, dan mengancam privasi. Era digital telah banyak mengubah cara negara berinteraksi dengan warganya dan  tata kelola sistem demokrasi. Tantangan utama yang dihadapi berkaitan dengan penyebaran informasi yang cepat dan meluas melalui media sosial dan platform digital lainnya, yang dapat mempengaruhi opini publik secara cepat dan berskala global. Hal ini menciptakan tantangan baru dalam memastikan keaslian informasi, mengelola misinformasi, dan menjaga integritas proses demokrasi. Namun, di tengah tantangan tersebut, era digital juga menawarkan negara peluang yang luar biasa untuk berpartisipasi dalam sistem demokrasi. Peningkatan akses terhadap informasi dan partisipasi masyarakat yang lebih besar memperkuat akuntabilitas pemerintah dan memperkuat landasan demokrasi. Teknologi juga memungkinkan pemerintah untuk menyediakan layanan publik secara lebih efisien dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan lebih cepat.

Kata Kunci: Demokrasi, Era Digital, Tantangan, Peluang, Partisipasi Politik.

LATAR BELAKANG 

Indonesia adalah negara penting yang   keberadaanya   dibutuhkan   Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia secara luas. Keberadaan   posisi   penting tersebut seringkali dipaham argumentasinya karena posisi geografis Indonesia yang strategis. Sesungguhnya bukan hanya karena posisi geografis yang strategis tetapi banyak faktor yang membuat posisi Indonesia begitu penting bagi dunia. Secara sosial meningkatnya jumlah penduduk Indonesia hingga mencapai 257.912.349 jiwa (Kemendagri, 2017).

Saat ini kita berada di era digital, di mana semua aspek kehidupan kita terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam sepuluh tahun pertama abad ke-21, teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat pesat. Jumlah orang di seluruh dunia yang terhubung ke Internet melesat dari 350 juta menjadi lebih dari 2 miliar, dan jumlah orang yang menggunakan telepon seluler melesat dari 750 juta menjadi 5 miliar, atau lebih dari 6 miliar.

Berdasarkan data statistik pengguna Internet di Indonesia, rata-rata orang Indonesia mengakses informasi selama 5,5 jam setiap hari, sementara penggunaan Internet melalui ponsel atau smartphone mencapai 2,5 jam setiap hari (Santosa, 2015:65). Masa milenial adalah istilah lain untuk periode ini. Dalam era yang merupakan kelanjutan dari era global ini, ada tantangan baru yang harus diubah menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan.

Paradigma politik di seluruh dunia telah diubah oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di era digital, termasuk di negara-negara berkembang. Semakin banyak orang yang dapat mengakses internet, media sosial, dan teknologi lainnya telah mengubah cara orang berpartisipasi dalam proses politik, memberikan ruang untuk ekspresi, dan mendapatkan lebih banyak informasi.

Namun, bersamaan dengan peluang yang disajikan oleh teknologi digital, juga muncul sejumlah masalah yang harus diatasi. Dalam proses membangun dan memperkuat sistem demokrasi mereka, negara-negara berkembang menghadapi beberapa masalah, termasuk penyebaran berita palsu, peningkatan polarisasi politik, dan ancaman terhadap privasi data.

Pemahaman mendalam tentang perubahan ini penting untuk merumuskan kebijakan yang efektif dalam memperkuat prinsip-prinsip demokrasi di era digital. Oleh karena itu, penelitian tentang kesulitan dan peluang yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam konteks ini akan memberikan wawasan yang berharga untuk memandu langkah- langkah ke depan dalam membangun sistem politik yang inklusif, terbuka, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Dalam konteks ini, sangat penting untuk memahami kesulitan dan peluang yang dihadapi negara berkembang saat membangun demokrasi di era digital. Penelitian tentang isu-isu seperti literasi digital, perlindungan privasi data, regulasi media sosial, dan partisipasi politik online dapat memberikan landasan untuk pengembangan kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Dengan munculnya demokrasi di era digital, terjadi pergeseran besar dalam politik global, terutama di negara-negara berkembang. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, rakyat dapat terlibat secara langsung dalam proses politik, meningkatkan ruang partisipasi, dan mendukung transparansi pemerintahan. Namun, dampak teknologi digital tidak seragam, dan negara berkembang menghadapi masalah yang kompleks. Era digital telah membawa perubahan besar di banyak bidang kehidupan, termasuk  sistem pemerintahan yang demokratis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang  pesat memungkinkan akses informasi yang lebih luas dan partisipasi masyarakat yang lebih aktif. Namun, era digital juga membawa tantangan besar yang dapat mengancam stabilitas dan kualitas demokrasi. Artikel ini mengeksplorasi tantangan dan peluang yang dihadapi negara-negara demokrasi di era digital.

Dalam memperkuat demokrasi di Indonesia, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan: 

Pertama, perlunya  menjaga independensi dan integritas lembaga demokrasi. Lembaga seperti KPU, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Komnas HAM harus tetap berjalan secara independen, bebas dari campur tangan politik  yang dapat mempengaruhi kredibilitasnya.

Kedua, penting untuk melibatkan generasi muda dalam proses demokrasi. Melibatkan  dan memperkuat partisipasi aktif  generasi muda dalam politik akan memberikan mereka perspektif baru, energi dan ide-ide segar dalam pengambilan kebijakan. Mendorong pendidikan politik dan kesadaran politik di kalangan generasi muda akan memastikan bahwa generasi  mendatang  terdidik dan mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan demokrasi.

Ketiga, perlunya mengatasi polarisasi politik dan mendorong dialog antar kelompok. Adanya polarisasi politik yang kuat dapat menghambat proses demokratisasi dan menimbulkan ketegangan sosial. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan ruang  dialog dan pendekatan inklusif agar perbedaan pendapat dan konflik dapat diselesaikan secara damai dan muncul solusi bersama.

Keempat, penguatan kinerja institusi dan aktor politik juga sangat penting. Peningkatan kualitas dan kapasitas pemimpin politik, birokrat, dan anggota parlemen akan berdampak positif terhadap efektivitas pemerintah dan  kebijakan yang baik. Penting juga untuk memperkuat kemampuan partai politik  dalam mewakili keinginan masyarakat dan berfungsi sebagai lembaga kuat yang menjaga pemerintahan.

Terakhir, penting untuk membangun budaya demokrasi di masyarakat. Melalui pendidikan  kewarganegaraan dan partisipasi aktif dalam organisasi masyarakat, masyarakat  dapat lebih  memahami nilai-nilai demokrasi, bertindak secara bertanggung jawab, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Kesimpulannya, demokrasi di Indonesia adalah sebuah perjalanan yang terus berkembang. Langkah-langkah di atas adalah menjaga independensi lembaga demokrasi, melibatkan generasi muda, mengatasi polarisasi politik,  memperkuat kinerja lembaga politik dan aktor politik, serta membangun budaya demokrasi di masyarakat. Melalu hal ini, indonesia dapat memperkuat demokrasinya dan mewujudkan demokrasi yang berkelanjutan. Demokrasi yang kuat dan inklusif memungkinkan indonesia mencapai kemakmuran, keadilan, dan kemajuan yang di harapkan oleh penduduknya.

PERTANYAAN PENULISAN

  • Apa yang dimaksud dengan demokrasi era digital?
  • Apa saja tantangan dan peluang demokrasi digital bagi negara?
  • Apa saja karakteristik dari misinformasi dan disinformasi dalam era digital?

TUJUAN PENULISAN

  • Untuk mengetahui demokrasi era digital
  • Untuk mengetahui tantangan dan peluang demokrasi digital bagi negara
  • Untuk mengetahui karakteristik dari misinformasi dan disinformasi dalam era digital

TINJAUAN PUSTAKA

Era digital bisa juga disebut dengan globalisasi. Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya yang banyak disebabkan oleh kemajuan infrastruktur telekomunikasi, transportasi dan internet. Sedangkan sistem digital dapat menghilangkan faktor pengganggu saat menstransmisikan sinyal asli dengan cara pengkodean (merubah sinyal menjadi bit) dan membuat sampel gelombang suara dan menerjemahkannya dalam interval yang diubah. Jadi hasilnya lebih jernih, akurat dan tidak tertunda sinyal (Carlin, 2010: 229-230).

Salah satu keunggulan utama teknologi digital adalah memfasilitasi pertukaran informasi. Warga negara dapat dengan cepat dan mudah berbagi berita, data, dan pandangan politik di seluruh platform media sosial. Hal ini memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menjadi pemimpin opini dan mempengaruhi persepsi publik terhadap isu-isu politik. Namun, mengelola informasi yang disebarluaskan ini juga menimbulkan tantangan, karena masyarakat juga perlu menyaring dan memverifikasi informasi yang mereka terima agar tidak menjadi korban penyebaran disinformasi dan rumor.

Namun, ada beberapa tantangan yang harus diatasi ketika berpartisipasi dalam politik di era digital. Salah satunya adalah penyebaran informasi palsu atau berita palsu yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap isu politik dan mempengaruhi keputusannya. Misinformasi dapat menimbulkan kebingungan dan merusak kualitas debat publik. Manipulasi pemilu juga menjadi masalah serius ketika berpartisipasi dalam politik di era digital.

Di era digital, partisipasi politik memiliki banyak manfaat, tetapi juga tantangan, yang harus diatasi dengan hati-hati agar partisipasi politik dapat berlangsung dengan baik dan inklusif. Polarisasi opini politik yang semakin meningkat di media sosial merupakan masalah utama. Algoritma media sosial yang mengubah konten sesuai dengan preferensi individu dapat menciptakan apa yang disebut sebagai "filter bubble", di mana orang hanya akan dipaparkan dengan sudut pandang yang sesuai dengan keyakinan mereka. Ini dapat meningkatkan polarisasi dan membatasi pemahaman yang seimbang dan menyeluruh tentang masalah politik.

Dengan demokrasi digital, negara dan pemerintahan menghadapi tantangan baru untuk menjadi lebih responsif terhadap perubahan politik yang berkembang dengan pesat. Ini disebabkan oleh partisipasi politik yang lebih aktif di era digital, serta kecepatan dan ketersediaan informasi yang luas yang memungkinkan masyarakat untuk lebih mudah terlibat dalam proses politik. Namun, di balik prospek yang menguntungkan, ada juga potensi bahaya, seperti penyebaran disinformasi dan manipulasi elektoral, yang dapat mengganggu etika dan kualitas diskusi publik.

METODE PENULISAN

Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan literatur. Menurut (Rahman et al., 2022), tinjauan pustaka adalah cara terbaik untuk merangkum temuan penelitian, memberikan bukti pada tingkat meta, menyoroti area untuk penelitian lebih lanjut, mengembangkan kerangka teoritis, dan  merupakan elemen penting dalam membangun sebuah penelitian. Untuk itu penulis melakukan langkah-langkah berikut dalam tinjauan literatur : Artinya, mencari literatur yang berkaitan dengan topik penelitian, mengidentifikasi kesenjangan yang dapat diatasi, menganalisis hasil yang relevan, dan terakhir menentukan seberapa relevan makalah tersebut dengan penelitian temuan utamanya. Temuannya bersifat komprehensif, yaitu temuan-temuan utama dan relevansinya dengan subjek penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • Demokrasi Era Digital

Demokrasi memiliki posisi yang sangat penting dalam sistem pemerintahan, walaupun pelaksanaannya dapat berbeda antara negara-negara. Menurut Tutik (2010) demokrasi berasal dari bahasa Yunani "demos" yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan "cretein" atau "cratos" yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Ini mencerminkan keputusan mayoritas yang diberikan secara bebas oleh warga dewasa. Dalam konsep partisipatif, demokrasi dianggap sebagai kekuasaan yang berasal dari, oleh, untuk, dan bersama-sama dengan rakyat. Dengan demikian, kekuasaan sesungguhnya berasal dari rakyat, dan mereka yang menentukan dan mengelola kehidupan negara.

Ideologi politik demokrasi memuat 5 (lima) kriteria penting, antara lain persamaan hak suara dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat partisipasi efektif, memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan kolektif: pengungkapan kebenaran, memberikan setiap orang kesempatan yang sama untuk menilai secara rasional perkembangan proses politik dan pemerintahan:  kendali tertinggi atas agenda, memungkinkan warga negara mempunyai kendali eksklusif atas penetapan agenda melalui proses pemerintahan, termasuk desentralisasi kekuasaan kepada partai atau organisasi lain yang mewakili masyarakat:  inklusi, termasuk semua orang dewasa yang terlibat dengan hukum (Dahl, 1985).

Menurut (Hacker & Dijk, 2000), demokrasi digital adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dan komunikasi yang dimediasi komputer (CMC) untuk mempromosikan demokrasi tanpa batasan spasial, temporal, atau fisik menerapkan prinsip. Demokrasi digital menggabungkan demokrasi partisipatif dan perwakilan serta mentransfer kekuasaan masyarakat ke TIK (Castells, 1997). Interaksi yang berkembang pesat antara dunia maya dan kebijakan sosial telah menjadi fokus untuk memahami demokrasi digital (Alexander & Pal, 1998). Secara teoritis dan praktis, demokrasi digital menggambarkan dampak TIK terhadap demokrasi dan proses politik. TIK berperan penting dalam memperkuat demokrasi berbasis jaringan di masyarakat. Para ahli percaya bahwa ICT mempunyai potensi untuk mendorong pembangunan demokrasi dan membawa lompatan kualitatif dalam konteks demokrasi politik (Becker, 1998).  Demokrasi digital memungkinkan terbentuknya jaringan global tanpa batas wilayah, menciptakan kebebasan berekspresi tanpa sensor pemerintah atau negara, dan mempromosikan identitas nasional yang mencakup identitas lokal dan global (Hague & Loader, 1999).

Negara demokrasi di era digital harus mampu mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Meningkatkan Literasi Digital

pendidikan tentang cara mengenali berita palsu, memahami algoritma media sosial, dan melindungi privasi online. Peningkatan literasi digital memungkinkan masyarakat mengambil keputusan yang lebih tepat berdasarkan informasi yang akurat dan melindungi mereka dari manipulasi.

2. Regulasi yang kuat

Pemerintah harus bekerja sama dengan sektor swasta untuk memastikan bahwa algoritma dan praktik bisnis tidak mendorong penyebaran informasi yang salah atau memperburuk polarisasi. Aturan-aturan ini harus mencapai keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan dari ancaman online seperti  ujaran kebencian  dan eksploitasi data.

 3. Memperkuat lembaga-lembaga demokrasi

Penting untuk memodernisasi sistem pemilu, menjamin keamanan dan integritas pemungutan suara elektronik, dan memperkuat  lembaga kontrol untuk mengatasi  tantangan digital. Dengan cara ini, teknologi dapat membantu memperkuat, bukan melemahkan partisipasi demokratis.

4.Transparansi dan Akuntabilitas

Masyarakat harus memiliki akses terhadap informasi tentang bagaimana keputusan diambil oleh pemerintah dan perusahaan teknologi. Transparansi mengenai  penggunaan algoritma , kebijakan moderasi konten, dan bagaimana data pribadi digunakan dan dilindungi adalah hal yang penting.

 5. Pendidikan untuk kewarganegaraan demokratis

 Penting untuk memberikan pendidikan kewarganegaraan demokratis dan pendidikan  yang baik kepada masyarakat luas di era digital. Dengan cara ini masyarakat dapat memahami nilai-nilai demokrasi dan belajar bagaimana menggunakan teknologi untuk memperkuat demokrasi.

6. Mendorong partisipasi politik yang inklusif

Mendorong partisipasi politik yang inklusif dan konstruktif di ruang digital memerlukan platform yang dirancang untuk menghasilkan dialog  publik yang sehat  dan efektif serta partisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik.

 7. Mengantisipasi tren destruktif dalam demokrasi digital

Negara harus mengembangkan strategi yang efektif untuk memitigasi dampak negatif demokrasi digital dan memperkuat demokrasi digital digital lebih efektif dan konstruktif. Untuk mencapai pembangunan, kita harus  mengantisipasi tren disruptif dalam demokrasi digital.

 8. Gunakan media sosial dengan bijak

 Sebagai pengguna media sosial, kita harus memanfaatkannya dengan bijak. Jadilah pengguna yang cerdas dan Anda dapat memberikan pengaruh positif kepada orang lain   dan memberikan dampak positif.

  • Tantangan dan Peluang Demokrasi Digital 

Di era demokrasi digital, individu adalah  objek sekaligus subjek. Sebagai subjek, pengguna perangkat TI adalah konsumen demokratis yang baik. Mereka hanya mengambil keuntungan dari konten yang dikirimkan atau diunggah oleh pihak yang memproduksi konten tersebut. Produsen memilih sumber bahan dalam zona kekuasaan karena dua alasan: jika konten mengandung pesan positif maka pihak sasaran juga akan mendapat persepsi positif, namun jika konten mengandung pesan negatif maka pihak sasaran akan menjadi sasaran (otoritas) akan menerima persepsi positif.  Di era demokrasi digital saat ini, perubahan yang  cepat dan inklusif merupakan momentum besar yang dapat menjadi katalisator  transformasi politik yang berarti.

Peluang terbesar untuk menerapkan demokrasi digital terletak pada perluasan ruang interaksi antar aktor demokrasi. Dalam pemahaman demokrasi “tradisional” saat ini, konsep demokrasi membuka ruang dialog antar aktor demokrasi. Semua partai Demokrat dapat menyampaikan pendapatnya di depan umum tanpa khawatir terhadap risiko politik yang mungkin terjadi, termasuk risiko ketakutan atau bentuk pemaksaan lainnya. Demokrasi digital dapat membantu memperluas cakupan spasial partisipasi masyarakat. Nilai tambah dari praktik demokrasi digital adalah partisipasi politik yang setara bagi seluruh warga negara. Salah satu manfaat nyata kemajuan TIK dalam politik adalah perluasan kemampuan sosial para aktor politik. Hubungan antar warga juga akan semakin lancar. Komunikasi politik tidak perlu lagi dilakukan melalui institusi politik, sedapat mungkin dilakukan sesuai aturan dan protokol politik.

Peluang dari demokrasi adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan demokrasi. Demokrasi digital sangat efektif karena setiap orang yang ingin berpartisipasi dapat melakukannya secara langsung melalui platform TIK. Penggunaan TIK dalam demokrasi menghilangkan faktor-faktor teknik yang menghalangi orang atau kelompok tertentu untuk berpartisipasi politik. Ini membuka peluang untuk institusionalisasi politik. Era digital membuka peluang bagi partisipasi politik yang lebih luas dan inklusif. Platform media sosial dan aplikasi pemerintah memungkinkan warga negara untuk lebih terlibat dalam proses politik, menyuarakan pendapat mereka, dan mengawasi kinerja pemerintah. Teknologi digital memungkinkan penyebaran informasi yang lebih transparan mengenai kebijakan dan kinerja pemerintah. Hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi demokratis.

Tantangan utama dalam demokrasi digital adalah mengelola, menangani, dan mengatasi konsekuensi negatif dari penerapan teknologi informasi (TIK) dalam lingkungan publik. Pada dasarnya, demokrasi digital mengambil pendekatan yang netral dan tidak bias. Jika perangkat TIK digunakan di lingkungan publik, tidak akan ada masalah. Selama penggunaan sebagian atau seluruh perangkat TIK sesuai dengan norma sosial dan politik, demokrasi akan ditigal. Akibatnya, masalah utama demokrasi digital terletak pada bagaimana para pemain politik bertindak. Mereka mendorong pemuliaan kehidupan demokrasi sipil selama mereka bermain politik dalam batas-batas norma sosial, norma agama, dan norma hukum.

Tantangan terbesar dari kesenjangan digital adalah kesenjangandalam demokrasi. Daerah dengan akses internet yang lebih rendah bahkan menjadi tempat yang ideal untuk para elit politik lokal menjalankan operasi kekuasaan politik yang tidak terkontrol atau tidak terkontrol sama sekali. Demokrasi menjadi lemah dan otoritas lokal dapat dengan mudah mengambil posisi otokratis, ada asumsi bahwa kesenjangan digital berdampak pada kerentanan atau kerapuhan demokrasi, sedangkan kesetaraan politik adalah potensi bahaya terbesar bagi demokrasi. Pada saat yang sama, praktik demokrasi menghadapi tantangan yang jauh lebih besar daripada kemampuan dinamika politik dalam demokrasi saat ini. Tantangan-tantangan tersebut melibatkan pengendalian internal dari pikiran dan tindakan para pelaku demokrasi dan pengendalian eksternal dari para penegak hukum.

  • Misinformasi dan Disinfrormasi dalam Era Digital

1.  Misinformasi

Misinformasi adalah informasi yang salah namun orang yang menyebarkannya meyakini kebenarannya. Misinformasi disebarkan karena kesalahan atau tanpa maksud untuk menyesatkan. Penyebarannya bisa berasal dari berita-berita lama yang awalnya diyakini kebenarannya dan disebarkan dengan itikad baik. Secara teknis, hal ini benar tetapi menimbulkan kebingungan karena orang tersebut tidak mengetahui fakta terkini atau salah memahami informasi. Terkadang mitos-mitos seputar kesehatan, astrologi, ilmu pengetahuan, dunia hiburan dan lain-lain yang tidak berasal dari sumber dan bukti otentik tanpa disadari dipercaya dan disebarkan oleh masyarakat.

Misinformasi juga merupakan informasi palsu, namun orang yang menyebarkannya yakin bahwa informasi tersebut benar. Menurut The Debunking Handbook (2020), misinformasi disebarkan  tanpa maksud untuk menyesatkan atau menyesatkan. Penyebarannya bisa berupa berita-berita lama yang semula diyakini kebenarannya dan disebarkan dengan itikad baik. Meski secara teknis benar, namun bisa menyesatkan karena orang tersebut tidak mengetahui fakta terkini atau salah menafsirkan informasi. Mitos-mitos seputar kesehatan, astrologi, ilmu pengetahuan, dunia hiburan, dan lain-lain yang tidak berdasarkan sumber atau bukti yang valid tanpa disadari dapat dipercaya dan disebarkan oleh masyarakat umum.

Media baru yang kaya informasi belum menjadikan masyarakat lebih teliti, lebih perhatian, dan lebih proaktif dalam mencari informasi. Namun, ledakan informasi tampaknya meningkatkan potensi manipulasi karena pemirsa dibanjiri dan dikonsumsi oleh informasi yang berlebihan. Oleh karena itu, misinformasi adalah peluang terbesar kita untuk hidup di era post-truth. Kesalahan ini terjadi bukan hanya karena misinformasi, namun juga menyangkut kesejahteraan intelektual masyarakat secara keseluruhan (Jatmiko, 2019).

Dampak Misinformasi:

  • Kebingungan dan kesalahpahaman: Misinformasi dapat menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat dan mempengaruhi pemahaman masyarakat terhadap suatu topik tertentu.
  • Pengambilan Keputusan yang Buruk: Orang dapat membuat keputusan yang buruk berdasarkan informasi yang salah, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan mereka.
  • Dampak Buruk bagi Masyarakat: Misinformasi mengenai topik kesehatan dapat, misalnya,  menyebabkan penyebaran penyakit atau penggunaan obat-obatan yang tidak tepat.
  • Kerusakan reputasi: Informasi yang salah tentang seseorang atau organisasi dapat merusak reputasinya dan menyebabkan kerugian sosial atau ekonomi.

Mengatasi Misinformasi:

  • Pendidikan Literasi Media: Ajari masyarakat untuk memeriksa sumber, memeriksa fakta, dan berpikir kritis tentang konten yang mereka temui.
  • Faktualisasi dan Koreksi: Menyediakan mekanisme untuk memverifikasi keakuratan informasi dan memperbaiki kesalahan umum.
  • Penggunaan Sumber Terpercaya: Kami mengandalkan sumber tepercaya dan terverifikasi untuk  berita dan data kami.
  • Kesadaran Sosial: Mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam berbagi informasi dan memastikan  apa yang mereka bagikan adalah benar dan akurat.

2. Disinformasi

Disinformasi adalah informasi palsu dan orang-orang yang menyebarkannya mengetahui bahwa informasi tersebut salah, namun mereka tetap menyebarkannya. Disinformasi tersebut mencakup kebohongan  yang sengaja dan  aktif dikomunikasikan oleh pelaku kejahatan. Disinformasi sepenuhnya dibuat-buat dan  sengaja menipu dan membingungkan masyarakat. Dalang  kampanye  disinformasi  disponsori oleh “negara” atau beberapa faksi tertentu. Pola sebarannya bervariasi tergantung motivasi dan target kampanye disinformasi (Nisa, 2024). 

Era digital memudahkan penyebaran informasi secara cepat dan luas. Namun, kemudahan ini juga bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan rumor dan disinformasi. Hal ini dapat memanipulasi opini publik, menimbulkan ketidakpercayaan terhadap lembaga demokrasi, dan mengganggu proses demokrasi.

Dibawah ini terdapat beberapa karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan misinformasi dan disinformasi:

  • Satir atau parodi informasi yang menggunakan gaya bahasa satir biasanya tidak bermaksud untuk menyakiti tetapi dapat menipu.
  • Koneksi yang salah informasi ini memiliki judul, visual, dan caption yang tidak mendukung atau tidak berhubungan dengan konten.
  • Konten yang menyesatkan Informasi yang digunakan untuk menggambarkan suatu isu atau individu.
  • Konten palsu atau menyesatkan ketika sumber informasi sebenarnya ditiru, sehingga menghasilkan konten palsu atau menyesatkan.
  • Konten yang Dimanipulasi 31 Informasi atau citra asli yang didistorsi untuk menipu.

KESIMPULAN

Dalam era digital, negara-negara demokratis dihadapkan pada tantangan yang signifikan sekaligus peluang baru. Tantangan utama termasuk penyebaran informasi yang tidak valid, manipulasi opini publik melalui media sosial, serta ancaman terhadap keamanan data dan privasi individu. Selain itu, ada juga risiko peningkatan polarisasi politik dan fragmentasi masyarakat akibat algoritma yang memperkuat filter bubble. Selain itu, algoritma yang memperkuat filter bubble berpotensi meningkatkan polarisasi politik dan pembagian masyarakat.

Namun, di tengah tantangan ini, era digital juga menawarkan peluang besar bagi negara untuk meningkatkan partisipasi publik, transparansi, dan kecepatan pengambilan keputusan. Teknologi dapat digunakan untuk memperkuat sistem demokrasi melalui platform partisipasi yang memungkinkan warga negara untuk memantau kinerja pemerintah dan berkontribusi dalam pembuatan kebijakan.

Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan peluang dan mengatasi tantangan, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi. Untuk mengatur penggunaan teknologi dalam demokrasi, peraturan yang cerdas dan kreatif diperlukan, dan literasi digital sangat penting untuk membangun masyarakat yang kritis dan sadar akan potensi dan risiko teknologi digital. Negara-negara dapat menggunakan era digital sebagai momentum untuk memperkuat fondasi demokrasi mereka dengan menggunakan pendekatan yang holistik dan kolaboratif.

SARAN

Saran yang diberikan merupakan  negara-negara harus berupaya memperluas akses terhadap teknologi digital, meningkatkan sumber daya, meningkatkan pendidikan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya teknologi digital dalam pengembangan demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA

(Andriani, 2022)Andriani, A. D. (2022). Demokrasi Damai Di Era Digital. Rampai Jurnal Hukum (RJH), 1(1), 38–47. https://doi.org/10.35473/rjh.v1i1.1663

Badrun, U. (2018). Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Politik di Era Demokrasi Digital (Tantangan Tahun Politik 2018-2019 dan Antisipasinya). Jurnal Kajian Lemhannas RI, 6(1), 21–36. http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/113

Elizamiharti, E., & Nelfira, N. (2023). Demokrasi Di Era Digital: Tantangan Dan Peluang Dalam Partisipasi Politik. Jurnal Riset Multidisiplin Dan Inovasi Teknologi, 2(01), 61–72. https://doi.org/10.59653/jimat.v2i01.342

Indriyani, I. A., Mayrudin, Y. M., Godjali, M. R., Utami, W. K., Hikmawan, M. D., Ramadhan, G., BayuNurrohman, Mahpudin, Dewi, S. K., Fuad, A., Nurlia, E., Handaningtias, U. R., Maharani, R., Sulistiani, S., Amalinda, V., Nabila, S. P., Rohendri, E., Irawan, P., Berlianty, T., … Aminnullah, M. F. (2023). CITIZENSHIP IN INDONESIA : Laku Pikir Praktik Kewargaan dan Politik Lingkungan pada Era Demokrasi Digital. Citizenship In Indonesia.

Nisa, K. (2024). Peran Literasi di Era Digital dalam Menghadapi Hoaks dan Disinformasi di Media Sosial. Impressive Journal of Education, 2(1), 3025–9169. https://doi.org/10.61502/ijoe.v2i1.75

Pengertian misinformASI. (n.d.). Andriani, A. D. (2022). Demokrasi Damai Di Era Digital.

Rampai Jurnal Hukum (RJH), 1(1), 38–47. https://doi.org/10.35473/rjh.v1i1.1663

Rahman, A., Latifah, E. D., & Fachrurrazi, S. (2022). Peranan Teknologi Informasi Dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Warga Negara. Sisfo: Jurnal Ilmiah Sistem Informasi, 6(1), 11–23. https://doi.org/10.29103/sisfo.v6i1.7961

Ulfiyyati Alifa, Muhamad Ridho, Barri Mulki fathur, & Akbari Ilham Sultan. (2023). Demokrasi: Tinjauan Terhadap Konsep, Tantangan, DanProspek Masa Depan. ADVANCES in Social Humanities Research, 1(4), 435–444. https://www.adshr.org/index.php/vo/article/view/48

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun