Saat ini kita berada di era digital, di mana semua aspek kehidupan kita terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam sepuluh tahun pertama abad ke-21, teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat pesat. Jumlah orang di seluruh dunia yang terhubung ke Internet melesat dari 350 juta menjadi lebih dari 2 miliar, dan jumlah orang yang menggunakan telepon seluler melesat dari 750 juta menjadi 5 miliar, atau lebih dari 6 miliar.
Berdasarkan data statistik pengguna Internet di Indonesia, rata-rata orang Indonesia mengakses informasi selama 5,5 jam setiap hari, sementara penggunaan Internet melalui ponsel atau smartphone mencapai 2,5 jam setiap hari (Santosa, 2015:65). Masa milenial adalah istilah lain untuk periode ini. Dalam era yang merupakan kelanjutan dari era global ini, ada tantangan baru yang harus diubah menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan.
Paradigma politik di seluruh dunia telah diubah oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di era digital, termasuk di negara-negara berkembang. Semakin banyak orang yang dapat mengakses internet, media sosial, dan teknologi lainnya telah mengubah cara orang berpartisipasi dalam proses politik, memberikan ruang untuk ekspresi, dan mendapatkan lebih banyak informasi.
Namun, bersamaan dengan peluang yang disajikan oleh teknologi digital, juga muncul sejumlah masalah yang harus diatasi. Dalam proses membangun dan memperkuat sistem demokrasi mereka, negara-negara berkembang menghadapi beberapa masalah, termasuk penyebaran berita palsu, peningkatan polarisasi politik, dan ancaman terhadap privasi data.
Pemahaman mendalam tentang perubahan ini penting untuk merumuskan kebijakan yang efektif dalam memperkuat prinsip-prinsip demokrasi di era digital. Oleh karena itu, penelitian tentang kesulitan dan peluang yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam konteks ini akan memberikan wawasan yang berharga untuk memandu langkah- langkah ke depan dalam membangun sistem politik yang inklusif, terbuka, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk memahami kesulitan dan peluang yang dihadapi negara berkembang saat membangun demokrasi di era digital. Penelitian tentang isu-isu seperti literasi digital, perlindungan privasi data, regulasi media sosial, dan partisipasi politik online dapat memberikan landasan untuk pengembangan kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Dengan munculnya demokrasi di era digital, terjadi pergeseran besar dalam politik global, terutama di negara-negara berkembang. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, rakyat dapat terlibat secara langsung dalam proses politik, meningkatkan ruang partisipasi, dan mendukung transparansi pemerintahan. Namun, dampak teknologi digital tidak seragam, dan negara berkembang menghadapi masalah yang kompleks. Era digital telah membawa perubahan besar di banyak bidang kehidupan, termasuk  sistem pemerintahan yang demokratis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang  pesat memungkinkan akses informasi yang lebih luas dan partisipasi masyarakat yang lebih aktif. Namun, era digital juga membawa tantangan besar yang dapat mengancam stabilitas dan kualitas demokrasi. Artikel ini mengeksplorasi tantangan dan peluang yang dihadapi negara-negara demokrasi di era digital.
Dalam memperkuat demokrasi di Indonesia, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan:Â
Pertama, perlunya  menjaga independensi dan integritas lembaga demokrasi. Lembaga seperti KPU, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Komnas HAM harus tetap berjalan secara independen, bebas dari campur tangan politik  yang dapat mempengaruhi kredibilitasnya.
Kedua, penting untuk melibatkan generasi muda dalam proses demokrasi. Melibatkan  dan memperkuat partisipasi aktif  generasi muda dalam politik akan memberikan mereka perspektif baru, energi dan ide-ide segar dalam pengambilan kebijakan. Mendorong pendidikan politik dan kesadaran politik di kalangan generasi muda akan memastikan bahwa generasi  mendatang  terdidik dan mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan demokrasi.
Ketiga, perlunya mengatasi polarisasi politik dan mendorong dialog antar kelompok. Adanya polarisasi politik yang kuat dapat menghambat proses demokratisasi dan menimbulkan ketegangan sosial. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan ruang  dialog dan pendekatan inklusif agar perbedaan pendapat dan konflik dapat diselesaikan secara damai dan muncul solusi bersama.