Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pesan Seorang Teman dari Alam Seberang

3 September 2019   14:10 Diperbarui: 3 September 2019   16:04 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh saya merinding mengisahkan kembali kejadian nyata ini. Ya, ini peristiwa sungguhan yang dialami oleh saya dan beberapa teman, lebih-kurang 18 (delapan belas) tahun lalu, dipertengahan tahun 2001.

Saya akan memulainya dengan cerita persahabatan saya dengan Doni dan Bagus Arman. (Semua adalah nama samaran).

Kami bertiga adalah teman kuliah di sebuah perguruan tinggi kedinasan milik Departemen Keuangan. Doni, Bagus Arman dan saya sering melakukan kegiatan bersama. Mulai dari mengerjakan tugas-tugas kuliah, diskusi, hingga saling berbagi cerita-cerita pribadi, seputaran keluarga, pacar, dan angan-angan masa depan.

Singkat cerita, setelah selesai kuliah kami mendapat penugasan di instansi yang sama. Tapi saat itu saya ditempatkan di Riau, Doni di Palu dan Bagus Arman mendapat penugasan di Kendari. Sejak itu komunikasi kami tidak lagi sesering saat kuliah, perlahan hubungan kami semakin renggang, mungkin karena jarak dan kesibukan masing-masing. Maklumlah, saat itu medsos belum tersedia seperti sekarang ini.

Tiga tahun berlalu. Saya mendapat kesempatan mengikuti ujian untuk melanjutkan pendidikan kembali di Tangerang, di sebuah daerah di bilangan Jurangmangu. Saya lulus, begitu juga Doni dan Bagus Arman. Maka kami bertemu kembali di kampus. Rencana-rencana yang dulu sempat tertunda kali ini kami bahas lebih serius. Ya, kami berencana mendirikan kantor konsultan keuangan.

Sambil kuliah, kami melanjutkan rencana tersebut. Hingga semuanya matang, dan kami siap untuk memulainya. Akan tetapi, seperti kata orang bijak, manusia merencanakan, Tuhan juga yang menentukannya. Bagus Arman dipanggil yang Maha Kuasa. Demam berdarah telah mematahkan semua rencana kami.

Saya dan Doni merasa sangat kehilangan.

"Gus..selamat jalan kawan, eloe curang Gus, rencana kita belum terwujud eloe udah pergi", bisik saya saat menjenguk almarhum di salah satu rumah sakit di Bekasi. Saya masih ingat sempat meraba kening almarhum. Tempat tidur Bagus Arman juga masih terasa hangat, saat jenazahnya diangkat petugas rumah sakit ke ambulance. Malam itu juga jenazah dibawa ke Pekalongan untuk dikebumikan.

Dua minggu berlalu, saya dan Doni membulatkan tekad untuk mewujudkan cita-cita kami dengan Bagus Arman. Kami lalu bertemu dengan seorang teman, sebut saja namanya Joko (Nama samaran juga). Saya mengenal Joko dari Doni. Joko dan Doni sempat satu tim pada sebuah Kantor Akuntan Publik tempat Doni bekerja paruh waktu. Joko memiliki tempat di daerah Jakarta Selatan yang bisa kami gunakan untuk mendirikan kantor. Kamipun sepakat bekerja sama. Dan kantor kecil kamipun mulai berjalan.

Malam itu saya tidak bisa tidur, saya mencari penjelasan logis dari kejadian tadi. Tapi saya tidak menemukannya. Joko tidak pernah kenal almarhum Bagus Arman. Bagaimana Joko bisa menyebut nama dan mendeskripsikan fisik almarhum dengan tepat?


Semua berjalan biasa saja, hingga suatu sore, setelah melakukan kunjungan ke calon klien, saya dan Doni kembali ke kantor.

"Man, eloe sama Doni dapat salam dari Bagus tadi", kata Joko menyambut kami.

Saya dan Doni menyalami tangan Joko bergantian, kemudian Doni menyahut: "Bagus ceking?"

"Bukan Don, katanya sech temen kuliah eloe pade!", sergah Joko

Sampai di situ saya dan Doni saling pandang.

Dengan penasaran, saya bertanya ke Joko, "Orangnya kecilkan?"

"Kagak, tinggi gede, tadi datang pake Motor King, dia bilang ke gue, pesen sama Ripman dan Doni, die kaga bisa ikut diriin kantor, tapi die tetep support!"

Nah lho, apa-apaan ini, batin saya dalam hati. Doni menghampiri saya dan berbisik: "Kagak beres ini Man"

"Eloe pernah cerita soal almarhum Bagus Arman ke Joko, Don?" tanya saya setengah berbisik juga

"Kagak Man!", jawab Doni

"Ah, jangan main-main loe, Don!", tegas saya.

"Beneran ini bro...!", suara Doni jadi lirih.

Saya adalah orang yang rasional, buat saya, ini pasti ada penjelasannya. Mungkin Doni sudah menceritakan perihal almarhum Bagus Arman ke Joko, dan sedang "mengerjai" saya. Sebuah candaan yang menurut saya kelewatan. Tapi pada saat yang bersamaan saya sangat paham Doni tidak mungkin melakukan hal ini.

Saya lalu mengajukan beberapa pertanyaan berkaitan dengan fisik orang yang kata Joko datang tadi. Dan semuanya mengarah tepat kepada almarhum Bagus Arman. Saya kemudian menarik tangan Doni ke luar kantor. Di depan kantor saya tanyakan lagi dengan sangat serius: "Don, loe jangan main-main urusan beginian, nggak lucu!"

"Demi Allah Man, kagak, gua juga tahu mana yang pantes mana yang kagak buat candaan"

"Begini aja, eloe masih simpan foto kita bertiga?" tanya saya.

"Masih", jawab Doni pendek.

"Yang foto kita ama genk safari, yang bertujuh atau berdelapan itu?" lanjut saya.

"Ada!", tegas Doni

"Nah, eloe bawa besok, ye Don?", kata saya lagi.

"Iyak, sekalian sama foto yang kita sekelas, ya?", usul Doni.

"Sip, oke", jawab saya.

Setelah itu, kami berupaya bersikap wajar, tapi bagaimanapun kami berusaha, Joko ternyata mampu membaca ada sesuatu yang tidak beres.

"Eh, loe bedua kenapa, dari tadi lebih banyak bengong gua liat?" tanya Joko.

"Nggak Jok, capek aja ini", jawab saya sambil menghembuskan asap Sampoerna Mild.

"Eloe maghrib dulu dah, habis itu kita cabut", lanjut saya ke Doni.

Kami pun meninggalkan kantor setelah itu.

Malam itu saya tidak bisa tidur, saya mencari penjelasan logis dari kejadian tadi. Tapi saya tidak menemukannya. Joko tidak pernah kenal almarhum Bagus Arman. Bagaimana Joko bisa menyebut nama dan mendeskripsikan fisik almarhum dengan tepat. Bahkan sampai kendaraan yang dibawa oleh almarhum. Ah, entahlah, besok akan saya tunjukkan foto-foto almarhum ke Joko untuk memastikan.

Pagi, sekitar jam sembilan, Doni dan saya sampai di kantor.

"Selamat pagi", sambut Joko. "Kita ngopi ya?", lanjutnya kemudian.

"Oke", sahut Doni.

Saya dan Doni duduk di depan teras kantor, menunggu kopi.

"Mane foto-foto yang gua minta kemaren Don?"

"Ini", Doni menyerahkan 3 foto ke saya.

Foto pertama, foto kita sekelas, posisi Bagus Arman berdiri di barusan belakang, hanya wajahnya yang kelihatan. Foto ke dua, foto kita berdelapan, almarhum duduk nomor 2 dari kanan dan foto ke tiga, hanya berisi saya di kanan, Doni di tengah dan almarhum di kiri.

"Ini bro, kopi nye", Joko datang sambil menyodorkan kopi hangat, kemudian duduk berhadapan dengan kami.

Doni memberi kode ke saya untuk memulai.

"Jok, tentang temen yang kate eloe datang kemaren, orangnya ada di sini kagak?", tanya saya sambil menunjukkan foto kami sekelas.

"Hm...bentar...bentar...", Joko mencari-cari. "Ini orangnya!", lanjut Joko sambil menunjuk ke foto almarhum.

Saya dan Doni saling pandang.

"Kalau di sini?", tanya saya sambil menunjukkan foto kedua.

"Ini mah jelas, yang ini kan?", jawab Joko sambil kembali tepat menunjuk foto almarhum.

"Terakhir nech Jok, kalo di sini?", sambil saya sodorkan foto bertiga kami. Foto saya, Doni dan alamarhum Bagus Arman.

"Lha ini jelas begini, inilah orangnya!", kata Joko sambil menunjuk wajah almarhum di foto tadi. "Ini sebenernye ada apaan sech?", tanya Joko penasaran.

Saya menghela napas panjang, kemudian: "Jok, ini memang teman gua ama Doni, namanya Bagus Arman, eloe yakin, ini orang yang datang kemaren?"

"Yakinlah, orang gua salaman, ngomong langsung!", jawab Joko

"Kenapa sech?", kata Joko lagi sengit.

"Jok, Bagus Arman ini sudah meninggal 1 bulan yang lalu!", kata saya lirih

"Be-be-beneran loe Man? Emang iya Don?", tanya Joko gemetar.

"Bener Jok", jawab Doni pelan.

Muka Joko mendadak pucat pasi, keringat dingin mengalir dari kedua pelipis dia.  Seketika Joko jatuh pingsan!!! 

Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun