Setelah itu, kami berupaya bersikap wajar, tapi bagaimanapun kami berusaha, Joko ternyata mampu membaca ada sesuatu yang tidak beres.
"Eh, loe bedua kenapa, dari tadi lebih banyak bengong gua liat?" tanya Joko.
"Nggak Jok, capek aja ini", jawab saya sambil menghembuskan asap Sampoerna Mild.
"Eloe maghrib dulu dah, habis itu kita cabut", lanjut saya ke Doni.
Kami pun meninggalkan kantor setelah itu.
Malam itu saya tidak bisa tidur, saya mencari penjelasan logis dari kejadian tadi. Tapi saya tidak menemukannya. Joko tidak pernah kenal almarhum Bagus Arman. Bagaimana Joko bisa menyebut nama dan mendeskripsikan fisik almarhum dengan tepat. Bahkan sampai kendaraan yang dibawa oleh almarhum. Ah, entahlah, besok akan saya tunjukkan foto-foto almarhum ke Joko untuk memastikan.
Pagi, sekitar jam sembilan, Doni dan saya sampai di kantor.
"Selamat pagi", sambut Joko. "Kita ngopi ya?", lanjutnya kemudian.
"Oke", sahut Doni.
Saya dan Doni duduk di depan teras kantor, menunggu kopi.
"Mane foto-foto yang gua minta kemaren Don?"