Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

e-KTP Diganti IKD, Bagaimana Masyarakat Kelas Bawah Tanpa Gadget Mengaksesnya?

11 Desember 2023   06:55 Diperbarui: 13 Desember 2023   16:04 3674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mengakses IKD sumber gambar koran tempo

Akselerasi sistem digitalisasi dalam hampir semua jenis layanan administrasi kependudukan terus berlangsung. Sebagian sistem administrasi kita terus dibenahi, sejak e-KTP Fisik, Akte Kelahiran hingga Akte Tanah Digital. 

Kita harus mendukungnya, meskipun ada hal-hal yang patut menjadi perhatian agar tidak timbul masalah nantinya. 

Mulai dari digitalisasi yang belum merata aksesnya, hingga digitalisasi yang belum dipahami dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat kita (kita menyebutnya dengan-gatek-gagap teknologi).

Sedangkan keanehan yang masih terjadi pada e-KTP, tetap harus kita fotocopy saat mengurus administrasi. Padahal e-KTP telah dilengkapi dengan microchip yang menyimpan data pribadi dan dapat diakses dengan cara pemindaian atau scan. 

Tapi dalam prakteknya hal itu belum dijalankan.

Sebagian masyarakat menganggap sistem tersebut menjadi serba tanggung, "canggih e-KTP-nya, tapi tidak canggih penggunaannya". Mengapa hal itu terjadi?. 

Sebenarnya e-KTP sudah dilarang difotokopi sejak tahun 2013. Hal ini termuat dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. 471.13/1826/SJ perihal Pemanfaatan e-KTP dengan Menggunakan Card Reader.

Surat Edaran ini bahkan ditujukan kepada para menteri, kepala lembaga, kapolri, gubernur BI atau pimpinan bank, gubernur dan bupati atau walikota. 

e-KTP tidak diperkenankan difotokopi, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP , sebagai penggantinya dicatat nomor induk kependudukan (NIK) dan nama lengkap, demikian bunyi salah satu poin dalam SE Mendagri tersebut.

Bahkan pada poin lainnya disebutkan bahwa jika masih ada lembaga yang memfotokopi menstapler dan perlakuan lainnya yang dapat merusak fisik e-KTP maka akan diberikan sanksi. 

Selain itu disebutkan juga bahwa kantor pelayanan publik diwajibkan untuk melakukan pengadaan alat pembaca chip e-KTP atau card reader. 

Namun dalam praktiknya semua berlaku kebalikannya. e-KTP tetap saja di fotocopy saat digunakan sebagai pelengkap administrasi.

Saat polemik muncul, karena ada yang menganggap bahwa pengadaan card reader menjadi salah satu pemborosan. Di sisi lain juga ada yang menilai bahwa sosialisasi yang dilakukan Kemendagri terlambat. Setelah hampir 8 tahun berlalu, ternyata e-KTP masih difotokopi. 

Demikian juga dengan card reader, belum semua lembaga pelayanan publik memiliki alat tersebut. Inilah titik lemah yang tidak diantisipasi sejak awal saat e-KTP diluncurkan.

Jika ada lembaga yang dilengkapi dengan card reader, jumlahnya sangat terbatas, pada instansi tertentu seperti BPJS Kesehatan dan perbankan. 

Sedangkan mayoritas instansi lain masih belum bisa melayani dengan card reader, sehingga Surat Edaran tersebut menjadi masalah tersendiri.

Antisipasi Masalah yang Berulang 

Bagaimana dengan Identitas Kependudukan Digital (IKD), Digital ID atau KTP Digital terbaru saat ini?. Apakah Pemerintah telah mengantisipasinya agar masalah seperti e-KTP tidak berulang. 

Bagaimana dengan nasib kelengkapan administrasi bagi penduduk kelas bawah yang tidak punya smartphone atau HP dengan sistem operasi Android minimal versi 7.1, agar bisa menggunakan fasilitas IKD yang baru?.

Sampai sekarang masalah terkait integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) belum selesai.

Dan akan bertambah dengan masalah baru karena pemerintah berencana menggantikan 50 juta e-KTP fisik yang ada dengan Identitas Kependudukan Digital (IKD) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) digital.

Berita itu telah diumumkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sebenarnya langkah pemerintah ini patut diapresiasi karena tujuannya untuk terus meningkatkan dan memodernisasi sistem administrasi kependudukan. Apalagi jaman makin canggih. 

Dengan adanya KTP digital atau IKD diharapkan bisa semakin memudahkan dan memberi sejumlah keuntungan, termasuk efisiensi dan kemudahan dalam pengelolaan data kependudukan. 

Target pertama hingga tahun 2023 adalah 50 juta pengguna yang akan menjadi target peralihan e-KTP fisik ke Identitas Kependudukan Digital (IKD).

Namun pemerintah juga harus mempertimbangkan solusi tentang perangkat yang akan digunakan oleh masyarakat sebagai syarat bisa mengakses IKD tersebut. 

Apakah ada alternatif yang bisa memudahkan, mengingat secara ekonomi tak semua masyarakat Indonesia memiliki akses ke internet apalagi punya HP bersistem operasi android  versi 7.1.

Sehingga kemungkinan akan bisa memicu berbagai reaksi. Mengingat sebelumnya integrasi NIK KTP dengan NPWP juga menciptakan perdebatan dan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data. 

Dan kali ini akan bertambah dengan akses internet yang tidak semua tempat, apalagi terpencil bisa mengaksesnya.

Tentang akses yang kemungkinan bisa bermasalah pemerintah tentu harus belajar dari kasus peralihan televisi analog ke digital yang juga tidak mudah, karena butuh alat bantu.

Memang berdasarkan hasil survei penggunaan TIK di Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia sudah punya smartphone. 

Jumlahnya hampir mencapai 2/3 dari total masyarakat Indonesia atau dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak punya smartphone. 

Hasil survei juga menunjukkan bahwa masyarakat urban lebih banyak yang punya smartphone dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. 

Tapi jumlah penetrasi smartphone di pedesaan juga sudah mencapai lebih dari 50,39% dari total masyarakat pedesaan. Artinya meskipun tinggal di desa, masyarakat Indonesia masih bisa mengikuti perkembangan teknologi yang ada.

Dan hasil survei lainnya menunjukkan bahwa masyarakat rentang usia 20 – 29 tahun adalah kelompok usia dengan tingkat penetrasi smartphone yang paling tinggi (75,95%). 

Tapi persentase kepemilikan di semua kelompok usia telah mencapai lebih dari 50% dari total masyarakat rentang usia tersebut. Ini menunjukkan bahwa smartphone populer juga di kalangan orang tua.

Persyaratan yang "Canggih"

Karena informasinya baru pastinya banyak masyarakat yang tidak tahu soal Identitas Kependudukan Digital (IKD). IKD  adalah inovasi terbaru penerus dari e-Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) fisik,  untuk menggantikan 50 juta e-KTP fisik hingga akhir tahun 2023.

Keuntungan penggunaan IKD bisa  membantu lebih cepat dan praktis, memberikan efisiensi dalam administrasi kependudukan karena hemat biaya dalam pembuatan kartu identitasnya.

Adanya sistem digital juga dianggap bisa mencegah pemalsuan atau penyalahgunaan data kependudukan, jadi bisa lebih aman dan terpercaya. Selain itu, orang tidak perlu lagi menyimpan kartu identitas di dalam dompet, cukup di perangkat smartphone mereka.

Namun kemudahan itu juga bersyarat, karena proses membuatnya butuh persyaratan utama adanya gawai (smartphone atau ponsel pintar) yang memiliki sistem operasi Android minimal versi 7.1.  

Selain itu, calon pemegang IKD juga harus sudah punya e-KTP fisik atau pernah melakukan perekaman sebelumnya, meskipun belum pernah memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el).

Pembuatan IKD juga butuh alamat email dan nomor ponsel aktif sebagai syarat penting dalam proses pembuatan IKD. Termasuk koneksi internet agar proses pembuatan dan penggunaan IKDnya lancar.

Nah inilah yang menjadi kekuatiran kita karena akan banyak dijumpai masalah, karena sebagian masyarakat kita terkendala akses internet, kepemilikan email, dan tentu saja android versi 7.1.

Sekalipun perkembangan terbaru cukup menggembirakan terkait penggunaan IKD menurut data dari Tim Ditjen Dukcapil, yang didukung oleh Dinas Dukcapil Provinsi DKI dan Suku Dinas Dukcapil Jakarta Pusat, berhasil mengaktivasi IKD sebanyak 1.247 pemohon. 

Dalam kurun waktu dua hari, layanan aktivasi IKD mampu melayani sebanyak 2.675 pemohon, menunjukkan antusiasme dan adopsi yang tinggi dari masyarakat terhadap solusi identitas digital ini.

Serumit Apa Sih Proses Membuatnya?

Langkah pertama, kunjungi Kantor Dinas Dukcapil dengan membawa ponsel yang dapat terkoneksi dengan internet. 

Unduh aplikasi "Identitas Kependudukan Digital" melalui platform Playstore untuk pengguna Android atau App Store untuk pengguna iOS.

Setelah proses instalasi selesai, buka aplikasi "Identitas Kependudukan Digital" di ponsel kita. 

Klik tombol "Daftar" dan isi informasi yang diminta, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat surat elektronik (email), dan nomor handphone. Setelah itu, klik "Verifikasi Data".

Pilih tombol "Ambil Foto" untuk melakukan foto selfie yang akan digunakan untuk Face Recognition.

Selanjutnya, proses pemindaian QR Code, dibantu petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Buka email yang telah terdaftar saat pendaftaran dan pastikan ada email masuk dari "SIAK Terpusat Identitas Digital".

Setelah mendapatkan email balasan, lakukan aktivasi dengan mengklik tautan atau tombol "Aktivasi" yang terdapat dalam email.

Masukkan 6 digit Kode Aktivasi yang telah disalin dan isikan captcha.

Klik tombol "Aktifkan", lalu klik tombol "Ya" dan "Tutup".

Masuk ke Aplikasi "Identitas Kependudukan Digital" dan klik "Cek Status". Selanjutnya, klik "Masuk" dan masukkan PIN yang dihasilkan (6 digit kode aktivasi yang ada di email).

Setelah berhasil diaktivasi, aplikasi IKD akan menampilkan Data Keluarga, Dokumen, Tanda Tangan Elektronik, dan berbagai fitur lainnya.

Untuk meningkatkan keamanan, lakukan Ubah PIN dengan memilih menu "Ubah PIN/Kata Kunci". Masukkan PIN lama (6 digit kode aktivasi di email) dan masukkan PIN baru dua kali untuk konfirmasi.

Terakhir, untuk keluar dari aplikasi "Identitas Kependudukan Digital", klik tombol kunci yang terletak di pojok kanan bawah.

Dengan mengikuti panduan ini, masyarakat diharapkan bisa lebih mudah mengakses dan memanfaatkan IKD sebagai alternatif digital untuk e-KTP fisik.

Selama proses pembuatan IKD berlangsung kita akan didampingi oleh petugas. Tugas kita "hanya" memenuhi syarat yang dibutuhkan; android 7.1 version, email, dan akses internet. 

Jika mendapat kesulitan teknis para petugas dukcapil pasti akan membantunya, kecuali satu hal tersedianya android, karena itu menjadi urusan kita masing-masing.

referensi:1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun