Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Aku di Sini

24 Maret 2022   06:36 Diperbarui: 24 Maret 2022   07:03 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Dariah belum beranjak dari duduk meskipun Yu Jum sudah mengusirnya. Siang hari ini wanita sepuh itu sedang tidak ingin ngerumpi. Sejak semalam kepalanya sakit. Tidurnya gelisah. Tiap sebentar tangan meremas rambutnya yang beruban. Benar-benar merusak ketenanganku.

            Yu Jum kembali merintih. Dilihatnya Dariah masih menunduk bergeming.

            "Nunggu apa lagi? Aku ndak punya duit. Sudah sana pulang, nanti anakmu nyari!" Sekali lagi Dariah diusirnya.

            Perempuan bersuami preman pasar yang baru ditangkap polisi itu masih diam. Aku mengintip dari sela-sela rambut.

            "Aku ndak akan nolong Bardi, Dar. Ndak akan! Percuma kamu ke sini. Pulang!"

            Perlahan wajah Dariah terangkat. Setelah cukup lama berdiam diri, perempuan berdaster lusuh itu berucap lirih, "Yayu tega lihat Kang Bardi dipenjara?"

            Yu Jum mendengkus. Wajah keriputnya melengos. Sepertinya Yu Jum masih dendam dengan suami Dariah ini.

            "Kasihan Budi, Yu. Dia nanyain bapaknya terus."

            Perempuan tua itu beringsut. Dipan berderit seiring gerakan tubuhnya. Dia tak menanggapi cerita Dariah yang diulangnya lagi. Sampai ketika Dariah mengungkit peristiwa malam yang nyaris memenggal kepalanya, Yu Jum pun berdiri tepat di hadapan Dariah.

            "Kamu tahu aku benci Bardi. Kenapa masih datang kemari meminta tolong?" ucapnya keras. "Lihat kepalaku ini." Yu Jum menyibak selendang yang menutupi kepalanya. Sebuah luka sabetan meninggalkan tanda di kepala sebelah kiri.

            "Maafkan Kang Bardi, Yu." Dariah kembali memohon sambil memelas.

            "Percuma!"

            Tangan Yu Jum menyibak selendang ke belakang. Dia beranjak dari dipan menuju pintu warung. Dia mendengar keributan. Tampak Darko, anak semata wayangnya, berlari masuk rumah dengan tergopoh-gopoh.

            "Mak! Ada apa?"

            Bukan hanya Darko, tetapi beberapa pemuda pasar Sriniti berkumpul di depan warung. Masih terengah-engah, Darko kembali bertanya. Namun, Yu Jum hanya memegangi kepalanya, lalu pingsan.

            Terjadi kehebohan di depan rumah. Darko segera membopong ibunya menuju dipan di ruang samping. Matanya sempat melebar tatkala melihat Dariah di dalam rumahnya. Bukan itu saja, terlihat Dariah sedang memegang pisau.

            "Mak! Mak kenapa, Mak!"

            Tangan Darko buru-buru membuka selendang yang dipakai emaknya. Saat itu, aku hampir saja tersungkur. Gerakan tangan laki-laki itu sangat kasar. Kedua tangannya sekarang membingkai wajah pucat Yu Jum.

            Aku mendengar Darko menangis melihat Yu Jum hanya terdiam. Matanya nyalang menatap Dariah yang diam mematung kebingungan. Sepertinya Darko menarik kesimpulan singkat atas apa yang dilihatnya. Dia menghampiri Dariah yang masih menggenggam pisau. Tangan Darko menunjuk wajah perempuan itu.

            "Kamu apakan Emak?" Gerahamnya mengeras. Suaranya meninggi.

            Dariah berangsur mundur dan terdesak di dinding papan rumah sekaligus warung. Tak ada celah baginya untuk mundur lagi. Darko makin kalap sementara tangan Dariah menghunus pisau. Segala kemungkinan bisa terjadi dalam hitungan detik.

            Aku bergerak tak beraturan ke depan dan belakang sampai akhirnya terdengar suara.

            "Ko ...," rintih Yu Jum.

            Darko berhenti dan menoleh ke arah emaknya. Sang emak merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya.

            "Pusing, Ko ...."

            "Kita ke Bidan Nur ya, Mak?" ajaknya.

            Yu Jum menggeleng. Matanya tiba-tiba terbuka, lalu menangkap sosok Dariah masih berdiri di dekat dinding. Mata Yu Jum terbelalak ketika dia melihat pisau di tangan Dariah.

            "Ko ... dia mau bunuh kita, Ko ...." Yu Jum histeris. Suaranya keras terdengar hingga keluar rumah. Ada Nopri, Zaenal, dan Barong yang dengan sigap berlari masuk rumah.

            "Ada apa ini? Ko, siapa yang mau bunuh kalian?" tanya Nopri gugup.

            "Dia!" tunjuk Zaenal melihat Dariah meringkuk ketakutan. Pisau yang sedari tadi dipegangnya jatuh ke lantai.

            Aku kembali bergerak dan menggigit bagian kiri kepala Yu Jum. Perempuan tua itu kembali tenang. Napasnya berangsur stabil. Matanya memejam sebelum akhirnya tertidur pulas.

            "Yu Dar! Coba bilang, pisaunya buat apa?" selidik Barong mendekati perempuan istri Bardi.

            Dariah menggeleng berulang-ulang. Dia menangis histeris ketika Zaenal menuduhnya dan terus menyudutkan.

            "Aku mau ngupas kates. Cuma itu!"

            "Bohong!" sanggah Darko. "Emak kesakitan kepalanya waktu kamu di dalam."

            "Tidakkk!" Dariah kembali berteriak. Teriakannya justru memancing warga sekitar pasar datang di sekitar rumah Yu Jum.

            Aku mengintip dari balik selendang di kepala Yu Jum. Dalam tidurnya, aku merasakan napas perempuan tua ini naik turun. Dia sama sekali tak terusik suara-suara di luar. Mulut runcingku mengembuskan udara tipis-tipis ke sela-sela rambut ubannya. Berhasil! Yu Jum terlena.

            "Usir Dariah!" teriak Darko.

            "Jangan! Tolong aku!" pinta Dariah.

            "Mau apa lagi?"

            "A-aku minta Yayu membantu Kang Bardi, Dar ...."

            Makin riuh orang mengolok Dariah. Suara di luar membentuk semacam paduan suara yang kompak. Mereka juga meminta istri Bardi itu pergi dari kampung mereka. Kejahatan Bardi memang tak termaafkan, terutama bagi Darko dan Yu Jum.

            "Usir dia!"

            "Iya, usir!"

            "Nggak laki nggak bini bakat pembunuh!"

            "Tidaaakkk!" Dariah berteriak lagi.

            Aku bisa melihatnya bangkit dan berdiri di dekat jendela kamar Yu Jum. Matanya melotot memandangi satu per satu orang-orang yang berkumpul di dekat lapak Koh Ijong. Mereka bergabung dengan anjing-anjing yang tinggal di sekitar pasar. Bersama kucing dan ayam-ayam di sana. Aku meninggikan tubuh untuk melihat apa yang dilakukan Dariah di dekat jendela.

            Dalam posisi terkepung, bisa saja Dariah melompat dan ... bum! Dia kehilangan kewarasannya karena sudah kusedot sebagian. Dia baru linglung saja. Belum gila.

Airmolek, 24 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun