"Percuma!"
      Tangan Yu Jum menyibak selendang ke belakang. Dia beranjak dari dipan menuju pintu warung. Dia mendengar keributan. Tampak Darko, anak semata wayangnya, berlari masuk rumah dengan tergopoh-gopoh.
      "Mak! Ada apa?"
      Bukan hanya Darko, tetapi beberapa pemuda pasar Sriniti berkumpul di depan warung. Masih terengah-engah, Darko kembali bertanya. Namun, Yu Jum hanya memegangi kepalanya, lalu pingsan.
      Terjadi kehebohan di depan rumah. Darko segera membopong ibunya menuju dipan di ruang samping. Matanya sempat melebar tatkala melihat Dariah di dalam rumahnya. Bukan itu saja, terlihat Dariah sedang memegang pisau.
      "Mak! Mak kenapa, Mak!"
      Tangan Darko buru-buru membuka selendang yang dipakai emaknya. Saat itu, aku hampir saja tersungkur. Gerakan tangan laki-laki itu sangat kasar. Kedua tangannya sekarang membingkai wajah pucat Yu Jum.
      Aku mendengar Darko menangis melihat Yu Jum hanya terdiam. Matanya nyalang menatap Dariah yang diam mematung kebingungan. Sepertinya Darko menarik kesimpulan singkat atas apa yang dilihatnya. Dia menghampiri Dariah yang masih menggenggam pisau. Tangan Darko menunjuk wajah perempuan itu.
      "Kamu apakan Emak?" Gerahamnya mengeras. Suaranya meninggi.
      Dariah berangsur mundur dan terdesak di dinding papan rumah sekaligus warung. Tak ada celah baginya untuk mundur lagi. Darko makin kalap sementara tangan Dariah menghunus pisau. Segala kemungkinan bisa terjadi dalam hitungan detik.
      Aku bergerak tak beraturan ke depan dan belakang sampai akhirnya terdengar suara.