***
Rumah sudah bersih dari debu dan jaring laba-laba. Sprei sudah kutukar dengan yang baru. Beberapa perkakas yang sudah usang dan rusak kuganti dengan yang baru. Aku duduk di sofa menghadap kamarku dengan menyandarkan punggung melepas penat. Mataku sempat terpejam entah berapa lama, lalu terbangun saat aku mendengar suara berisik dari arah kamarku.
Aku memanggil Bu marni. “Bu ... Bu Marni!” panggilku, tetapi tak ada jawaban. Apa mungkin perempuan itu pulang saat aku tertidur barusan?
Aku bangkit dari duduk dan berjalan pelan menghampiri sumber suara dalam kamar. Aku berangsur melangkah masuk ke kamar. Keningku berkerut saat mendapati sebuah koper tua tergeletak di lantai. Setahuku Bu Marni tadi sudah membereskan kamar, tetapi mengapa koper ini justru tergeletak di lantai?
Kepalaku bergerak ke kanan mengamati benda usang dekat kakiku. Sepertinya aku ingat sesuatu. Ya, aku teringat cerita Ibu tentang koper tua. Barangkali ini koper yang dimaksud Ibu, pikirku. Aku jongkok dan membuka perlahan kait pengunci koper dan menarik retsletingnya. Koper terbuka bersama debu yang beterbangan. Aku terbatuk. Kedua tanganku mengibas cepat. Sepertinya aku mencium aroma yang membuatku mendadak lemas.
Dadaku terasa sakit. Aku mengerang, tapi percuma sepertinya aku sendirian dan tak seorang pun mendengar. Aku memejam menahan sakit. Saat koper terbuka aku melihat gadis kecil berambut cokelat berjalan ke arahku. Kakiku berangsur mundur.
Gadis kecil itu berjalan ke arah koper, lalu duduk di dalamnya. Aku terus memperhatikan gerakannya. Kakinya dibiarkan menjuntai ke luar koper. Dia mengambil sebuah buku usang dari dalam koper dan mulai membacanya. Dia bahkan tak acuh dengan keberadaanku di sampingnya. Dia terus membaca. Sesekali gadis itu mendongak dan tersenyum manis. Aku merasa familier dengan tingkah gadis kecil ini. Caranya duduk, membaca buku misteri di tangannya, aku seperti sedang becermin.
Tanganku terulur hendak menyentuh gadis kecil itu. Aku hendak bertanya. Namun, tertahan suara keras dari arah luar kamar.
“Kamu harus nurut!”
“Kamu kejam, Mas. Aku tidak akan melepaskan anakku!”
“Harus mau!”