" Wa'alaikumsalam", jawabku. Dari seberang sana kudengar suara seseorang yang begitu aku kenal.Â
"Emak?" Kataku.
"Iya le ini emak. Gimana sehat kamu le?"Â Kata emak.
"Sehat mak. loh emak telfon darimana ini?" Tanyaku.
"Minjem telfon anak tetangga le".
"Ya ampunnnnn", pikirku. Padahal telfon dari hp ke telfon rumah mahal, pasti emak ga tau itu.
"Emak kangen denger suaramu, makanya waktu kamu kasih nomer telfon ini emak langsung pinjem hp si Rudi anaknya bu Karsih". Aku mengangguk angguk dengar celotehan emak.
" Le ya ampuuunnnn, orang orang waktu emak ceritain kalo kamu udah kerja di rumah sakit, pada seneng le, mereka memuji muji emak, beruntung punya anak sepinter kamu. Makasih ya le kamu udah buat bangga emak".Â
Aku tersenyum senyum mendengarkan cerita emak, sambil sebentar sebentar melirik jam di dinding ruanganku. Emakku terus bercerita, mulai dari cerita Bu Herman yang anaknya barusan nikah, kemudian Pak Joko yang terkena struk, sampai ayam ayam kami yang katanya telur telurnya dimakani tikus. Aku sedikit pusing mendengar ibuku bicara tidak berhenti henti, aku semakin was was sebentar lagi akan ada pasien yang harus segera kuperiksa, tapi emakku seolah tidak memberiku ruang untuk bicara.
"Le kamu tau itu pohon rambutan yang ada di perempatan jalan itu?"
"Eh mak, egh anu amit ini saya ada pasien", aku memotong pembicaraannya.