"Tolong saya, Pak! Saya ingin bertemu dengan Bunga, lalu meminta maaf padanya...," lirih orang itu, entah terlihat wujudnya apa tidak yang jelas Pak Kades sampai gemeteran sendiri saat melihatnya.
"B-bu Ce-ri...," Pak Kades benar-benar syok sampai akhirnya pria paruh baya itu pun pingsan di depan pintu dengan mulut menganga dan tangan gemetar sambil memegang dadanya.
"Pakkkk! Astaghfirullaah!" teriak Bu Kades histeris karena saat itu ia melihat suaminya tiba-tiba saja tergeletak di atas lantai dekat pintu masuk, sementara Langit dan Bunga segera berlari menyusul Bu Kades.
"Astaghfirullah! Pak Kades kenapa, Bu?" tanya Bunga, ikut khawatir.
"Tolong gotong suami saya ke dalam kamar, Nak Langit." pinta Bu Kades cepat, kini wajahnya sudah banjir airmata.
Langit pun mengangguk dan segera menggotong Pak Kades ke dalam kamar yang dimaksud Bu Kades. Sungguh, ketiganya memang tidak melihat sosok wanita berlumuran darah seperti yang dilihat pak Kades.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya pak Kades pun sadarkan diri dari pingsannya. Ia langsung memindai orang-orang yang ada di sekitarnya dengan tatapan yang masih penuh ketakutan dan bibir yang gemetar.
"B-bu Ce-ri..." tunjuk Pak Kades ke depan ranjangnya, kini wajahnya terlihat sangat pucat.
"Apa sih, Pak? Gak ada siapa-siapa kok. Bu Ceri? Kenapa bapak bicara seperti itu..." sahut Bu Kades bingung sendiri.
"Ini kalian kan?" tanya Pak Kades lagi, memastikan bahwa orang-orang di depannya beneran nyata.
"Ada apa sih, Pak? Bapak jangan nakut-nakutin gitu dong!" resah Bu Kades yang langsung merinding sendiri.
"Bapak lihat Bu Ceri tadi ada di depan pintu, Bu. Seluruh badannya... berlumuran darah." lirih Pak Kades yang langsung membuat ketiganya terlonjak kaget.
"Apaan sih, Pak. Dia kan sudah meninggal. Jangan gitu lah." ucap Bu Kades tetap positif thinking walau dalam hatinya ikut merinding.
"Nggak, Bu. Bapa jelas-jelas melihatnya sendiri." sangkal Pak Kades kembali dengan penuh keyakinan.
"Nak Langit, bisa doain suami saya? Sepertinya, dia sedang berhalusinasi." pinta Bu Kades pada Gus Muda itu sambil menyodorkan botol air minum yang tersimpan di samping nakas.
"InsyaAllaah, Bu. Saya akan membacakan do'a ruqiyahnya ke dalam botol." ucap Langit yang langsung merealisasikan perkataanya dan segera merapal do'a ruqiyah yang sering ia rutinkan untuk dirinya sendiri setiap akan tidur.
"Istighfar, Pak. Mungkin benar itu Bu Ceri, tapi qorinnya. Ehm, apa dia bilang sesuatu padamu?" tanya Bu Kades penasaran. Sementara Bunga semakin merinding dan merapatkan tubuhnya ke samping Bu Kades, sedangkan Langit masih fokus membaca do'a ruqiyah.
"Iya, Bu. Dia bilang ingin meminta maaf pada Nak Bunga. Gitu..." jawab Pak Kades yang masih agak gemeteran.
"Ya Allah...." Bunga pun spontan merasa sedih, karena rupanya qorin Bu Ceri sampai bergentayangan seperti itu.
"Silahkan Pak, di minum dulu air do'anya." ucap Langit, mempersilahkan Pak Kades agar segera meminum air yang sudah ia do'akan.
"Terimakasih, Nak Langit." Pak Kades pun langsung meneguk air putih itu hingga tandas tak tersisa.
Setelah drama Pak Kades pingsan, ketiganya pun langsung beranjak kembali ke ruang tamu. Mereka bersantai sejenak di sana plus ngobrol-ngobrol ringan untuk mengusir rasa takut akan bayang-bayang qorinnya Bu Ceri.
"Jadi Qorin itu bisa seperti itu ya, Nak? Apa mereka tidak berbahaya nantinya? Seperti jadi gentayangan begitu." tanya Bu Kades memulai pembicaraan.
Ternyata rasa penasarannya sangat tinggi dibanding ketakutannya. Berbanding terbalik dengan Bunga yang saat ini langsung meraba belakang lehernya yang terasa agak merinding, apalagi setelah Pak Kades berujar Bu Ceri ingin meminta maaf padanya.
"Bisa, Bu. Pada dasarnya setiap kita ini memiliki qarin-nya tersendiri. Dan sifat mereka ya memang ada yang baik dan jahat. Tergantung manusia-nya bisa menjaga hawa nafsunya atau tidak. Bahasanya, qarin ini adalah jin ya, Bu. Jadi mereka bisa saja berubah-ubah wujud, termasuk mungkin wujud Bu Ceri yang keadaanya masih sama persis seperti terakhir kali beliau meninggal saat bertemu Pak Kades."
"Adapun nanti, apakah qarin ini bisa berdampak bahaya di dunia nyata? Ya, tergantung. Setau saya, kalau Bu Ceri ini selama di dunia tidak melakukan hal aneh, seperti tidak bersekutu dengan iblis/syetan, atau apapun yang berhubungan dengan makhluk ghaib, insyaAllah roh/jiwa-nya akan baik-baik saja dan akan pulang ke alam akhirat nanti sesuai amal yang telah ia kerjakan selama di dunia."
"Tapi jika kenyataanya beliau pernah berbuat sesuatu lah, katakan saja pernah ke dukun untuk memintakan pertolongan agar ia dimudahkan dalam menggapai hal duniawinya, sudah dipastikan, rohnya itu akan mengambang. Mungkin saja terjebak di dunia ghaib sampai hari kiamat tiba atau kemungkinan terburuknya... roh orang tersebut akan di siksa di alam kubur, kalau ia muslim mungkin akan dimasukkan ke dalam neraka sampai dosa-nya habis dengan syarat mereka tidak menyekutukan gusti Allah dengan sesuatu-pun. Kalau ia kafir, mereka akan kekal di dalam neraka, selama-lamanya."
"Sebagaimana surah at-Taubah ayat 68 menyatakan, 'Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal."
"Di sana jelas, bahwasannya Allah mengancam orang munafik dan orang kafir baik laki-laki maupun perempuan dengan api neraka jahannam. Mereka kekal di dalamnya, namun Syekh Marzouq menjelaskan, sebagian orang memahami, kata 'ahqab' yang berarti 'kekal' dalam ayat 23 Surat An-Naba menandakan bahwa siksaan kepada orang kafir itu akan berakhir. Akan tetapi, Syekh Marzouq itu berpendapat kembali, pemahaman tersebut ternyata keliru. Hal inilah yang kemudian dipertajam Ibn al-Jauzi untuk menyelesaikan kekeliruan tersebut."
"Ibn al-Jauzi mempertanyakan soal apakah 'ahqab' menunjukkan tidak adanya keabadian di neraka? Jika memang tidak ada keabadian di neraka, lalu apa maksud dari penyebutan 'ahqab' dan kekalnya orang kafir di dalam neraka (QS At-Taubah ayat 68) yang tiada akhir?"
"Maka Ibnu al-Jauzi menemukan dua jawaban. Pertama, ' ahqab ' menandakan tiadanya akhir, karena setiap kali suatu zaman berlalu, maka akan tiba zaman berikutnya. Penjelasan yang menunjukkan adanya batas masa akhir adalah ketika menyebut akan kekal di neraka selama sepuluh atau lima zaman. Hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Qutaibah dan jumhur ulama lainnya."
"Meski begitu, meskipun lamanya penghuni surga dan penghuni neraka menggunakan waktu yang rinci, tetap saja tidak ada batas waktu pada akhirnya. Sebab, Allah SWT dalam dalam firman-Nya pun menggunakan waktu yang rinci seperti ' bukrotan wa' Asyiyyan (pagi dan petang, dalam surah Maryam ayat 11), tetapi sejatinya waktu tersebut tidak ada pada akhirnya."
"Kedua, makna dari mereka akan menetap beberapa waktu disitu adalah mereka tidak akan merasakan dingin dan minum selama beberapa waktu, sementara soal kekekalan mereka di neraka tak berubah, alias kekal selamanya. Ini pendapat az-Zujaj."
'Ketika zaman-zaman berlalu dan berakhir memancarkan panas dan gelap yang ditimpakan kepada penghuni neraka, maka kemudian mereka akan disiksa dengan memancarkan yang lain,' jelas Syekh Marzouq kembali." kata Langit panjang lebar.
(Sumber : Masarawy)
Sungguh, ketiga orang itu langsung begidik ngeri sendiri setelah mendengar penjelasan Langit yang begitu runtut dan rinci itu. Mereka benar-benar sangat takut akan janji Allah tentang neraka.
Dengan tatapan sendu, akhirnya Bunga pun bersuara, "Apakah berhak bagiku, manusia yang seringkali berbuat dosa ini, mengharap surga-Nya? Aku... benar-benar tak pantas mendapatkannya, namun aku juga sungguh tak sanggup menanggung siksa nerakanya." ucap Bunga dengan mata yang berkaca-kaca.
Langit pun kembali berkata dan menjawab pertanyaan Bunga yang sakral itu, "Apa boleh buat, kita ini hanyalah insan biasa. Manusia yang tak luput dari dosa dan kesalahan. Tapi barang siapa yang bisa memperbaiki diri dan bertekad akan berupaya menjadi pribadi yang lebih baik lagi, maka mereka termasuk orang-orang bertaubat, lagi merendahkan diri-nya di hadapan Allah."
"InsyaAllah, surga berhak bagi mereka yang beriman kepada Allah dan percaya bahwa janji Allah itu nyata. Surga adalah nyata, dan orang beriman, pantas dan berhak mendapatkannya. Maka tak ada alasan kita untuk tidak bertaubat dan berjanji pada diri sendiri, kita tidak akan mengulang kesalahan yang sama." jawab Langit dengan tenang. Ia seperti sudah terbiasa berdiskusi begini, terlihat ia begitu santai dan berwawasan luas.
"Tapi, kalau kesalahan itu terus terulang kembali dan kita tidak tau, kenapa kita juga sampai seperti ini, apa masih pantas kita mendapat ampunan dari Allah?" tanya Bunga kembali, kini air matanya pun tiba-tiba merembes dari kedua kelopak matanya. Sungguh, ia benar-benar sedih karena selama ini dirinya selalu saja terjerumus pada hal-hal yang tidak diridhai Allah.
"Bunga... Allah itu tidak melihat fisik/rupamu, akan tetapi Ia melihat hatimu. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini di antaranya karena akibat/sebab perbuatanmu sendiri. Kalau kamu melakukan kebaikan, maka Allah pun akan membalasnya dengan pahala yang berkali-kali lipat."
"Kalau kamu melakukan kejahatan/kesalahan, belum tentu Allah langsung menghakimu dengan kata 'dosa' sebagaimana manusia mengclaim-mu sebagai makhluk berdosa dan tak pantas mendapatkan rahmat-Nya kembali. Siapa mereka? Allah saja masih sayang kepada hamba-Nya yang berbuat dosa, kenapa kau harus peduli dengan penghakiman manusia?"
"Saat kita melakukan dosa/kesalahan, Allah tak langsung memberikan mandat-Nya kepada malaikat-Nya (Rakib dan Atid) untuk tidak dulu mencatat dosa-mu sampai kamu benar-benar sadar dan menyadari, di mana letak kesalahanmu itu. Gak baik gimana gusti Allah? Masih mau beranggapan Allah itu tidak akan menerima taubat-mu?"
"Merugilah! Kamu boleh dihakimi manusia sebagai insan yang berdosa bahkan sampai kamu dikucilkan/dihina/disiksa oleh mereka karena kamu tidak pantas hidup kembali dengan dosa-mu itu, tapi Allah, tidak sejahat itu pada hamba-Nya, Bunga.Jangan sampai kamu beranggapan bahwa Allah itu tidak akan mengampunimu."
"Tidak boleh! Tapi kamu harus ingat, betapa banyaknya kebaikan dan nikmat Allah pada kita selama hidup di dunia ini, tapi berapa kali juga kamu mengkufuri nikmat tersebut, namun nyatanya Allah masih juga memberikan hal-hal baik padamu. Apa ya kamu gak malu dengan sangkaan buruk-mu itu?"
'Qul Yaa 'ibaadiyalladziina asrafuu 'alaa anfusihim laa taqnathuu min rahmatillahi, innallaha yaghfirudz dzunuuba jamii'aan. Innahuu huwal ghafuurur-rahiim. Di sana Allah mengatakan, 'Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri!
"Betapa baiknya Allah tidak menyebut hamba-nya dengan 'Hai makhluk-makhluk pendosa!' Allah nggak sejahat itu ngatain kita seperti itu. Betul tidak? Semua itu bukti, betapa baiknya Allah dengan Maha Lathif-nya (lembut). Tidak menjudge hamba-nya dengan suatu perbuatan buruk, tapi masih merangkulnya, bahkan kata 'hamba-hamba-ku' saja menurutku itu sudah sangat menunjukkan bahwa Allah masih menyayangi hamba-Nya sekalipun hamba-Nya itu berkali-kali mengulangi dosa-nya tapi jika mereka senantiasa bertaubat dan menyadari letak kesalahannya itu. Disitulah rahmat Allah berada."
"Kita gak boleh minta gini ke Allah, 'Ya Allah, kenapa sih aku diuji terus dalam hal itu. Aku kan udah berusaha taubat dan berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama, tapi kenapa engkau takdirkan aku seperti ini lagi? Apa salahku? Apa dosaku? Ko aku gak bisa kayak oranglain sih?' Lah napa jadi membanding-bandingkan ujianmu dengan oranglain. Ya jelas-lah, jawabannya karena kamu adalah manusia."
"Emang siapa sih kamu ini sebenarnya? Gak mau diberi ujian/cobaan maunya kok enak terus. Mau menggantikan posisi gusti Allah atau gimana? Lihatlah iblis. Kenapa iblis bisa diberi kesempatan untuk mencari kawan-kawannya sampai hari kiamat, lalu kelak akan dikekalkan di neraka-nya Allah. Itu karena apa, ya karena itu, sombong! Kamu sombong sampai mengakui dirimu lebih baik dari oranglain. Kamu sombong kalau kamu yakin dirimu baik-baik saja saat ini, gak diuji sama sekali sama Allah, padahal sebenarnya itu adalah istidraj-nya gusti Allah. Apa gak mikir sampai ke sana?"
'Aku akan menguji-mu dari segala macam arah, biar apa? biar kamu kuat! biar kamu tangguh! biar kamu gak ada pikiran lagi untuk mengulang kesalahan yang sama. Tapi kenapa kamu masih belum sadar juga, bahwa sesuatu yang kau perbuat secara berulang-ulang itu akan menyakitimu! Akan melukaimu! Di sini, siapa yang salah? Aku kan sudah jelas-jelas akan memberikanmu kenikmatan/kebahagiaan kalau kamu berjalan di atas hal yang diridhoi-Ku. Ya kalau kamu berbuat dosa dari jalan yang haram, apa kamu masih mau menyalahkan-Ku karena keteledoranmu itu?'
"Mikir! Diberitahu berkali-kali tetap begitu, ya kamu berarti dablek itu namanya. Gak tau diri ke gusti Allah. Ya, tanggung sendiri-lah." ucap Langit yang langsung meminum air teh hangatnya dulu sebelum ia menjelaskan kembali tafsir surah az-Zumar ayat 53.
"Begitu pula dengan kelanjutan arti dari ayat berikutnya, 'Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.'
"Nah, di sini sudah jelas-jelas, kita itu walaupun makhluk berdosa, jangan pernah sampai berputus asa dari rahmatnya gusti Allah apalagi terus menyalahkan diri sendiri. 'Ko aku terus masuk ke lubang yang sama ya? ko hidupku rasanya gini-gini terus ya?' Kalau begitu, kamu intropeksi diri-lah, dan teguhkan dirimu, jangan sampai terjerumus kembali. Udah yakin sampai sana?"
"Emang kamu udah yakin, bahwa hal ini tuh nggak diulang lagi alias perbuatan kamu itu pasti diridhoi Allah sehingga kamu merasa perbuatan-mu itu tidak akan berakhir lagi dengan keadaan yang sama. Padahal udah jelas-jelas loh, bahwa apa yang kamu lakukan itu berada di atas jalan yang haram alias jalan yang tidak diridhoi Allah, tapi masih percaya diri nggak akan berakhir sama. Haha, bermimpilah! Pede abis, kamu itu sebenarnya gila apa waras sih?"
"Oke. Memang benar Allah akan mengampuni semua dosa kita, bahkan penzinah/pemabuk sekalipun tetap akan Allah maafkan, tapi apakah kalau kita terus mengulang kesalahan yang sama. Ah, nanti juga taubat lagi ini, jadi gak apa-apa, terus aja diulang lagi toh nantinya akan Allah maafkan ini."
"Dablek! Emangnya dosa/pahala itu permainan? Seenaknya menyepelekan hal-hal yang sudah jelas tau bahwa resiko-nya akan mendapatkan dosa/pahala, tapi masih terus aja dilakoni. Ya kalau itu berpahala, mau berbuat sebanyak mungkin pun tidak masalah, malah sangat dianjurkan."
"Tapi kalau itu berdosa? Sudah jelas-jelas Allah melarangnya/mengharamkannya dan meminta hamba-Nya untuk menjauhinya. Ya kamu adalah hamba-Nya yang tidak tau diri! Pahamilah sampai ke sana, itu pun kalau kamu mikir bahwa kamu itu hanyalah seorang hamba, gak ada artinya kamu bertaubat kalau hal-hal sepele saja masih kamu lakukan apalagi hal lainnya." ucap Langit yang langsung mengakhiri sesi diskusi-nya.
"Langit, kok kamu malah ngebentak aku sih? Aku kan cuma nanya doang, emang tau kesalahanku apa yang dilakukan berulang-ulang itu?" protes Bunga tak terima.
Pemuda itu pun tersenyum tipis, "Pacaran kan? Jatuh cinta kan? Menyukai lawan jenis kan? Apa aku salah?"
Deg!
'Sialan! Pria ini.... benar-benar bikin emosi!' umpat Bunga dalam hatinya.
"Iya-in aja deh, biar cepet!" ketus Bunga pada akhirnya.
"Kalau kamu tau bahwa semua itu salah, kenapa kamu gak nikah aja?" ucap Langit lagi. Ia tau, perempuan dihadapannya ini sedang marah padanya.
"Makannya aku gitu juga, karena calon-nya pun belum ada! Emang sialan kamu!" geram Bunga, kali ini dia benar-benar sensi pada pemuda di hadapannya ini.
"Kalau nikah sama aku, kamu mau gak?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI