dan pemberantasan korupsi sudah cukup efektif dan cukup banyak inisiatif masyarakatÂ
akan hal itu. Bahkan tanpa adanya penghargaan atas upayanya itu. Yang membuat masyarakat frustasi bukan karena masyarakat tidak mendapatkan penghargaan, namun kebanyakan peran serta masyarakat dalam bentuk pemberian informasi atau laporan kepada aparat penegak hukum justru tidak disambut baik dan positif oleh aparat penegak hukum.Â
Selanjutnya beliau juga menyatakan bahwa penghargaan kepada masyarakat yang berperan serta atas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi belum saatnya diterapkan (wawancara dengan Lais Abid, selaku Anggota Badan Pekerja dan Anggota Divisi Investigasi ICW, 7 Agustus 2017). Pernyataan serupa juga disampaikan oleh penggiat anti korupsi Lushiana Primasari, S.H., M.Hum yang menyatakan bahwa salahÂ
satu hambatan bagi masyarakat dalam berpartisipasi guna mengungkap tindak pidanaÂ
korupsi yakni laporan dugaan tindak pidana korupsi pada suatu lembaga yang tidakÂ
ditindaklanjuti (wawancara dengan Lushiana Primasari, S.H., M.Hum, selaku SekretarisÂ
dan Bendahara PUSTAPAKO UNS, 13 September 2017). Munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghambat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Lais Abid selaku Anggota Badan Pekerja danÂ
Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dengan putusanÂ
Mahkamah Konstitusi No. 20/ PUU- XIV/ 2016 menyatakan bahwa “Putusan MK ini secara jujur menjadi penghambat bagi pelaporan atau usaha pengungkapan tindak pidana korupsi terutama yang dilakukan oleh masyarakat, dikarenakan semua rekaman atau dokumen elektronik dan hasil cetaknya tidak bisa dianggap otentik dan sah, atau tidakÂ
memiliki kekuatan hukum yang mengikat (berarti bukan dianggap bukti), karena barangkali diperoleh masyarakat tidak melalui ketentuan hukum.Â