"Aku pulang dulu." Kataku sambil berdiri.
"Tolong simpan semua cerita tadi hanya untuk kita berdua."
"Ya," Â jawabmu. "Izinkan aku tetap berkomunikasi denganmu."
Aku tidak menjawab perkataan itu.
"Aku akan tetap menyayangimu, Aira. Kau izinkan atau tidak" Â kata terakhir yang diucapkannya itu terus memenuhi kepalaku.
Aku melangkah menuju parkiran di halaman kafe tanpa menoleh lagi. Diluar langit memerah melahirkan semburat tembaga. Embun yang sedari tadi menggantung di kedua mataku jatuh menjadi dua aliran sungai kecil di pipi. Dikejauhan kulihat Sabila melambai.
"Bunda!" teriaknya dari dalam gendongan Mas Heru.
Bergegas kuhapus buliran bening yang tersisa.
(Bengkulu, Mei 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H