Pelayan kafe meletakkan jus mangga di hadapanku. Gelas jus  ke-dua yang sudah kupesan siang ini. Aku mencolek whipe cream yang menjadi topingnya  dengan sedotan. Memasukkannya ke mulut. Menjilat cream yang tersisa di ujung sedotan.  Kuhisap pelan cairan kental jus melalui sedotan berwarna perak yang terbuat dari logam itu. Sepertiga gelas berpindah keperutku.
"Tidak pernah berubah," katamu, Â lalu mengambil gelas di tanganku dan gantian menyeruputnya.
"selalu menghabiskan sepertiga gelas sekali minum. Selalu menggunakan sedotan untuk mengambil creamnya. Padahal jelas-jelas ada sendok disana."Â
Kau tersenyum lembut padaku. Mengembalikan gelas jus yang tinggal setengah sambil membetulkan Kaca matamu yang melorot.
"Kau juga tidak pernah berubah," jawabku.
"Selalu mengambil jatah jusku tanpa permisi," ujarku cepat. "Memesan es durian, tapi masih menyambar jus manggaku".
Kau tertawa tanpa suara. Bola mata dengan binaran lembut itu menatap lekat kedua mataku. Menimbulkan debaran halus yang berirama di dadaku. Entah apa genrenya aku tak pernah tahu. Dua detik tiga detik aku masih berusaha bertahan. Detik berikutnya aku kalah. Berusaha mengalihkan pandangan pada gelas jus ditanganku. Mengaduk aduk jus yang tersisa dengan sedotan.
"Jangan tatap aku seperti itu," kataku masih dengan menunduk.
"Mengapa tidak boleh? " Tanyamu lagi. Hanya itu yang bisa kulakukan, menatapmu dari jauh."
"Jangan! Pokoknya jangan!" Ulang ku sambil menggelengkan kepala berkali-kali.
"Tolong beri penjelasan padaku, kenapa?" Kau bertanya sambil menggengam kedua tanganku. Dengan tangan kokohmu. Aku berusaha menariknya. Namun tidak berhasil. Mungkin genggamanmu terlalu kuat untuk kulawan. Atau aku yang setengah hati menariknya. Menikmati kenyamanan dalam genggamanmu.