Mohon tunggu...
rimarahmawati
rimarahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pilar - Pilar Pendidikan

20 Desember 2024   17:40 Diperbarui: 20 Desember 2024   17:40 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lebih lanjut Tilaar (2002) dalam bukunya 21st Century Education menekankan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu cara paling efektif untuk mempraktikkan ``Learning to Do.'' . Tilard menjelaskan bahwa metode ini memungkinkan siswa untuk memahami konsep dan memperoleh pengalaman praktis yang berguna dengan  mempraktikkannya pada proyek nyata.

Namun implementasi pilar ini menghadapi beberapa tantangan, khususnya kurangnya sinergi antara  pendidikan dan industri. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian Suherman (2018) yang dimuat dalam  Jurnal Pendidikan Indonesia yang menyatakan bahwa kesenjangan antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja menjadi kendala utama. Studi ini merekomendasikan kolaborasi yang lebih erat antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan sektor swasta untuk menutup kesenjangan ini. Oleh karena itu, "Learning to do" menjadi pilar yang sangat penting dalam pendidikan masyarakat yang siap menghadapi tantangan dunia kerja. Melalui  pelatihan kejuruan, magang dan pembelajaran berbasis proyek yang disesuaikan dengan kebutuhan industri, siswa mengembangkan keterampilan praktis yang akan membantu mereka sukses di masa depan.

Learning to Be (Belajar untuk Menjadi)

Pilar "Learning to Be" menitikberatkan pada pembentukan individu yang utuh secara intelektual, emosional, sosial dan moral. Pilar ini bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kepribadian dan karakter yang kuat, serta mampu berperan aktif dalam masyarakat. Fokus  pilar ini adalah pendidikan karakter, pengembangan nilai moral dan budi pekerti melalui pendekatan pendidikan  holistik.

Tilaar (2002), dalam buku Pendidikan di Abad 21, menyatakan bahwa pilar ini bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia secara keseluruhan, termasuk aspek emosional, spiritual, dan kreatif. Ia menekankan, pendidikan  bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten secara intelektual, namun juga sumber daya manusia yang berintegritas moral. Tilard mengusulkan pendekatan berbasis nilai budaya lokal untuk memperkuat pendidikan karakter di sekolah.

 Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam Menurut Zudi (2018) disebutkan bahwa pilar ini dapat dilaksanakan dengan memperkuat nilai-nilai agama dalam kurikulum. Pak Zudy menekankan pentingnya pendidikan berbasis keimanan dalam mendidik manusia dengan nilai-nilai moral yang luhur dan bertanggung jawab. Misalnya, memasukkan nilai-nilai agama ke dalam mata pelajaran umum sekolah dan  ibadah bisa menjadi strategi yang efektif.

Hasan (2017) dalam bukunya "Pendidikan dan Pembentukan Karakter Bangsa" juga menyatakan bahwa pendidikan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti organisasi kemahasiswaan, kegiatan seni, dan olahraga memegang peranan penting dalam pengembangan karakter. Pak Hasan mencontohkan bagaimana kegiatan ini memberikan wadah bagi siswa untuk belajar disiplin, tanggung jawab, dan kerjasama.

Selain itu, buku Pendidikan Karakter  Generasi Muda (2020) karya Hidayat menekankan pentingnya keterlibatan keluarga dalam penerapan pilar tersebut. Hidayat mengatakan, pendidikan karakter  dari rumah  mendukung konsistensi nilai-nilai positif yang diajarkan di sekolah. Ia mengusulkan sinergi  pendidikan formal dan nonformal untuk mengembangkan kepribadian tangguh.

Namun penerapan pilar ini bukannya tanpa tantangan, seperti dampak negatif media sosial. Pratama, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan  (2019), menyatakan bahwa media sosial seringkali menjadi sumber penyebaran nilai-nilai negatif seperti konsumerisme, individualisme, dan ujaran kebencian. Penelitian ini merekomendasikan literasi digital sebagai  solusi untuk mengurangi dampak negatif media sosial.

 Pendidikan Karakter dan Kebangsaan  Setiawan (2020) menjelaskan, rendahnya minat pendidikan karakter di sekolah menjadi kendala serius. Ia mengatakan, banyak sekolah yang masih terlalu fokus pada aspek kognitif dan pengembangan karakter belum terintegrasi dalam kurikulum. Penelitian ini mengusulkan pengembangan kurikulum yang seimbang antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik..

Pilar "Belajar Menjadi" memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan individu yang utuh dan bermoral. Melalui pendidikan karakter, nilai-nilai agama, dan kegiatan ekstrakurikuler, siswa  mengembangkan karakter dan integritas yang kuat. Tantangan seperti dampak negatif media sosial dan kurangnya minat terhadap pendidikan karakter masih ada, namun pendekatan terpadu antara sekolah, keluarga, dan komunitas dapat menjadi solusi yang efektif. Penerapan pilar ini tidak hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten, namun juga sumber daya manusia yang mampu  hidup bertanggung jawab dan berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun