Jika Tindak Pidana Medik ini dikembalikan kepada Hukum Pidana Umum, maka akan muncul  sejumlah dilema.
Hampir dapat dipastikan, kita akan mengalami kesukaran mengaplikasikan 3 pilar dari Hukum Pidana Umum yakni Perbuatan/Tindak Pidana, Pertanggungjawaban/Kesalahan serta Pidana terhadap kasus kasus yang dikonstruksi sebagai Tindak Pidana Medik.
Dr. dr. M.Nasser,SpDVE, D.Law , seorang pakar Hukum Kesehatan Indonesia dan Gubernur World Association For Medical Law (WAML)Â -- dalam perbincangannya dengan saya -- memaparkan setidaknya ada 12 hal yang membedakan antara Tindak Pidana Umum dengan Tindak Pidana Medik sehingga kita tidak semestinya memperlakukan Tindak Pidana Medik itu sebagai Tindak Pidana Umum (M.Nasser, Riki Tsan, 2024)
Artinya, konstruksi yuridis Tindak Pidana Medik seyogyanya berbeda dengan konstruksi yuridis Tindak Pidana Umum.
Ambil contoh soal perbuatan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang atau bersifat melawan hukum dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu (Asas Asas Hukum Pidana, 2023, pp. 102-103).
Dalam konteks ini, di dalam Hukum Pidana  kita mengenal Asas Legalitas.
Prof Dr.Teguh Prasetyo, SH,Msi mengatakan bahwa Asas Legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebagai tiang penyanggah hukum pidana. Asas ini tersirat di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : ' Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan' (Hukum Pidana, 2019, pp. 37-40)
Jadi, singkatnya  tidak ada pidana tanpa (landasan) perundang undangan.
Prof. Topo menulis, 'Jika kita berbicara tentang perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana itu, kita berbicara tentang criminal act (perbuatan pidana) dimana landasannya yang sangat penting adalah Asas Legalitas ( principle of legality )Â yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terelbih dahulu dalam perundang undangan.
Asas ini dikenal dalam bahasa Latin sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali artinya tiada delik, tiada hukuman, tanpa sebelumnya perbuatan itu diatur dalam undang undang pidana (Hukum Pidana, Suatu Pengantar, 2022, p. 317)
Sementara itu, ada 4 prinsip yang terkandung di dalam Asas Legalitas ini yakni Lex Scripta ( hukuman harus didasarkan undang undang tertulis ), Lex Certa ( undang undang yang dirumuskan terperinci dan cermat, bentuk dan beratnya hukuman harus jelas ditentukan dan bisa dibedakan), Lex Praevia ( larangan berlaku surut ) dan Lex Stricta (undang undang harus dirumuskan dengan ketat dan larangan hukuman  atas dasar analogi )
Tujuan dari penerapan Asas Legalitas ini - dalam pandangan Cesare Beccaria, seorang tokoh Italia dengan karya monumentalnya On Crimes and Punisment ( Delliti e Delle Pene )Â adalah bahwa agar setiap kejadian hukuman tidak menjadi tindakan kekerasan atau kesewenang wenangan oleh satu atau banyak orang terhadap warga negara.......hukuman harus sebanding dengan kejahatan dan ada landasan hukumnya' (Hukum Pidana, Suatu Pengantar, 2022, p. 314)