"Periksa! Masih perawan atau tidak dia!"
Tangan saya secara refleks bergerak memegang rok span saya, tapi tangan saya tidak bisa bergerak. Ternyata sudah ada dua orang yang masing-masing memegangi tangan kanan dan tangan kiri saya. Mulut saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak dingin sekali. Berpuluh-puluh tangan menggerayangi dan meremas-remas tubuh saya
Saya tidak tahu berapa lama saya pingsan. Waktu saya membuka mata, saya hanya melihat bintang-bintang. Di tengah semesta yang begini luas, siapa yang peduli kepada nasib saya? Saya masih terkapar di jalan tol. Angin malam yang basah bertiup membawa bau sangit. Saya menengok dan melihat BMW saya sudah terbakar. Rasanya baru sekarang saya melihat api dengan keindahan yang hanya mewakili bencana. Isi tas saya masih berantakan seperti semula. Saya lihat lampu HP saya berkedip-kedip cepat, tanda ada seseorang meninggalkan pesan.
Saya mau beranjak, tapi tiba-tiba selangkangan saya terasa sangat perih. Bagaikan ada tombak dihunjamkan di antara kedua paha saya. O, betapa pedih hati saya tidak bisa saya ungkapkan. Saya tidak punya kata-kata untuk itu. Saya tidak punya bahasa.
Saya ambil HP saya, dan saya dengar pesan papa: "Kalau kamu dengar pesan ini, mudah-mudahan kamu sudah sampai
di Hongkong, Sydney atau paling tidak Singapore. Tabahkan hatimu Clara, kedua adikmu, Monika dan Sinta, telah dilempar ke dalam api setelah diperkosa. Mama juga diperkosa, lantas bunuh diri, melompat dari lantai empat. Barangkali Papa akan menyusul juga. Papa tidak tahu apakah hidup ini masih berguna. Rasanya Papa ingin mati saja."
(Seno Gumira Ajidarma, "Clara", Iblis Tidak Pernah Mati)
Nah, apa perbedaan pengalaman membaca kedua teks di atas? Perbedaan pengalaman itu menunjukkan apa yang bisa Anda dapatkan ketika membaca suatu karya sastra, dibandingkan dengan membaca pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual, berita, atau juga opini. Berbedakah perasaan Anda ketika membaca artikel di majalah dan ketika membaca cuplikan di atas? Apa yang Anda dapatkan ketika membaca artikel di media massa dan apa yang Anda dapatkan ketika membaca cuplikan cerita pendek Seno Gumira Ajidarma di atas?
Melalui berbagai kegiatan di kelas pada pertemuan yang pertama ini, Anda akan mempelajari bagaimana karya sastra menyampaikan "pemahaman" tentang kehidupan dengan caranya sendiri. Beberapa kritikus mengajukan batasan yang berbeda-beda untuk menjawab pertanyaan ini. Danziger dan Johnson (1961) melihat sastra sebagai suatu "seni bahasa", yakni cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. (Dalam hal ini bisa dibandingkan dengan seni musik, yang mengolah bunyi; seni tari yang mengolah gerak dan seni rupa yang mengolah bentuk dan warna). Daiches (1964) mengacu pada Aristoteles yang melihat sastra sebagai suatu karya yang "menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara yang lain", yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya.
Dalam kegiatan kelas, Anda akan membandingkan teks sastra dan teks yang beragam ilmiah. Anda akan membandingkan ungkapan-ungkapan yang bersifat denotatif, yang memberikan arti dasar suatu kata, dan yang bersifat konotatif, yang memberikan nuansa khusus. Contohnya, kata "merah" mempunyai arti denotatif warna yang dipakai di bendera kita. Tetapi warna merah dipakai di bendera kita justru karena warna itu mempunyai arti konotatif, yakni menyimbolkan sifat berani. Apa makna konotatif lain warna merah yang ada di masyarakat kita, misalnya yang ada dalam simbol-simbol PDIP? Bagaimana dengan warna merah pada lambang PRD? Dalam latihan-latihan, Anda juga akan membandingkan makna yang secara langsung disampaikan oleh suatu teks, yakni makna yang tersurat, dan makna yang harus ditafsirkan sendiri oleh pembaca karena tersembunyi di balik kata-kata yang ada. Makna yang seperti ini disebut makna tersirat. Dalam cuplikan cerpen di atas, tidak ada ungkapan yang secara langsung mengatakan bahwa "Perkosaan terhadap kelompok manapun adalah perbuatan yang sangat keji dan tidak dapat dibenarkan" atau "Kebencian terhadap kelompok Cina didasarkan pada generalisasi yang secara tidak adil mengkotakkan manusia." Tetapi, hal-hal semacam ini secara tidak langsung muncul dari penggambaran tokoh Clara dan apa yang dialaminya dalam cerita di atas.
Bahasa yang dipakai dalam artikel di media massa menekankan hal-hal yang bersifat teknis, seperti data, fakta, sumber primer, bukti, dan contoh. Sedangkan cuplikan cerpen yang kita baca di atas menggambarkan nuansa-nuansa perasaan dan pikiran yang tidak bisa diwakili oleh angka dan statistik.Â
   Sastra adalah cerminan dari kehidupan manusia, dengan segala kompleksitas, emosi, dan pengalaman yang terkandung di dalamnya. Memahami sastra tidak hanya membantu kita mengapresiasi keindahan karya tulis, tetapi juga memberikan wawasan tentang budaya, sejarah, dan nilai-nilai kemanusiaan. Bagi mahasiswa perguruan tinggi, mempelajari sastra merupakan bagian penting dari pendidikan yang komprehensif. Esai ini bertujuan untuk memberikan pengantar tentang pemahaman sastra, mencakup definisi sastra, jenis-jenis sastra, pendekatan dalam studi sastra, dan relevansinya dalam pendidikan tinggi.