Tak sederas hujan bulan Juni, kukira.
Rintiknya sesekali. Awan di atas tak menggumpal lalu memecah menjadi guyuran air. Matahari masih mengintip di kejauhan, seakan tak rela tempatnya tergantikan hujan.
Hujan bulan Juli turun ketika kita berdiri di depan gedung itu. Bersisian tapi hati kita berjauhan.
Kecemasan mungkin terpancar dari wajahku. Kesedihan mungkin tergambar di sudut bibirmu. Kita enggan saling menatap. Tetes air hujan menjadi saksi, penonton drama kita yang terakhir.
"Satu bulan lagi, ya?" tanyamu.
Aku mengangguk lemah. Dari sudut mataku kulihat kau memainkan kunci apartemenmu. Di situ tergantung miniatur Namsan Tower, tempat yang kutuju waktu kau memilih untuk tidak turut. Jarimu yang panjang memilin besi itu berulang kali.
Kau gelisah. Aku tahu. Aku takut. Apa kau tahu?
"Kita hanya punya satu bulan lagi," ulangmu.
"Kurang lebih."
"Setelah ini apa?"