* Hukum Islam: Dalam hukum Islam, pencemaran nama baik termasuk dalam kategori Jarimah Qadzf, yang mencakup tuduhan yang merendahkan martabat seseorang melalui kata-kata, pernyataan tertulis, atau media lainnya. Tindak pidana ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kehormatan individu dan dapat dihukum dengan had atau ta'zir.
2. Hukuman dan Penegakan Hukum:
* Hukum Positif: Penegakan hukum dalam hukum positif mengacu pada regulasi yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku. Hukuman atas tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial dapat mencakup sanksi pidana berupa denda, penjara, atau kombinasi keduanya.
* Hukum Islam: Dalam hukum Islam, hukuman atas tindak pidana pencemaran nama baik ditentukan berdasarkan madzhab yang dianut. Hukuman tersebut dapat berupa masa tahanan ta'zir yang tidak lebih dari satu tahun. Tujuan hukuman penjara dalam Islam adalah mendidik atau memperbaiki pelaku, bukan hanya mencapai kepastian hukum semata.
3. Model Penyelesaian Perkara:
* Hukum Positif: Dalam hukum positif, terdapat proses penyelesaian perkara yang mengacu pada prinsip-prinsip hukum yang telah ditetapkan. Proses ini mungkin melibatkan mediasi antara pelaku dan korban, tetapi lebih banyak bergantung pada regulasi yang berlaku dan penegakan hukum oleh lembaga yang berwenang.
* Hukum Islam: Dalam hukum Islam, terdapat dua model penyelesaian perkara, yaitu model diskresif (istihsan) dan model benefisial (istihlah). Kedua model ini memungkinkan adanya proses mediasi bagi pelaku dan korban, sejalan dengan konsep penegakan hukum restoratif. Konsep ini menekankan pentingnya pemulihan korban dan perbaikan pelaku, bukan hanya pada pemberian hukuman mati.
Â
PENUTUP
Kesimpulan
Jurnal ini menguraikan dampak kemajuan teknologi informasi terhadap perilaku sosial dan hukum, khususnya terkait dengan isu pencemaran nama baik di media sosial. Di Indonesia, regulasi tindak pidana pencemaran nama baik melalui Undang-Undang ITE dan KUHP, namun penegakan hukumnya dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk kesulitan dalam menentukan yurisdiksi dan kecepatan penyebaran informasi di platform media sosial.