Keywords: Defamation, Social Media, Positive and Islamic Law
Â
PENDAHULUAN
Pemanfaatan teknologi komunikasi telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam era global, dimana masyarakat memiliki akses yang luas terhadap beragam informasi yang bermanfaat. Perubahan perilaku sosial terjadi seiring dengan peralihan dari era industrialisasi ke era informasi, yang memunculkan apa yang disebut sebagai masyarakat informasi. Sebagaimana dikutip oleh Amar Ahmad, Rogers menyatakan bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat di mana sebagian besar anggotanya bekerja di sektor informasi, dan informasi menjadi unsur kunci dalam kehidupan mereka.
Perkembangan teknologi informasi telah menjadi pendorong utama dalam mengarahkan aktivitas manusia menuju efisiensi di berbagai sektor, termasuk politik, ekonomi, dan budaya. Perusahaan-perusahaan di bidang teknologi informasi atau yang memanfaatkannya telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam strategi pemasaran mereka, memanfaatkan platform-platform digital untuk menjangkau audiens lebih luas serta meningkatkan visibilitas produk mereka. Selain itu, masyarakat juga telah merasakan dampak positif dari kemajuan ini dengan mendapatkan akses terbuka dan kemudahan dalam memperoleh berbagai produk dan layanan melalui internet. Platform-platform media sosial dan pasar daring telah menjadi wadah bagi individu untuk berinteraksi, berbelanja, dan mengekspresikan diri secara bebas, menciptakan ruang yang inklusif bagi keragaman budaya dan ekspresi pribadi.
Dalam konteks budaya, teknologi informasi juga telah mengubah cara masyarakat berekspresi dan berkomunikasi. Media sosial, sebagai contohnya, memberikan platform bagi individu untuk berbagi pendapat, cerita, dan pengalaman mereka dengan cepat dan luas. Hal ini tidak hanya memperluas jaringan sosial mereka, tetapi juga memungkinkan terbentuknya komunitas online dengan minat dan nilai bersama. Selain itu, kemudahan akses terhadap berbagai bentuk hiburan digital, seperti musik, film, dan buku elektronik, telah mengubah cara masyarakat mengkonsumsi dan mengapresiasi budaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi informasi telah mengubah lanskap budaya dan ekonomi secara signifikan, membuka peluang baru dan memberikan kebebasan yang lebih besar bagi individu dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Namun, dampak dari kemajuan teknologi informasi tidak hanya positif bagi kehidupan manusia, mengingat prinsip kebebasan yang mendasari penggunaan teknologi informasi ini. Oleh karena itu, meskipun pengguna diberikan persyaratan dan ketentuan saat mengakses dan menggunakan platform seperti YouTube, Instagram, dan Facebook, belum ada aplikasi yang dapat secara otomatis mendeteksi pernyataan yang tidak pantas atau penghinaan yang ditulis oleh pengguna dan mengambil tindakan pencegahan sebelum pernyataan tersebut disebarluaskan. Hal ini memungkinkan seseorang dengan mudah menyebarkan konten yang merugikan, mencemarkan nama baik, atau melakukan perilaku tidak terpuji lainnya.
Di Indonesia, kasus pencemaran nama baik melalui media sosial telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 ayat (3) dari undang-undang tersebut menetapkan bahwa pelanggaran semacam itu dapat dikenai hukuman penjara hingga 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 750.000.000,00. Namun, proses penegakan hukum ini bergantung pada kewenangan pengadilan, yang ditentukan oleh berbagai undang-undang, termasuk prinsip-prinsip doktrin kebebasan hakim.
Pentingnya diskusi mengenai peran Hukum Islam sebagai landasan tidak tertulis dalam perumusan hukum positif di Indonesia menjadi fokus penelitian ini. Penelitian akan mengulas hubungan antara Hukum Islam dan hukum positif terutama dalam konteks penerapan hukum pidana terkait pencemaran nama baik melalui media sosial. Perlu dipahami bahwa dalam hukum Islam, aspek teknologi informasi termasuk dalam ranah perkara yang belum eksis pada masa Nabi Muhammad. Oleh karena itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi berbagai norma yang digunakan dalam proses penegakan hukum, khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan penggunaan media sosial.
Al-Qur'an, sebagai sumber hukum utama dalam Islam, menegaskan bahwa pencemaran nama baik, yang dikenal sebagai Qozf/Tasyhir, termasuk dalam kategori kejahatan yang dapat dipidanakan. Ayat 6 dari Surah An Nur secara gamblang mengatur bahwa pelaku tindak pencemaran akan dikenai hukuman 80 cambukan. Selain itu, dalam tradisi hadis Rasulullah SAW, Qazf dinyatakan sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang harus dihindari dengan sungguh-sungguh, seperti yang diajarkan oleh Abu Hurairah RA.
Â