Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebun Nyai Imah

10 Oktober 2019   16:48 Diperbarui: 10 Oktober 2019   16:51 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka tak usah risau bila mantan bandit-bandit kecil ini seakan bangun dari tidur. Kami tak ingin kehilangan kampung. Kampung kami yang indah terletak pada rumah dan kebun Nyai Imah.

Maka desas-desus  hantu yang sering menangis itu mulai tersebar. Mula-mula seakan angin lalu. Makin lama bertambah santer. Ayah marah besar. Apalagi berita hantu itu sampai ke telinga orang kota yang akan membangun villa. Itulah akibatnya dia mulai berpikir akan membatalkan rencana, lalu memindahkan bakal villa ke tempat lain.

Akan hal ayah sekuat tenaga ingin membuktikan apakah hantu itu benar-benar ada atau tidak. Dia curiga hantu itu buat-buatan aku dan para mantan bandit kecil.

Tahukah kau sekarang ayah tak pernah meributkan rumah dan kebun Nyai Imah? Bahkan dia tak pernah lagi berani berjalan malam-malam sendirian. Cerita ayah, dia benar-benar bertemu hantu.

"Hebat sekali kerjaanmu, Pareban. Ayahmu sendiri kau takut-takuti," kata Liban selepas kami sepak bola.

"Bukannya  kalian?"

"Lho, setelah ayahmu ingin membuktikan kebenaran hantu itu, semua mantan bandit kecil memilih tidur  saat ayahmu bertemu hantu itu."

Kami berpandangan. Jadi siapakah hantu itu? Kami saling menatap kebingungan. Hingga sekarang kami tak tahu siapa dia. Yang penting rumah dan kebun Nyai Imah tak jadi dijual.

Mungkin kau bisa menebak siapa yang jadi hantu itu?

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun