Maka tak usah risau bila mantan bandit-bandit kecil ini seakan bangun dari tidur. Kami tak ingin kehilangan kampung. Kampung kami yang indah terletak pada rumah dan kebun Nyai Imah.
Maka desas-desus  hantu yang sering menangis itu mulai tersebar. Mula-mula seakan angin lalu. Makin lama bertambah santer. Ayah marah besar. Apalagi berita hantu itu sampai ke telinga orang kota yang akan membangun villa. Itulah akibatnya dia mulai berpikir akan membatalkan rencana, lalu memindahkan bakal villa ke tempat lain.
Akan hal ayah sekuat tenaga ingin membuktikan apakah hantu itu benar-benar ada atau tidak. Dia curiga hantu itu buat-buatan aku dan para mantan bandit kecil.
Tahukah kau sekarang ayah tak pernah meributkan rumah dan kebun Nyai Imah? Bahkan dia tak pernah lagi berani berjalan malam-malam sendirian. Cerita ayah, dia benar-benar bertemu hantu.
"Hebat sekali kerjaanmu, Pareban. Ayahmu sendiri kau takut-takuti," kata Liban selepas kami sepak bola.
"Bukannya  kalian?"
"Lho, setelah ayahmu ingin membuktikan kebenaran hantu itu, semua mantan bandit kecil memilih tidur  saat ayahmu bertemu hantu itu."
Kami berpandangan. Jadi siapakah hantu itu? Kami saling menatap kebingungan. Hingga sekarang kami tak tahu siapa dia. Yang penting rumah dan kebun Nyai Imah tak jadi dijual.
Mungkin kau bisa menebak siapa yang jadi hantu itu?
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H