Kecutku berlipat. Kami bergegas masuk ke kamar pasanggarahan serupa kekanak yang terpergok maling ayam. Selimut kami tungkupkan sampai menutup seluruh. tubuh.
Alhasil, pagi hari, manakala sinar matahari belum penuh memanaskan kabut, kami langsung meninggalkan pasanggrahan. Bari protes. Sesuai perjanjian, kami memang masih dua hari lagi menginap di situ. Lagipula Bari sudah ada janji kencan dengan pelayan pasanggarahan.
Tapi kami tak mau kuwalat. Sebuah bis yang oleng ke kiri-ke kanan karena penuh penumpang, kami hentikan. Beregas kami menyempil di dalam, di antara lelaki-perempuan yang berkeringat. Di antara suara riuh ayam yang menggeletak di lantai bis dengan kaki terikat. Juga jerit bayi meminta dada ibunya.Â
Bari mengumpat. Bokor menguap. Matdirin, seperti lagaknyahanya menggaruk-garuk kepalanya yang berambut gondrong
Ah, kulihat pasanggarahan untuk terakhir kalinya. Kulihat rerimbun beberapa mahoni berpohon raksasa. Entah bila kapan aku bertandang lagi, suasana yang sama menyambutku, tentu minus perempuan berambut pirang bermata biru yang telah menakutkan kami. Atau kelak hanya tinggal gersang yang menanti. Entahlah! Selamat tinggal pasanggrahan!
"Maju...." Kondektur menjerit. Bus melaju lambat.
---sekian---