"Bagaimana kalau kita bohongi saja ibu? Kita ajak dia berkunjung ke rumah Mamat di Jakarta. Dia pasti senang," ucap suamiku saat berdua denganku di kamar.
"Pulangnya bagaimana?" jawabku.
"Pulangnya, ya... ke Malaysia. Ibu mana berani berbuat ulah selain di tempat ini. Jakarta itu luas dan sangat menakutkan. Ibu pasti mau saja kita ajak."
"Ibu  bukan bodoh, Pak. Kalau dia merasa terpaksa, apa kita kelak tahan seandainya ibu merajuk? Bapak tak tahu kalau dia merajuk. Makan ogah, bercakap pun enggan. Ibu juga suka nekad. Dulu, ketika mendiang ayah ketahuan selingkuh, ibu malah bunuh diri nyebur ke sumur. Untung musim kemarau, dan air sumur dangkal. Kalau tidak bagaimana? Aku takut dia berbuat serupa!"
"Jadi bagaimana?" Cek Hamid menatapku. Dia merebahkan diri di kasur. Rengekan si kecil, anak kami, yang meminta ditemani pipis, membuatku menghentintikan pembicaraan.
"Entahlah!"
* * *
"Bu! Dua hari lagi kami pulang. Bagaimana dengan ajakan kami tinggal di Malaysia?" tanyaku merayu sambil memijit-mijit tengkuknya.
Dia mendesah. Kutahu wajahnya pasti berubah murung. Dia tentu sedih karena harus kembali berpisah dalam waktu cukup lama. Barangkali tiga atau empat tahun ke depan, kami baru bisa bersua. Jarak yang cukup jauhlah yang membuat masalah ini. Tentu, ditambah kesibukan Cek Hamid yang bekerja di pengeboran Petronas lepas pantai. Belum lagi urusanku yang bertumpuk sebagai dokter ahli kandungan.
Dua mingguan lalu, ketika aku meninggalkan Malaysia, masih banyak pasien yang mencoba meneleponku. Namun kuberi alternatif konsultasi kandungan kepada rekan dokter yang lain. Ya, mereka pasti kecewa. Ini demi kenyamananku sendiri. Pertama, aku ingin istirahat sejenak, sekaligus berlibur bersama keluarga. Karena kebetulan Cek Hamid sedang cuti panjang. Kedua, aku kangen kepada ibu, dan ingin menjenguknya. Tiga tahunan lebih kami tak bersua.
"Kenapa secepat itu? Tinggallah di sini seminggu lagi," rajuk ibu. "Aku masih kangen kepada kalian. Lagiupula, ibu berencana mengajak Ito ke rumah Zaenab. Dia mempunyai kolam besar. Tiga hari lagi panen. Ito pasti senang memanen ikan. Di Malaysia pasti tak ada yang begituan." Ito itu nama anakku. Sedangkan Zaenab adalah sepupu ibu dari nenek, yang tinggal sekitar limapuluhan kilometer dari rumah ibu.